Site icon Prokalteng

Janganlah Mengeluh Kepada Musibah

janganlah-mengeluh-kepada-musibah

DALAM kehidupan di dunia
ini, manusia akan selalu bertemu dengan tantangan dan musibah. Tidak memandang
suku, bangsa, agama bahkan status sosial, semua yang hidup pasti akan diberikan
cobaan. Termasuk pula pendemi covid-19 yang kita hadapi di tahun 2020 ini,
merupakan ujian bagi seluruh penduduk bumi dari Allah Swt.

Setidaknya covid-19
telah membuat kehidupan kita berubah dari sebelumnya. Banyak pegawai yang hari
ini harus dirumahkan gara-gara virus ini. Tidak sedikit pula bisnis yang harus
gulung tikar dibuatnya. Ditambah lagi dengan kebutuhan hidup yang semakin melonjak
tinggi.

Lalu apakah
boleh kita mengeluh dengan semua hal yang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt itu?
Tidak bisa dipungkiri bahwa yang namanya manusia, tidak bisa lepas dari keluhan
dan kekesalan dalam menjalani ujian kehidupan, meskipun itu bentuk sayang Allah
kepada Hambanya.

Syaikh
Badiuzzaman Said Nursi, salah seorang ulama sufi kontemporer turki, dalam kitab
Al-Lama’at mengatakan bahwa
sesungguhnya manusia tidak berhak mengeluhkan musibah dan cobaan, baik berupa
penyakit, bencana alam, kelaparan maupun tragedi lain yang menimpanya. Menurut
beliau, ada tiga alasan mengapa kita tidak patut untuk mengeluhkan takdir yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Pertama, Allah
SWT menjadikan busana eksistensi yang Dia pakaikan kepada manusia sebagai
petunjuk atas kreasi-Nya. Sebab, pada dirinya pakaian eksistensi dapat diganti,
digunting, diubah dan dimodifikasi untuk menjelaskan manifestasi Asmaul Husna
yang beraneka ragam. Sebagaimana nama-Nya “Asy-Syafi” ( Maha
Menyembuhkan) menuntut adanya penyakit. Begitu juga “Ar-Razzaq (Maha
Pemberi Rizki) menuntut adanya rasa lapar. Sehingga manusia dapat sadar bahwa
dirinya lemah dan tak berdaya dihadapan sang Maha Kuasa.

Cobaan dan
musibah dapat menjadi peluruh potensi sifat sombong dan takabur yang bersemayam
dalam diri setiap insan. Kecongkakan manusia selama ini diluluh-lantakkan
dengan musibah yang menderitanya. Tentu ini bisa dimaknai sebagai peringatan
dan penguatan dari Allah kepada manusia bahwa mereka hanyalah hamba yang tak
kuasa dengan apapun.

Kedua,
sesungguhnya kehidupan jiwa manusia akan menjadi jernih oleh musibah dan bala,
serta menjadi bersih dan proporsional kedepannyaa. Semua itu menjadikan hidup
manusia lebih bermakna sebagai hamba Tuhan. Musibah dan cobaan menjadikan
manusia terdidik untuk mencari jalan keluarnya dengan selalu berusaha dan
bertawakal kepada-Nya. Akal manusia dipaksa untuk bergerilya mencari solusi
atas musibah yang telah menimpanya, dan hati manusia dituntut untuk berbesar hati
menerima musibah sebagai karunia-Nya. Sehingga akan muncul keseimbangan dalam
hidup manusia selanjutnya, dengan memposisikan akal dan hati setara tanpa ada
yang lebih utama.

Ketiga, dunia
merupakan medan ujian dan cobaan. Dunia adalah tempat beramal dan beribadah,
bukan tempat bersenang-senang dan berleha-leha, serta bukan pula tempat
menerima imbalan dan pahala. Selama dunia menjadi tempat beramal dan beribadah,
maka musibah dan penyakit akan menguatkan kedua hal tersebut selama diterima
dengan sabar. Musibah dan cobaan dapat menjadi suplemen peningkat kualitas
kedekatan hamba kepada Rabbnya. Iman akan semakin tumbuh dan mengembang karena
perasaan tak berdaya. Sehingga muncul sikap penghambaan secara kaffah kepada
Sang Pencipta.

Karena itulah
kita tidak diperkenankan untuk mengeluh terhadap musibah yang sedang menimpa
kita. Bahkan sebaliknya harus memperbanyak syukur dan Istighfar. Sebab Allah
Swt menjadikan musibah dan penyakit sebagai medium bagi kita agar
bertransformasi menjadi hamba yang lebih baik lagi di kemudian hari. Saat ini,
Allah Swt sedang memberi tanda kepada manusia melalui musibah, dan tugas kita
untuk memetik hikmah dari tanda-tanda tersebut.

Hal yang perlu
diingat adalah Allah itu Maha Bijaksana. Maka tidak mungkin musibah, ujian ataupun
cobaan itu ditimpakan kepada hamba tanpa diiringi dengan kemudahan serta jalan
keluar untuk melaluinya. Pasti Allah sudah menyiapkan itu semua dan kita hanya
perlu bersabar serta memperbanyak syukur dalam melalui ini semua. Sama seperti
pelaut handal yang membutuhkan badai dan ombak besar agar semakin tangguh, iman
pun membutuhkan ujian untuk menguatkan dan meningkatkan kualitasnya. Wallahua’lam Bisshowwab.

(Penulis adalah alumni UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan Pembimbing Kemasyarakatan Kelas II Pekalongan
)

Exit mobile version