26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pemerintah Imbau TKI Tak Nekat Kerja di Timur Tengah

Rentetan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara-negara
Timur Tengah seperti tidak ada habisnya. Mulai dari tindak kekerasan, lemahnya
jaminan perlindungan, hingga gaji yang tak kunjung dibayar.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menghentikan dan
melarang TKI yang bekerja untuk perseorangan di 19 negara Timur Tengah. ”Kami
menengarai masih banyak warga kita yang berangkat ke sana untuk bekerja,” ucap
Plh. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia
(PWNI/BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, saat ditemui di kantornya
Selasa (6/8).

Ketika menyalahi peraturan tersebut, maka TKI yang nekat
berangkat tidak terlindungi hak-haknya. Karena, tidak memiliki kontrak kerja.
Padahal, kontrak kerja itu yang menjadi pelindung utama. Tercantum berbagai
ketentuan dan hak yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Baik pengguna
jasa maupun TKI tersebut.

Celah itu yang kemudian dimanfaatkan oknum pengguna jasa untuk
menyodorkan surat pernyataan tidak resmi. Cara tersebut dilakukan agar sang
majikan terhindar dari kewajiban membayar upah bulanan. Seperti yang terjadi di
Arab Saudi. Dalam pernyataan resmi, Konsulat Jenderal Republik
Indonesia (KJRI) Jeddah sukses mencairkan gaji pekerja migrant
Indonesia (PMI) atau TKI yang tidak dibayarkan oleh pengguna jasa sebesar Rp
7,6 miliar.

Total, ada 105 orang TKI. Mayoritas, bekerja sebagai asisten
rumah tangga (ART). Masa tunggakan gaji paling lama adalah 15 tahun. Konsul
Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery menuturkan, tunggakan upah yang
menumpuk membuat majikan berusaha tidak memenuhi kewajibannya.

Baca Juga :  Wapres JK Kritisi Perubahan Kurikulum

”Ada yang nyuruh pembantunya cap jempol atau tanda
tangan. Padahal pembantu tidak mengerti isinya. Ada pula yang melaporkan
pekerjanya kabur, sehingga dia tidak perlu bayar gajinya setelah pekerjanya itu
dideportasi. Macam-macam. Tapi tetap kami kejar dia sampai bayar,” terang Hery.

Menurut Hery, para TKI yang melapor umumnya diberangkatkan
dengan mengantongi visa ziarah. Sesampainya di Arab Saudi, mereka diberikan
kartu izin menetap dan bekerja. Yang lebih miris, para pejuang devisa itu juga
tidak memiliki keahlian khusus. Sehingga, ketika bekerja hanya sebagai sopir
maupun ART.

Tak ayal, kasus yang dihadapi semacam itu menjadi kompleks.
Artinya, kata Judha, para WNI yang berangkat unprocedural itu
tidak diberi pembekalan sebelumnya. Mengenai apa saja hak-hak mereka, fungsi
kontrak kerja, hingga ketika ada masalah bagaimana mereka harus mengadu ke
perwakilan RI. ”Makanya, ketika mereka disodorkan satu dokumen, disuruh cap,
bahkan mereka mungkin tidak paham dengan isinya, ya mereka asal cap saja,”
ujarnya.

Judha mengimbau, agar masyarakat yang ingin bekerja di luar
negeri jangan memaksakan diri ketika mengetahui negara di timur tengah ditutup.
Sebab, hal tersebut membuat proses perlindungan akan semakin kompleks dan
sulit.

Kasus gaji yang dikemplang majikan itu sebenarnya bisa
dihindari. Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI),
tenaga kerja sudah dibekali dengan informasi-informasi agar tidak ada kasus tak
dapat gaji. “Kan sebelum berangkat ada pelatihan. Pada saat pembekalan akhir,
ada penjelasan soal hak dan kewajiban TKI serta pihak yang merekrut,” jelas
Deputi Perlindungan TKI Anjar Prihantono.

Baca Juga :  Ganjar Wujudkan Impian Warga Desa Muncang

TKI harus memperhatikan dokumen-dokumen perjanjian. Sebelum
mulai bekerja, perusahaan atau perekrut harus menandatangani dokumen tentang
hak-hak dan kewajiban si tenaga kerja. Di dalamnya harus ada juga perincian
tentang gaji. TKI perlu menghitung berapa penghasilan yang seharusnya didapat,
sehingga ketika nominalnya kurang atau bahkan tidak dipenuhi sama sekali,
mereka bisa mengambil tindakan. “Kita nggak tahu majikannya seperti apa, jadi (TKI)
harus rajin-rajin melapor ke kantor perwakilan kita yang ada di sana,” tutur
Anjar.

Karena itu, Anjar menjelaskan bahwa TKI harus mendaftar lewat
jalur yang legal agar hak-haknya terjamin. Setiap kabupaten/kota yang mengirim
tenaga kerja ke luar negeri diwajibkan memasukkan data-data TKI ke dalam sistem
komputerisasi BNP2TKI. Perjanjian kerja juga harus diketahui oleh kantor
perwakilan di negara tujuan. ”Perjanjian kerja harus disetujui kantor
perwakilan, sehingga kalau ada masalah bisa langsung dicek,” lanjutnya.

Langkah antisipasi dengan memperhatikan dokumen secara cermat
setidaknya bisa mempermudah TKI. Jika sudah terlanjur mengajukan perkara ke
ranah hukum, kemungkinan tetap bisa terselesaikan, tetapi membutuhkan waktu
lebih lama. “Kita pasti sudah sampaikan langkah-langkah itu dari
pelatihan-pelatihan yang ada,” pungkasnya.(jpg)

 

Rentetan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara-negara
Timur Tengah seperti tidak ada habisnya. Mulai dari tindak kekerasan, lemahnya
jaminan perlindungan, hingga gaji yang tak kunjung dibayar.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menghentikan dan
melarang TKI yang bekerja untuk perseorangan di 19 negara Timur Tengah. ”Kami
menengarai masih banyak warga kita yang berangkat ke sana untuk bekerja,” ucap
Plh. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia
(PWNI/BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, saat ditemui di kantornya
Selasa (6/8).

Ketika menyalahi peraturan tersebut, maka TKI yang nekat
berangkat tidak terlindungi hak-haknya. Karena, tidak memiliki kontrak kerja.
Padahal, kontrak kerja itu yang menjadi pelindung utama. Tercantum berbagai
ketentuan dan hak yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Baik pengguna
jasa maupun TKI tersebut.

Celah itu yang kemudian dimanfaatkan oknum pengguna jasa untuk
menyodorkan surat pernyataan tidak resmi. Cara tersebut dilakukan agar sang
majikan terhindar dari kewajiban membayar upah bulanan. Seperti yang terjadi di
Arab Saudi. Dalam pernyataan resmi, Konsulat Jenderal Republik
Indonesia (KJRI) Jeddah sukses mencairkan gaji pekerja migrant
Indonesia (PMI) atau TKI yang tidak dibayarkan oleh pengguna jasa sebesar Rp
7,6 miliar.

Total, ada 105 orang TKI. Mayoritas, bekerja sebagai asisten
rumah tangga (ART). Masa tunggakan gaji paling lama adalah 15 tahun. Konsul
Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery menuturkan, tunggakan upah yang
menumpuk membuat majikan berusaha tidak memenuhi kewajibannya.

Baca Juga :  Wapres JK Kritisi Perubahan Kurikulum

”Ada yang nyuruh pembantunya cap jempol atau tanda
tangan. Padahal pembantu tidak mengerti isinya. Ada pula yang melaporkan
pekerjanya kabur, sehingga dia tidak perlu bayar gajinya setelah pekerjanya itu
dideportasi. Macam-macam. Tapi tetap kami kejar dia sampai bayar,” terang Hery.

Menurut Hery, para TKI yang melapor umumnya diberangkatkan
dengan mengantongi visa ziarah. Sesampainya di Arab Saudi, mereka diberikan
kartu izin menetap dan bekerja. Yang lebih miris, para pejuang devisa itu juga
tidak memiliki keahlian khusus. Sehingga, ketika bekerja hanya sebagai sopir
maupun ART.

Tak ayal, kasus yang dihadapi semacam itu menjadi kompleks.
Artinya, kata Judha, para WNI yang berangkat unprocedural itu
tidak diberi pembekalan sebelumnya. Mengenai apa saja hak-hak mereka, fungsi
kontrak kerja, hingga ketika ada masalah bagaimana mereka harus mengadu ke
perwakilan RI. ”Makanya, ketika mereka disodorkan satu dokumen, disuruh cap,
bahkan mereka mungkin tidak paham dengan isinya, ya mereka asal cap saja,”
ujarnya.

Judha mengimbau, agar masyarakat yang ingin bekerja di luar
negeri jangan memaksakan diri ketika mengetahui negara di timur tengah ditutup.
Sebab, hal tersebut membuat proses perlindungan akan semakin kompleks dan
sulit.

Kasus gaji yang dikemplang majikan itu sebenarnya bisa
dihindari. Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI),
tenaga kerja sudah dibekali dengan informasi-informasi agar tidak ada kasus tak
dapat gaji. “Kan sebelum berangkat ada pelatihan. Pada saat pembekalan akhir,
ada penjelasan soal hak dan kewajiban TKI serta pihak yang merekrut,” jelas
Deputi Perlindungan TKI Anjar Prihantono.

Baca Juga :  Ganjar Wujudkan Impian Warga Desa Muncang

TKI harus memperhatikan dokumen-dokumen perjanjian. Sebelum
mulai bekerja, perusahaan atau perekrut harus menandatangani dokumen tentang
hak-hak dan kewajiban si tenaga kerja. Di dalamnya harus ada juga perincian
tentang gaji. TKI perlu menghitung berapa penghasilan yang seharusnya didapat,
sehingga ketika nominalnya kurang atau bahkan tidak dipenuhi sama sekali,
mereka bisa mengambil tindakan. “Kita nggak tahu majikannya seperti apa, jadi (TKI)
harus rajin-rajin melapor ke kantor perwakilan kita yang ada di sana,” tutur
Anjar.

Karena itu, Anjar menjelaskan bahwa TKI harus mendaftar lewat
jalur yang legal agar hak-haknya terjamin. Setiap kabupaten/kota yang mengirim
tenaga kerja ke luar negeri diwajibkan memasukkan data-data TKI ke dalam sistem
komputerisasi BNP2TKI. Perjanjian kerja juga harus diketahui oleh kantor
perwakilan di negara tujuan. ”Perjanjian kerja harus disetujui kantor
perwakilan, sehingga kalau ada masalah bisa langsung dicek,” lanjutnya.

Langkah antisipasi dengan memperhatikan dokumen secara cermat
setidaknya bisa mempermudah TKI. Jika sudah terlanjur mengajukan perkara ke
ranah hukum, kemungkinan tetap bisa terselesaikan, tetapi membutuhkan waktu
lebih lama. “Kita pasti sudah sampaikan langkah-langkah itu dari
pelatihan-pelatihan yang ada,” pungkasnya.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru