26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tak Gunakan Masker, Didenda Rp 250 Ribu

JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta akan bertindak lebih tegas
terhadap masyarakat yang melanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 41/2020 tentang
sanksi bagi pelanggar PSBB.

Sanksi yang akan dikenakan kepada
pelanggar mulai dari teguran tertulis, kerja sosial, hingga bayar denda.

Pasal 3 dalam salinan Pergub
41/2020 yang diteken Anies itu menyebutkan, setiap orang yang tidak
melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah pada tempat umum atau
fasilitas umum selama pemberlakuan pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi: a.
administratif teguran tertulis; b. kerja sosial berupa membersihkan sarana
fasilitas umum dengan mengenakan rompi; atau c. denda administratif paling
sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu) dan paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).

Salah satu pelanggaran yang
memuat ketiga sanksi itu dalam satu pasal adalah pelanggaran tidak menggunakan
masker saat di tempat umum. Hampir seluruh pelanggaran yang tertuang mulai dari
Pasal 3 hingga Pasal 15 mengatur sanksi denda berbayar selain pelanggaran
kegiatan belajar di institusi pendidikan dan pelanggaran kegiatan keagamaan di
masa PSBB.

Untuk kedua pelanggar kegiatan
belajar dan keagamaan hanya diberikan saksi teguran tertulis yang diberikan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan dapat didampingi Petugas Kepolisian.
Nantinya sebagian besar penindakan penegakan hukum terutama pemberian denda
akan dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta.

Disusul beberapa Dinas terkait
seperti Dinas Perhubungan DKI untuk mengatur pembatasan transportasi, dan Dinas
Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta untuk pelanggaran dari
pengusaha ataupun perusahaan.

“Penerbitan Pergub 41/2020 ini
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap pembatasan jarak
(physical distancing) di masa pandemi COVID-19. Selain itu, juga penerapan
protokol pencegahan penyebaran Corona,” ujar Anies di Jakarta, Senin (11/5).

Selain itu, Pergub itu juga
diharapkan dapat memberikan kepastian hukum pengenaan sanksi dalam pelaksanaan
PSBB. Pergub itu diteken Anies pada bulan lalu. Tepatnya Rabu (30/4) dan
diundangkan oleh Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayab Yuhanah di hari yang sama.
Namun baru diunggah pada Senin (11/5) di situs resmi jdih.jakarta.go.id.

Baca Juga :  Secara Teknis Garuda Indonesia Sudah Bangkrut

Sementara itu, lebijakan
pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi hambatan untuk
mencapai tujuan besar memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Relaksasi dapat
dilakukan jika pertambahan kasus COVID-19 melandai atau 19 menurun dan stabil,
seperti yang dipraktikkan di sejumlah negara lain.

“Di Indonesia, kita belum lihat
ada kurva yang menurun atau kurva yang stabil melandai, atau yang stabil
terus,” kata Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi di Jakarta, Senin (11/5). Sehingga
jika menerapkan pelonggaran PSBB, bisa berdampak pada peningkatan kasus
COVID-19. “Negara lain mengeluarkan aturan relaksasi ketika pertambahannya itu
melandai,” imbuh Rusli.

Dia mempertanyakan indikator yang
dipertimbangkan dan dasar pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah dalam
perencanaan pelonggaran PSBB. Rusli mengharapkan pemerintah tidak terburu-buru
melakukan pelonggaran PSBB.

PSBB penting untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19. Saat PSBB dijalankan, protokol kesehatan harus
tetap dilakukan. Seperti karantina diri saat sampai di daerah tujuan dari daerah
asal, menjaga jarak, dan menggunakan masker saat ke luar rumah. Saat PSSB
dijalankan, lanjut Chotib, masih terdapat banyak pengguna kendaraan bermotor
tanpa helm dan tanpa masker bahkan berboncengan di Jakarta. Padahal hal itu
tidak diperbolehkan selama PSBB. “Kemudian yang harusnya berada di dalam rumah
ternyata masih banyak kegiatan-di luar rumah,” tuturnya.

Di tengah kota Jakarta saja,
pemberlakuan PSBB juga tidak seketat yang dibayangkan. Karena jalan-jalan di
Jakarta masih tetap ramai. “Di daerah pinggiran kota, di pinggiran Jakarta
kegiatan itu seperti biasanya. Seperti tidak ada kejadian luar biasa.
Diperketat saja seperti ini, apalagi dilonggarkan,” ucapnya.(rh/fin)

Baca Juga :  Persoalan Ini Menjadi Tantangan Terbesar 3M

Dia mengatakan saat ini sebaiknya
PSBB diperketat, dilonggarkan. Karena lalu lintas kendaraan di jalanan sudah
mulai kelihatan normal seperti sebelum pandemi. Padahal saat ini jumlah kasus
COVID-19 belum menurun.

Ketika pelonggaran itu
diberlakukan, tidak berarti masyarakat tetap disiplin melakukan jaga jarak,
menggunakan masker dan upaya pencegahan lain. “Saya yakin bahwa begitu
pelonggaran-pelonggaran ini diberikan, lihat nanti angka penyebaran itu akan
meningkat dalam dua minggu ke depan,” tukasnya.

Hal senada disampaikan Peneliti
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Chotib
Hasan. Dia menganjurkan PSBB harus diperketat. Karena saat ini tren kasus
COVID-19 masih bersifat fluktuatif dan belum ada tanda-tanda menurun. “Harusnya
PSBB malah diperketat. Kita lihat kondisi PSBB sekarang saja banyak masyarakat
yang tidak disiplin,” ujar Chotib di Jakarta, Senin (11/5).

PSBB penting untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19. Saat PSBB dijalankan, protokol kesehatan harus
tetap dilakukan. Seperti karantina diri saat sampai di daerah tujuan dari
daerah asal, menjaga jarak, dan menggunakan masker saat ke luar rumah. Saat
PSSB dijalankan, lanjut Chotib, masih terdapat banyak pengguna kendaraan bermotor
tanpa helm dan tanpa masker bahkan berboncengan di Jakarta. Padahal hal itu
tidak diperbolehkan selama PSBB. “Kemudian yang harusnya berada di dalam rumah
ternyata masih banyak kegiatan-di luar rumah,” tuturnya.

Di tengah kota Jakarta saja,
pemberlakuan PSBB juga tidak seketat yang dibayangkan. Karena jalan-jalan di
Jakarta masih tetap ramai. “Di daerah pinggiran kota, di pinggiran Jakarta
kegiatan itu seperti biasanya. Seperti tidak ada kejadian luar biasa.
Diperketat saja seperti ini, apalagi dilonggarkan,” ucapnya.

JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta akan bertindak lebih tegas
terhadap masyarakat yang melanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 41/2020 tentang
sanksi bagi pelanggar PSBB.

Sanksi yang akan dikenakan kepada
pelanggar mulai dari teguran tertulis, kerja sosial, hingga bayar denda.

Pasal 3 dalam salinan Pergub
41/2020 yang diteken Anies itu menyebutkan, setiap orang yang tidak
melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah pada tempat umum atau
fasilitas umum selama pemberlakuan pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi: a.
administratif teguran tertulis; b. kerja sosial berupa membersihkan sarana
fasilitas umum dengan mengenakan rompi; atau c. denda administratif paling
sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu) dan paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).

Salah satu pelanggaran yang
memuat ketiga sanksi itu dalam satu pasal adalah pelanggaran tidak menggunakan
masker saat di tempat umum. Hampir seluruh pelanggaran yang tertuang mulai dari
Pasal 3 hingga Pasal 15 mengatur sanksi denda berbayar selain pelanggaran
kegiatan belajar di institusi pendidikan dan pelanggaran kegiatan keagamaan di
masa PSBB.

Untuk kedua pelanggar kegiatan
belajar dan keagamaan hanya diberikan saksi teguran tertulis yang diberikan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan dapat didampingi Petugas Kepolisian.
Nantinya sebagian besar penindakan penegakan hukum terutama pemberian denda
akan dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta.

Disusul beberapa Dinas terkait
seperti Dinas Perhubungan DKI untuk mengatur pembatasan transportasi, dan Dinas
Ketenagakerjaan, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta untuk pelanggaran dari
pengusaha ataupun perusahaan.

“Penerbitan Pergub 41/2020 ini
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap pembatasan jarak
(physical distancing) di masa pandemi COVID-19. Selain itu, juga penerapan
protokol pencegahan penyebaran Corona,” ujar Anies di Jakarta, Senin (11/5).

Selain itu, Pergub itu juga
diharapkan dapat memberikan kepastian hukum pengenaan sanksi dalam pelaksanaan
PSBB. Pergub itu diteken Anies pada bulan lalu. Tepatnya Rabu (30/4) dan
diundangkan oleh Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayab Yuhanah di hari yang sama.
Namun baru diunggah pada Senin (11/5) di situs resmi jdih.jakarta.go.id.

Baca Juga :  Secara Teknis Garuda Indonesia Sudah Bangkrut

Sementara itu, lebijakan
pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi hambatan untuk
mencapai tujuan besar memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Relaksasi dapat
dilakukan jika pertambahan kasus COVID-19 melandai atau 19 menurun dan stabil,
seperti yang dipraktikkan di sejumlah negara lain.

“Di Indonesia, kita belum lihat
ada kurva yang menurun atau kurva yang stabil melandai, atau yang stabil
terus,” kata Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi di Jakarta, Senin (11/5). Sehingga
jika menerapkan pelonggaran PSBB, bisa berdampak pada peningkatan kasus
COVID-19. “Negara lain mengeluarkan aturan relaksasi ketika pertambahannya itu
melandai,” imbuh Rusli.

Dia mempertanyakan indikator yang
dipertimbangkan dan dasar pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah dalam
perencanaan pelonggaran PSBB. Rusli mengharapkan pemerintah tidak terburu-buru
melakukan pelonggaran PSBB.

PSBB penting untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19. Saat PSBB dijalankan, protokol kesehatan harus
tetap dilakukan. Seperti karantina diri saat sampai di daerah tujuan dari daerah
asal, menjaga jarak, dan menggunakan masker saat ke luar rumah. Saat PSSB
dijalankan, lanjut Chotib, masih terdapat banyak pengguna kendaraan bermotor
tanpa helm dan tanpa masker bahkan berboncengan di Jakarta. Padahal hal itu
tidak diperbolehkan selama PSBB. “Kemudian yang harusnya berada di dalam rumah
ternyata masih banyak kegiatan-di luar rumah,” tuturnya.

Di tengah kota Jakarta saja,
pemberlakuan PSBB juga tidak seketat yang dibayangkan. Karena jalan-jalan di
Jakarta masih tetap ramai. “Di daerah pinggiran kota, di pinggiran Jakarta
kegiatan itu seperti biasanya. Seperti tidak ada kejadian luar biasa.
Diperketat saja seperti ini, apalagi dilonggarkan,” ucapnya.(rh/fin)

Baca Juga :  Persoalan Ini Menjadi Tantangan Terbesar 3M

Dia mengatakan saat ini sebaiknya
PSBB diperketat, dilonggarkan. Karena lalu lintas kendaraan di jalanan sudah
mulai kelihatan normal seperti sebelum pandemi. Padahal saat ini jumlah kasus
COVID-19 belum menurun.

Ketika pelonggaran itu
diberlakukan, tidak berarti masyarakat tetap disiplin melakukan jaga jarak,
menggunakan masker dan upaya pencegahan lain. “Saya yakin bahwa begitu
pelonggaran-pelonggaran ini diberikan, lihat nanti angka penyebaran itu akan
meningkat dalam dua minggu ke depan,” tukasnya.

Hal senada disampaikan Peneliti
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Chotib
Hasan. Dia menganjurkan PSBB harus diperketat. Karena saat ini tren kasus
COVID-19 masih bersifat fluktuatif dan belum ada tanda-tanda menurun. “Harusnya
PSBB malah diperketat. Kita lihat kondisi PSBB sekarang saja banyak masyarakat
yang tidak disiplin,” ujar Chotib di Jakarta, Senin (11/5).

PSBB penting untuk memutus mata
rantai penyebaran COVID-19. Saat PSBB dijalankan, protokol kesehatan harus
tetap dilakukan. Seperti karantina diri saat sampai di daerah tujuan dari
daerah asal, menjaga jarak, dan menggunakan masker saat ke luar rumah. Saat
PSSB dijalankan, lanjut Chotib, masih terdapat banyak pengguna kendaraan bermotor
tanpa helm dan tanpa masker bahkan berboncengan di Jakarta. Padahal hal itu
tidak diperbolehkan selama PSBB. “Kemudian yang harusnya berada di dalam rumah
ternyata masih banyak kegiatan-di luar rumah,” tuturnya.

Di tengah kota Jakarta saja,
pemberlakuan PSBB juga tidak seketat yang dibayangkan. Karena jalan-jalan di
Jakarta masih tetap ramai. “Di daerah pinggiran kota, di pinggiran Jakarta
kegiatan itu seperti biasanya. Seperti tidak ada kejadian luar biasa.
Diperketat saja seperti ini, apalagi dilonggarkan,” ucapnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru