27.8 C
Jakarta
Sunday, December 1, 2024

Wacana Siswa Masuk Sekolah Juli, PGRI: Buat Anak Kok Coba-coba

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) berencana membuka sekolah pada Juli 2020. Rencana itu, kata
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan
Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen), Hamid Muhammad, sudah dibahas
sejak awal Mei 2020.

“Sudah dibahas minggu lalu.
Tinggal tunggu keputusan pemerintah kalau sudah final,” kata Hamid.

Saat ini pihaknya sedang
mempersiapkan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kemendikbud juga masih
terus mengkoordinasikannya dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
dan Kementerian Kesehatan.

“Tunggu pengumuman resmi saja,
masih dikoordinasikan ke BNPB dan Kemenkes,” jelas Hamid.

Namun begitu, perkembangan agenda
tersebut hingga kini belum juga terdengar gaungnya. Kepala Biro Kerja Sama dan
Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani mengungkapkan, hal itu masih belum
menjadi kepastian.

“Mengingat saat ini belum dapat
ditentukan kapan pandemi akan berakhir, serta sesuai dengan pernyataan Kepala
BNPB selaku Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19 Doni
Monardo pada 12 Mei, maka prediksi-prediksi berdasarkan hasil kajian yang telah
dibuat pemerintah masih berpotensi berubah,” kata dia.

Kemendikbud, kata Evy, masih
terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Kajian tentang berbagai kemungkinan
pun dilakukan demi keselamatan anak didik dari bahaya Covid-19 ini.

“Kemendikbud secara aktif
melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengkaji berbagai
kemungkinan atau skenario. Keamanan, keselamatan, dan kesehatan peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan menjadi pertimbangan utama,” ujar dia.

Nantinya, jika rencana masuk
kembali sekolah pada Juli 2020 itu sudah final, pada saatnya akan diumumkan
secara resmi. Keputusan ini bakal diambil setelah rapat kabinet digelar.

“Pada prinsipnya keputusan
pembukaan sekolah akan diputuskan oleh pemerintah melalui rapat kabinet yang
dipimpin Bapak Presiden RI. Hal tersebut telah ditegaskan Kantor Staf
Kepresidenan,” ucap dia.

Baca Juga :  Tito Karnavian Minta Kepala Daerah untuk Tak Bepergian ke Luar Negeri

Kemendikbud sebelumnya sudah
memiliki tiga skenario tentang pembukaan kembali proses bejalar mengajar di
sekolah. Ketiga skenario tersebut dipilih dan dipertimbangkan dengan baik dan
penuh hati-hati.

Ketiga skenario tersebut pertama,
jika Covid-19 berakhir pada akhir Juni 2020, siswa masuk sekolah tahun pelajaran
di minggu ketiga Juli 2020.

Kedua, jika Covid-19 berlangsung
sampai September 2020, siswa belajar di rumah dilaksanakan sampai September.
Dan terakhir, semua siswa belajar di rumah selama satu semester penuh jika Covid-19
sampai akhir tahun 2020.

Sementara Ketua Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengatakan,
new normal tidak terlalu bermasalah pada aspek layanan publik, pemerintahan,
dan ekonomi, di tengah pandemi COVID-19 yang belum mereda.

Ada satu new normal yang menurut
dia harus hati-hati. Yaitu, new normal di dunia pendidikan.

“Dunia layanan publik bidang
pemerintahan, ekonomi, ibadah dan industri yang melibatkan orang dewasa,
silakan di new normal. Bidang pendidikan yang melibatkan anak didik, tunggu
dulu! Saya lebih setuju anak tetap di rumah dengan pola daring yang diperbaiki.
Harus ada pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang lebih efektif, minimal sampai
Desember,” tutur Dudung dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Selasa
(26/5).

Kemendikbud, para pakar
pendidikan, organisasi profesi, praktisi pendidikan terpilih harus segera
mengadakan rembuk nasional terbatas atau FDG istimewa. Ini demi menyelamatkan
anak didik. Saat ini sedang wabah Covid-19. Kita sedang berhadapan dengan
penyakit. Sehat adalah utama bagi anak didik.

“Pemerintah jangan mengorbankan
anak didik untuk masuk sekolah. Ingat pesan SRA (Sekolah Ramah anak). Tidak ada
spekulasi kesehatan untuk anak didik. Penerapan prosedur kesehatan, shift
belajar, mengurangi jam belajar dan segala ikhtiar di luar rumah tidak akan
efektif. Anak akan berkerumun dan melintasi sejumlah ruang publik,” tegasnya.

Baca Juga :  Hasil Survei: TNI Lembaga Negara Paling Dipercaya Masyarakat Indonesia

Mengendalikan anak tidak ada yang
lebih efektif selain di rumah. Saat ini anak didik harus dijauhkan dari paparan
wabah virus corona.

Rumah tetap menjadi area yang
terbaik bagi anak didik. Anak tidak harus masuk sekolah saat wabah, melainkan
sekolah yang harus masuk rumah.

Caranya? Kurikulum darurat harus
dibuatkan. Anak dibuat belajar di rumah.

Bila PJJ (pendidikan jarak jauh)
dianggap tidak efektif, menurut Dudung, wajar karena kita masih gagap dan
transisi. Ke depan segera pemerintah menciptakan kurikulum darurat

“Sekolah Masuk Rumah”. Jangan
terbalik, “Anak Masuk Sekolah”. Hari ini anak sudah aman di rumah.

“Spekulasi tingkat tinggi bila
anak digiring kembali ke sekolah. Kecuali satu sekolah hanya 20 anak didik.
Satu sekolah ada yang ribuan anak didik,” cetusnya.

Dia menambahkan, pola pendidikan
kita ada yang serupa sekolah terbuka. Ada pola pendidikan persamaan paket B,
paket C. Bahkan ada pola homeschooling
dan pendidikan virtual. Nah, pola pendidikan seperti ini yang harus diduplikasi
sesuai kondisi wabah.

“Sekali lagi jangan spekulasi anak
masuk sekolah. Nilai seorang anak saat ini adalah nilai keselamatannya, bukan
hak belajarnya,” ucapnya.

Lanjut Dudung, new normal kenakan
pada orang dewasa terkait upaya menghidupkan layanan publik, ekonomi,
peribadatan dan kepentingan strategis lainnya.

Anak didik harus dijaga bersama
di tempat paling aman bagi dirinya. Kepentingan kesehatan anak adalah utama.
Belajar adalah kepentingan lanjutan yang bisa direkayasa tanpa harus
berspekulasi “mendampingkan” anak dengan Covid-19.

“Tidak ada pola “mendamaikan anak
dengan corona” apa pun namanya! Dalam bahasa iklan, Buat Anak Kok Coba-coba,”
tutupnya.

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) berencana membuka sekolah pada Juli 2020. Rencana itu, kata
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan
Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen), Hamid Muhammad, sudah dibahas
sejak awal Mei 2020.

“Sudah dibahas minggu lalu.
Tinggal tunggu keputusan pemerintah kalau sudah final,” kata Hamid.

Saat ini pihaknya sedang
mempersiapkan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kemendikbud juga masih
terus mengkoordinasikannya dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
dan Kementerian Kesehatan.

“Tunggu pengumuman resmi saja,
masih dikoordinasikan ke BNPB dan Kemenkes,” jelas Hamid.

Namun begitu, perkembangan agenda
tersebut hingga kini belum juga terdengar gaungnya. Kepala Biro Kerja Sama dan
Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani mengungkapkan, hal itu masih belum
menjadi kepastian.

“Mengingat saat ini belum dapat
ditentukan kapan pandemi akan berakhir, serta sesuai dengan pernyataan Kepala
BNPB selaku Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19 Doni
Monardo pada 12 Mei, maka prediksi-prediksi berdasarkan hasil kajian yang telah
dibuat pemerintah masih berpotensi berubah,” kata dia.

Kemendikbud, kata Evy, masih
terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Kajian tentang berbagai kemungkinan
pun dilakukan demi keselamatan anak didik dari bahaya Covid-19 ini.

“Kemendikbud secara aktif
melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengkaji berbagai
kemungkinan atau skenario. Keamanan, keselamatan, dan kesehatan peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan menjadi pertimbangan utama,” ujar dia.

Nantinya, jika rencana masuk
kembali sekolah pada Juli 2020 itu sudah final, pada saatnya akan diumumkan
secara resmi. Keputusan ini bakal diambil setelah rapat kabinet digelar.

“Pada prinsipnya keputusan
pembukaan sekolah akan diputuskan oleh pemerintah melalui rapat kabinet yang
dipimpin Bapak Presiden RI. Hal tersebut telah ditegaskan Kantor Staf
Kepresidenan,” ucap dia.

Baca Juga :  Tito Karnavian Minta Kepala Daerah untuk Tak Bepergian ke Luar Negeri

Kemendikbud sebelumnya sudah
memiliki tiga skenario tentang pembukaan kembali proses bejalar mengajar di
sekolah. Ketiga skenario tersebut dipilih dan dipertimbangkan dengan baik dan
penuh hati-hati.

Ketiga skenario tersebut pertama,
jika Covid-19 berakhir pada akhir Juni 2020, siswa masuk sekolah tahun pelajaran
di minggu ketiga Juli 2020.

Kedua, jika Covid-19 berlangsung
sampai September 2020, siswa belajar di rumah dilaksanakan sampai September.
Dan terakhir, semua siswa belajar di rumah selama satu semester penuh jika Covid-19
sampai akhir tahun 2020.

Sementara Ketua Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengatakan,
new normal tidak terlalu bermasalah pada aspek layanan publik, pemerintahan,
dan ekonomi, di tengah pandemi COVID-19 yang belum mereda.

Ada satu new normal yang menurut
dia harus hati-hati. Yaitu, new normal di dunia pendidikan.

“Dunia layanan publik bidang
pemerintahan, ekonomi, ibadah dan industri yang melibatkan orang dewasa,
silakan di new normal. Bidang pendidikan yang melibatkan anak didik, tunggu
dulu! Saya lebih setuju anak tetap di rumah dengan pola daring yang diperbaiki.
Harus ada pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang lebih efektif, minimal sampai
Desember,” tutur Dudung dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Selasa
(26/5).

Kemendikbud, para pakar
pendidikan, organisasi profesi, praktisi pendidikan terpilih harus segera
mengadakan rembuk nasional terbatas atau FDG istimewa. Ini demi menyelamatkan
anak didik. Saat ini sedang wabah Covid-19. Kita sedang berhadapan dengan
penyakit. Sehat adalah utama bagi anak didik.

“Pemerintah jangan mengorbankan
anak didik untuk masuk sekolah. Ingat pesan SRA (Sekolah Ramah anak). Tidak ada
spekulasi kesehatan untuk anak didik. Penerapan prosedur kesehatan, shift
belajar, mengurangi jam belajar dan segala ikhtiar di luar rumah tidak akan
efektif. Anak akan berkerumun dan melintasi sejumlah ruang publik,” tegasnya.

Baca Juga :  Hasil Survei: TNI Lembaga Negara Paling Dipercaya Masyarakat Indonesia

Mengendalikan anak tidak ada yang
lebih efektif selain di rumah. Saat ini anak didik harus dijauhkan dari paparan
wabah virus corona.

Rumah tetap menjadi area yang
terbaik bagi anak didik. Anak tidak harus masuk sekolah saat wabah, melainkan
sekolah yang harus masuk rumah.

Caranya? Kurikulum darurat harus
dibuatkan. Anak dibuat belajar di rumah.

Bila PJJ (pendidikan jarak jauh)
dianggap tidak efektif, menurut Dudung, wajar karena kita masih gagap dan
transisi. Ke depan segera pemerintah menciptakan kurikulum darurat

“Sekolah Masuk Rumah”. Jangan
terbalik, “Anak Masuk Sekolah”. Hari ini anak sudah aman di rumah.

“Spekulasi tingkat tinggi bila
anak digiring kembali ke sekolah. Kecuali satu sekolah hanya 20 anak didik.
Satu sekolah ada yang ribuan anak didik,” cetusnya.

Dia menambahkan, pola pendidikan
kita ada yang serupa sekolah terbuka. Ada pola pendidikan persamaan paket B,
paket C. Bahkan ada pola homeschooling
dan pendidikan virtual. Nah, pola pendidikan seperti ini yang harus diduplikasi
sesuai kondisi wabah.

“Sekali lagi jangan spekulasi anak
masuk sekolah. Nilai seorang anak saat ini adalah nilai keselamatannya, bukan
hak belajarnya,” ucapnya.

Lanjut Dudung, new normal kenakan
pada orang dewasa terkait upaya menghidupkan layanan publik, ekonomi,
peribadatan dan kepentingan strategis lainnya.

Anak didik harus dijaga bersama
di tempat paling aman bagi dirinya. Kepentingan kesehatan anak adalah utama.
Belajar adalah kepentingan lanjutan yang bisa direkayasa tanpa harus
berspekulasi “mendampingkan” anak dengan Covid-19.

“Tidak ada pola “mendamaikan anak
dengan corona” apa pun namanya! Dalam bahasa iklan, Buat Anak Kok Coba-coba,”
tutupnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru