PALANGKA
RAYA, KALTENGPOS.CO– Tak
bisa dimungkiri bahwa politik uang
masih sering dijumpai dalam tiap hajatan demokrasi. Praktik semacam ini hampir
terjadi di semua daerah yang menggelar pemilihan kepala
daerah (pilkada).
Seolah-olah
terbentuk menjadi suatu budaya sehingga masih sulit dihilangkan.
Padahal sesuai aturan
yang tertuang dalam Pasal 73 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, calon dan
atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk memengaruhi pemilih.
Kerja keras semua pihak
dituntut dalam gelaran pilkada ini. Selain fokus dalam pengawasan protokol
kesehatan (prokes), juga mencegah
terjadinya politik uang,
karena
sudah ada larangan politik uang dalam pemilu.
“Politik uang merupakan
pelecehan terhadap kecerdasan pemilih, merusak tatanan demokrasi, serta
meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan,†kata Komisioner
Bawaslu Kalteng Rudyanti, Kamis (22/10).
Diungkapkannya, kepada
calon yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut dan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU, serta dikenai
sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk terhadap
tim
kampanye yang melakukan pelanggaran.
“Selain calon atau
paslon, anggota partai politik (parpol), tim kampanye, dan relawan
atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan,â€
ungkapnya.
Hal-hal melawan hukum misalnya memengaruhi
pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara
tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah, dan
mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
“Pemberian sanksi
administrasi terhadap pelanggaran tidak menggugurkan sanksi pidana,†tegasnya.
Sedangkan pada pasal
76, parpol atau atau gabungan parpol yang mengusulkan pasangan calon dan
pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk
kampanye yang berasal dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya
masyarakat asing, dan warga negara asing.
“Termasuk penyumbang
atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya. Tidak boleh
pula dari pemerintah, BUMN, BUMD, ataupun BUMDes,†tegasnya.
Parpol yang mengusulkan
pasangan calon dan melanggar, lanjutnya, dikenai sanksi
berupa pembatalan paslon yang diusulkan. Terhadap paslon yang
melanggar ketentuan, maka sanksinya berupa pembatalan sebagai
pasangan calon.
Pihaknya juga
menyampaikan aturan sumbangan dana kampanye berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016. Dana Kampanye paslon yang diusulkan parpol atau gabungan
parpol dapat diperoleh dari beberapa pihak yang diperbolehkan menurut
undang-undang.
Di antaranya, sumbangan
parpol atau gabungan parpol yang mengusulkan paslon, sumbangan paslon dan
sumbangan pihak lain yang tidak mengikat, yang meliputi
sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta
“Sumbangan dana kampanye dari perseorangan
paling banyak Rp75 juta dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp750 juta,â€
pungkasnya.