31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Antisipasi Kebijakan Uni Eropa, Gapki: Jaga Pasar CPO Asia Selatan

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyarankan
segenap 
stakeholder sawit untuk menjaga pasar Asia Selatan
sebagai market strategis. Misalnya, Pakistan dan India yang pada tahun-tahun
sebelumnya mencatatkan permintaan yang signifikan. Tujuannya, mengantisipasi
pasar CPO di Uni Eropa yang tersendat.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menyatakan, India adalah
importir terbesar minyak sawit Indonesia. Sementara itu, Pakistan adalah
importir keempat setelah Tiongkok dan Uni Eropa.

Dia menyebutkan, pada 2018 total volume ekspor minyak sawit
Indonesia ke Pakistan mencapai 2,5 juta ton. “Asia Selatan adalah pasar
strategis yang harus dijaga. Selain Pakistan, tentu saja India dan Bangladesh,”
ujar Mukti akhir pekan lalu.

Memang pasar-pasar tersebut juga tak terlepas dari naik
turunnya demand. Pasar India, misalnya. Realisasi ekspor 2018
tercatat 6,7 juta ton, turun dari realisasi 2017 yang 7,6 juta ton. Mukti
menyatakan, secara volume, permintaan India memang masih tergolong besar meski
melandai.

Baca Juga :  Kakorlantas Bantah Izinkan Mudik Sebelum 6 Mei

Penurunan kinerja ekspor produk minyak sawit tersebut tidak
terlepas dari kebijakan bea masuk di India yang lebih tinggi terhadap minyak
sawit Indonesia daripada Malaysia.

“Ini membuat sawit kita kalah kompetitif dengan Malaysia. Namun,
kebijakan tersebut sudah diubah dan sekarang tarifnya sama dengan Malaysia,”
tambahnya.

Pada akhir tahun lalu, pemerintah India sempat mengeluarkan
kebijakan penurunan impor tarif produk kelapa sawit. Itu tentu memberikan
sinyal positif bagi produk minyak sawit Indonesia. Namun, pada waktu yang
hampir sama, yakni pada awal 2020, India mengeluarkan kebijakan untuk melarang
impor produk olahan minyak sawit.

“Kami masih menunggu bagaimana penerapan kebijakan baru dari
pemerintah India tersebut. Yang pasti, dua kebijakan itu saling bertentangan,”
urainya.

Baca Juga :  AMSI Resmi Jadi Konstituen Dewan Pers

Selain India dan Pakistan, Mukti menyatakan, pasar Bangladesh
perlu ditingkatkan. Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia ke Bangladesh
mencapai 1,4 juta ton pada 2018. Secara keseluruhan, Gapki mengaku tak
berekspektasi tinggi bahwa ekspor CPO Indonesia ke depannya mampu mengalahkan
rekor dua tahun terakhir.

Sebab, penggunaan minyak kelapa sawit di dalam negeri bakal
ditingkatkan sebagai bahan campuran biodiesel untuk kendaraan bermotor.
“Penggunaan domestik akan meningkat. Apalagi, ada program biodiesel 50 persen,”
ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono.(jpc)

 

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyarankan
segenap 
stakeholder sawit untuk menjaga pasar Asia Selatan
sebagai market strategis. Misalnya, Pakistan dan India yang pada tahun-tahun
sebelumnya mencatatkan permintaan yang signifikan. Tujuannya, mengantisipasi
pasar CPO di Uni Eropa yang tersendat.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menyatakan, India adalah
importir terbesar minyak sawit Indonesia. Sementara itu, Pakistan adalah
importir keempat setelah Tiongkok dan Uni Eropa.

Dia menyebutkan, pada 2018 total volume ekspor minyak sawit
Indonesia ke Pakistan mencapai 2,5 juta ton. “Asia Selatan adalah pasar
strategis yang harus dijaga. Selain Pakistan, tentu saja India dan Bangladesh,”
ujar Mukti akhir pekan lalu.

Memang pasar-pasar tersebut juga tak terlepas dari naik
turunnya demand. Pasar India, misalnya. Realisasi ekspor 2018
tercatat 6,7 juta ton, turun dari realisasi 2017 yang 7,6 juta ton. Mukti
menyatakan, secara volume, permintaan India memang masih tergolong besar meski
melandai.

Baca Juga :  Kakorlantas Bantah Izinkan Mudik Sebelum 6 Mei

Penurunan kinerja ekspor produk minyak sawit tersebut tidak
terlepas dari kebijakan bea masuk di India yang lebih tinggi terhadap minyak
sawit Indonesia daripada Malaysia.

“Ini membuat sawit kita kalah kompetitif dengan Malaysia. Namun,
kebijakan tersebut sudah diubah dan sekarang tarifnya sama dengan Malaysia,”
tambahnya.

Pada akhir tahun lalu, pemerintah India sempat mengeluarkan
kebijakan penurunan impor tarif produk kelapa sawit. Itu tentu memberikan
sinyal positif bagi produk minyak sawit Indonesia. Namun, pada waktu yang
hampir sama, yakni pada awal 2020, India mengeluarkan kebijakan untuk melarang
impor produk olahan minyak sawit.

“Kami masih menunggu bagaimana penerapan kebijakan baru dari
pemerintah India tersebut. Yang pasti, dua kebijakan itu saling bertentangan,”
urainya.

Baca Juga :  AMSI Resmi Jadi Konstituen Dewan Pers

Selain India dan Pakistan, Mukti menyatakan, pasar Bangladesh
perlu ditingkatkan. Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia ke Bangladesh
mencapai 1,4 juta ton pada 2018. Secara keseluruhan, Gapki mengaku tak
berekspektasi tinggi bahwa ekspor CPO Indonesia ke depannya mampu mengalahkan
rekor dua tahun terakhir.

Sebab, penggunaan minyak kelapa sawit di dalam negeri bakal
ditingkatkan sebagai bahan campuran biodiesel untuk kendaraan bermotor.
“Penggunaan domestik akan meningkat. Apalagi, ada program biodiesel 50 persen,”
ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru