26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tanggapi Kritikan Walhi, Pemerintah Tegaskan Tak Obral Izin Tambang d

KEPALA
Staf Kepresidena Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menegaskan pemerintahan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah mengobral izin kepada perusahaan kelapa sawit
dan tambang di Kalimantan Selatan. Hal ini menanggapi kritikan Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menyebut banjir di tanah Borneo itu
terjadi karena kerusakan hutan akibat adanya tambang dan perkebunan kelapa
sawit.

“Ya saya pikir zamannya Pak Jokowi itu, mungkin kita
lihatlah. Tidak mengeluarkan izin-izin baru. Jadi mungkin perlu kita lihat
lebih dalam seberapa banyak sih, izin yang sudah diberikan dalam kepemimpinan
beliau,” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/1).

Mantan Panglima TNI ini menuturkan, izin-izin perusahaan
tambang dan kelapa sawit yang diberikan oleh pemerintah sangatlah kecil.
Sehingga dia meminta publik untuk bisa membandingkannya. “Menurut saya bisa
dikatakan sangat kecil. Saya enggak tahu persis ya. Namun intinya bahwa selama
pemerintahan Presiden Jokowi tidak obral dengan izin-izin. Poinnya di situ,”
katanya.

Baca Juga :  Kementerian dan Pemda Diminta Sinergis

Moeldoko juga memastikan pemerintah sudah melakukan
antisipasi mengenai bencana alam di Indonesia. Salah satunya adalah membentuk
Perpres 87 tahun 2020 tentang rencana induk penanggulangan bencana tahun 2020
sampai dengan 2044.

“Terdiri dari lima tahapan jangka waktu per lima tahunan
yang di dalamnya terkandung. Pertama adalah pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana. Kedua pemahaman tentang kerentanan masyarakat,” ungkapnya.

“Ketiga analisis kemungkinan dampak bencana. Keempat
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana. Kelima penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana. Keenam alokasi tugas kewenangan dan
sumber daya yang tersedia,” tambahnya.

Namun demikian, jika masih adanya bencana itu bukanlah
kehendak dari pemerintah. Sebab memang bencana tidak bisa dikendalikan.
Terpenting pemerintah sudah menyiapkan sejumlah lembaga yang fokus dalam
penanganan bencana. “Karena ada BNPB, ada Basarnas dan seterusnya itu semuanya
diperkuat sampai dengan daerah,” pungkasnya.

Baca Juga :  Pemerintah Larang Warga Iran, Italia dan Korsel Masuk Indonesia

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan banjir di
tanah Borneo tersebut terjadi karena rusaknya ekologi.

Dia menuturkan, Kalimantan Selatan yang luasanya mencapai
3.7 hektare sebanyak 50 persennya sudah dipakai untuk tambang. Kemudian 33
persen hutan di sana sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Jadi ini daya tampung lingkungan di Kalsel sudah rusak,” katanya.

Oleh sebab itu, Kisworo menuturkan, banjir tersebut
akibat rusaknya ekologi di karena hutan-hutan sudah beralihfungsi menjadi
tambang dan perkebunan sawit. “Ini darurat tata ruang dan darurat bencana
ekologis. Nah ini kejadian, gambut itu kan meresap air. Sehingga tata kelola
air rusak,” pungkasnya.

KEPALA
Staf Kepresidena Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menegaskan pemerintahan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah mengobral izin kepada perusahaan kelapa sawit
dan tambang di Kalimantan Selatan. Hal ini menanggapi kritikan Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menyebut banjir di tanah Borneo itu
terjadi karena kerusakan hutan akibat adanya tambang dan perkebunan kelapa
sawit.

“Ya saya pikir zamannya Pak Jokowi itu, mungkin kita
lihatlah. Tidak mengeluarkan izin-izin baru. Jadi mungkin perlu kita lihat
lebih dalam seberapa banyak sih, izin yang sudah diberikan dalam kepemimpinan
beliau,” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/1).

Mantan Panglima TNI ini menuturkan, izin-izin perusahaan
tambang dan kelapa sawit yang diberikan oleh pemerintah sangatlah kecil.
Sehingga dia meminta publik untuk bisa membandingkannya. “Menurut saya bisa
dikatakan sangat kecil. Saya enggak tahu persis ya. Namun intinya bahwa selama
pemerintahan Presiden Jokowi tidak obral dengan izin-izin. Poinnya di situ,”
katanya.

Baca Juga :  Kementerian dan Pemda Diminta Sinergis

Moeldoko juga memastikan pemerintah sudah melakukan
antisipasi mengenai bencana alam di Indonesia. Salah satunya adalah membentuk
Perpres 87 tahun 2020 tentang rencana induk penanggulangan bencana tahun 2020
sampai dengan 2044.

“Terdiri dari lima tahapan jangka waktu per lima tahunan
yang di dalamnya terkandung. Pertama adalah pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana. Kedua pemahaman tentang kerentanan masyarakat,” ungkapnya.

“Ketiga analisis kemungkinan dampak bencana. Keempat
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana. Kelima penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana. Keenam alokasi tugas kewenangan dan
sumber daya yang tersedia,” tambahnya.

Namun demikian, jika masih adanya bencana itu bukanlah
kehendak dari pemerintah. Sebab memang bencana tidak bisa dikendalikan.
Terpenting pemerintah sudah menyiapkan sejumlah lembaga yang fokus dalam
penanganan bencana. “Karena ada BNPB, ada Basarnas dan seterusnya itu semuanya
diperkuat sampai dengan daerah,” pungkasnya.

Baca Juga :  Pemerintah Larang Warga Iran, Italia dan Korsel Masuk Indonesia

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan banjir di
tanah Borneo tersebut terjadi karena rusaknya ekologi.

Dia menuturkan, Kalimantan Selatan yang luasanya mencapai
3.7 hektare sebanyak 50 persennya sudah dipakai untuk tambang. Kemudian 33
persen hutan di sana sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Jadi ini daya tampung lingkungan di Kalsel sudah rusak,” katanya.

Oleh sebab itu, Kisworo menuturkan, banjir tersebut
akibat rusaknya ekologi di karena hutan-hutan sudah beralihfungsi menjadi
tambang dan perkebunan sawit. “Ini darurat tata ruang dan darurat bencana
ekologis. Nah ini kejadian, gambut itu kan meresap air. Sehingga tata kelola
air rusak,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru