26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Banyak Lapas dan Rutan Ricuh, Dirjen PAS Diminta Mundur

Maraknya aksi pembakaran
rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang dilakukan para
narapidana (napi), ditengarai disebabkan oleh buruknya koordinasi. Pengawasan
yang kurang tegas acapkali diduga sebagai biang kericuhan.

Pengamat
kebijakan publik, Trubus Rahardian menilai, terjadinya peristiwa pembakaran
rutan dan lapas yang selama ini terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dan
rendahnya keamanan. Akibatnya, sering muncul napi yang merasa sebagai jagoan di
rutan maupun lapas.

“Karena
jagoannya itu, mereka bisa mengerahkan massa untuk membuat kericuhan sehingga
muncul pembakaran,” kata Trubus dalam keterangannya, Selasa (25/6).

Kementerian
Hukum dan HAM (Kemenkumham) diminta segara melakukan pembenahan di jajaran
lapas. Salah satu caranya, dengan mengganti Direktur Keamanan dan Ketertiban
(Dirtatib) hingga Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas).

“Bila hulunya
dibenahi, hilirnya pasti akan baik. Tak ada lagi kericuhan yang menyebabkan
pembakaran rutan maupun lapas,” ucapnya

Baca Juga :  Din Syamsudin: Revisi UU KPK Mengkhianati Amanat Reformasi

Trubus
menambahkan, munculnya persoalan tersebut juga disebabkan akibat buruknya
koordinasi dengan pihak kepolisan maupun TNI. Sehingga, kericuhan yang
seharusnya bisa dengan mudah dicegah, namun akhirnya pecah akibat kurangnya
koordinasi.

“Yang saya
tangkap, selama ini dari pihak lapas maupun rutan, biasanya mencoba
menyelesaikan sendiri. Kalau tak bisa, baru mereka meminta bantuan,” ungkapnya.

Agar kasus
itu tak kembali terulang dan menyebar ke beberapa wilayah, Trubus menyarankan
segera dilakukan pembenahan. Bukan hanya Kalapas maupun Karutan yang selalu
dijadikan kambing hitam, namun pembenahan menyeluruh harus diambil.

“Pucuk
tertinggi yang seharusnya mengambil sikap atas gagalnya masalah ini, seperti
Dirjen PAS Sri Puguh Utami maupun Lilik Sujandi selaku Direktur Keamanan Lapas
Rutan seluruh Indonesia sebaiknya mengundurkan diri bila memang sudah tak
mampu,” tegasnya.

Baca Juga :  Covid-19 Jadi Bencana Nasional, Pemerintah Tetap Belum Pikirkan Lockdo

Persoalan
dalam pembinaan pegawai lapas, sambung Trubus, juga selama ini lebih bersifat
seremonial dan hanya sekedar rutinitas. Yang paling menonjol adalah jarangnya
dilakukan mutasi di tubuh pegawai.

“Memang
mengacu dari peraturan yang ada, programnya setiap dua tahun sekali di mutasi,
tapi nyatanya tidak. Mereka bisa bertahan di satu tempat dalam waktu lama,”
tukasnya.

Teranyar,
kasus kebakaran terjadi di Rutan Klas II B, Sigli, Aceh. Akibatnya tujuh orang
sempat melarikan diri dari peristiwa tersebut.

Peristiwa
kebakaran tersebut terjadi pada Senin, 3 Juni 2019, sekitar pukul 12.00 WIB.
Peristiwa itu diduga berawal dari kesalahpahaman antara warga binaan dan
seorang petugas. Mereka kemudian cekcok yang berujung pada pembakaran dan
kerusuhan.(jpc)

Maraknya aksi pembakaran
rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang dilakukan para
narapidana (napi), ditengarai disebabkan oleh buruknya koordinasi. Pengawasan
yang kurang tegas acapkali diduga sebagai biang kericuhan.

Pengamat
kebijakan publik, Trubus Rahardian menilai, terjadinya peristiwa pembakaran
rutan dan lapas yang selama ini terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dan
rendahnya keamanan. Akibatnya, sering muncul napi yang merasa sebagai jagoan di
rutan maupun lapas.

“Karena
jagoannya itu, mereka bisa mengerahkan massa untuk membuat kericuhan sehingga
muncul pembakaran,” kata Trubus dalam keterangannya, Selasa (25/6).

Kementerian
Hukum dan HAM (Kemenkumham) diminta segara melakukan pembenahan di jajaran
lapas. Salah satu caranya, dengan mengganti Direktur Keamanan dan Ketertiban
(Dirtatib) hingga Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas).

“Bila hulunya
dibenahi, hilirnya pasti akan baik. Tak ada lagi kericuhan yang menyebabkan
pembakaran rutan maupun lapas,” ucapnya

Baca Juga :  Din Syamsudin: Revisi UU KPK Mengkhianati Amanat Reformasi

Trubus
menambahkan, munculnya persoalan tersebut juga disebabkan akibat buruknya
koordinasi dengan pihak kepolisan maupun TNI. Sehingga, kericuhan yang
seharusnya bisa dengan mudah dicegah, namun akhirnya pecah akibat kurangnya
koordinasi.

“Yang saya
tangkap, selama ini dari pihak lapas maupun rutan, biasanya mencoba
menyelesaikan sendiri. Kalau tak bisa, baru mereka meminta bantuan,” ungkapnya.

Agar kasus
itu tak kembali terulang dan menyebar ke beberapa wilayah, Trubus menyarankan
segera dilakukan pembenahan. Bukan hanya Kalapas maupun Karutan yang selalu
dijadikan kambing hitam, namun pembenahan menyeluruh harus diambil.

“Pucuk
tertinggi yang seharusnya mengambil sikap atas gagalnya masalah ini, seperti
Dirjen PAS Sri Puguh Utami maupun Lilik Sujandi selaku Direktur Keamanan Lapas
Rutan seluruh Indonesia sebaiknya mengundurkan diri bila memang sudah tak
mampu,” tegasnya.

Baca Juga :  Covid-19 Jadi Bencana Nasional, Pemerintah Tetap Belum Pikirkan Lockdo

Persoalan
dalam pembinaan pegawai lapas, sambung Trubus, juga selama ini lebih bersifat
seremonial dan hanya sekedar rutinitas. Yang paling menonjol adalah jarangnya
dilakukan mutasi di tubuh pegawai.

“Memang
mengacu dari peraturan yang ada, programnya setiap dua tahun sekali di mutasi,
tapi nyatanya tidak. Mereka bisa bertahan di satu tempat dalam waktu lama,”
tukasnya.

Teranyar,
kasus kebakaran terjadi di Rutan Klas II B, Sigli, Aceh. Akibatnya tujuh orang
sempat melarikan diri dari peristiwa tersebut.

Peristiwa
kebakaran tersebut terjadi pada Senin, 3 Juni 2019, sekitar pukul 12.00 WIB.
Peristiwa itu diduga berawal dari kesalahpahaman antara warga binaan dan
seorang petugas. Mereka kemudian cekcok yang berujung pada pembakaran dan
kerusuhan.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru