Site icon Prokalteng

Mengalkulasi Ujung Mundurnya Bacawagub Kalteng

mengalkulasi-ujung-mundurnya-bacawagub-kalteng

      DINAMIKA
perpolitikan di Kalteng berkembang dinamis. Hal ini menyusul mundurnya Habib
Ismail bin Yahya dari bursa pencalonan bakal calon wagub di provinsi kita ini.
Tepatnya, bertepatan dengan peringatan empat tahun masa kepemimpinan Gubernur
dan Wakil Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran-Habib Said Ismail bin Yahya, atau
dikenal dengan SOHIB. Pernyataan mengejutkan justru dilontarkan orang nomor dua
di Pemprov Kalteng tersebut. Dirinya mundur
 
dari pencalonan berpasangan dengan Sugianto Sabran.

     Dengan memberi
legitimasi, sebagai alasan berdasarkan hasil dari berbagai pertimbangan dan salat
istikharah, melalui momen yang bahagia dan bertepatan dengan 4 tahun, dirinya
bersama Sugianto Sabran, dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur, dirinya
menyatakan mundur dari pencalonan sebagai bakal calon wakil gubernur. Menurut
Wagub ini, keputusan diambi untuk kebaikan semua.

Pernyataan Mengejutkan

   Pernyataan itu
dinilai  berbagai kalangan sebagai  hal yang mengejutkan. Sebab Sugianto Sabran
dan Habib Ismail, sempat menyatakan akan maju kembali sebagai pasangan calon
gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada Kalteng yang semula akan digelar
tahun ini. Pernyataan akan kembali berpasangannya SOHIB jilid II itu
disampaikan di depan publik saat Safari Dakwah Habib Umar bin Hafidz pada 2019
lalu. Hal itu pertama kali disampaikan Sugianto Sabran yang menyatakan SOHIB
akan kembali berpasangan. Hal yang dinilai wajar, sebab dalam kepemimpinan
keduanya bisa disebut tak ada problem dalam perjalanan kepemimpinannya.

   Pernyataan
mengejutkan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Tanfidziah Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) Kalteng ini,  menarik. Sebab
di samping selama kepemimpinan empat tahun tak ada masalah yang prinsip.
Keadaan ini juga dinilai banyak kalangan, disebut sebagai sebuah langkah yang
konservatif. Pasalnya dari perkembangan pencalonan kepala daerah tingkat
provinsi, tercatat selama ini pasangan petahana atau incumbent,  lebih diuntungkan dalam pencalonan periode
kedua.

Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa infrastruktur dan
suprastruktur politik di tingkat lokal lebih mereka kuasai. Peluang dukungan jajaran
birokrasi pun kemungkinan besar. karena sifat kemapanan yang selama ini tanpa
masalah.

Kecuali  jika dalam
masa kepemimpinannya tedapat hal-hal yang secara kasat mata menjadi hal yang
dipertimbangkan karena rekam jejak yang tidak baik. Apa lagi jika ada rekam
jejak terlibat dalam Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang kemudian
menjadikan namanya tercemar atau setidaknya terdegradasi karena berurusan
dengan hukum.

 Empat Tahun Tanpa
Masalah

Sekali lagi, untuk konkretnya kedua tokoh ini selama empa
tahun memimpin Kalteng tidak ada rekam jejak seperti itu. Apa lagiI keduanya
dalam percaturan politik sebagai tokoh partai juga tidak diragukan
kapabiltasnya. Belum lagi dalam kekuatan finansial yang relatif mapan,
khususnya Sugianto Sabran secara pribadi, sebagai salah satu penentu dalam
pencalonan kepala daerah.

Artinya bagi Sugianto Sabran, berdasarkan kalkulasi
sederhana tidak akan bermasalah dengan mundurnya sang calon pendamping ini.
Ibarat sebuah pasangan pengantin, siapapun yang akan dijadikan sebagai pasangan
tidak akan berpengaruh besar. Kalkulasi sederhana ini tentunya dengan catatan,
masa jabatan yang masih tersisa ini, tidak akan muncul permasalahan hukum yang
menjeratnya.

Terhadap penyataan mundur dari pencalonan oleh Habib, ia
didampingi sejumlah pengurus Parpol maupun oknum kader. Diantaranya, Kader
Partai Demokrat, kader Partai Gerindra, ada juga Kader PDI-P ada juga Kader
PAN, Kader Partai Buruh yang mengisyaratkan mendukung mundurnya Habib Ismail
sebagai bakal calon Wagub Sugianto Sabran dalam Pilgub Kalteng mendatang.

Hal itu sama sekali tidak dapat dimaknai secara arguemntum
a contrario. Artinya bukan sebagai bentuk dukungan partai yang sama terhadap
dirinya untuk maju sebagai bakal calon ataupun bakal wakil calon yang
kemungkinan akan dilakukannya. Situasai politik berubah dinamis. Pendampingan
pernyataan mundur tidak berkorelasi lurus dengan pencalonan. Pembatasan bahwa
mundurnya didukung itu satu hal. Namun permasalahan pencalonan adalah hal lain.

Pada sisi lain, pendampingan pencalonan juga tidak menjamin
kepada diraihnya suara dari partai yang besangkutan pada pelaksanaan
pencoblosan. Rakyat pemilih sudah cerdas. Dari pengalaman selama ini, para
pemilih lebih melihat kepada ketokohan calon daripada partai apa pengusungnya.

Belajar dari pengalaman di Seruyan pada Pilkada 2013
misalnya, kendatipun tidak dicalonkan oleh partai politik tetapi berangkat dari
jalur perseorangan bisa memenangkan pertarungan. Tergantung kepada ketokohan
dari sang calon. Inilah nampaknya yang merupakan pengalaman dari pelaksanaan
Pilkada yang tidak berbanding lurus dengan pencalonan oleh Parpol. Validitas
tokoh menentukan, dibandingkan dengan penialinan dari partai pengusung.

Artinya banyaknya partai pengusung bukan jaminan.
Sebagaimana dinyatakannya bahwa dirinya siap saja  jika nanti ada koalisi Parpol yang ingin
mengusungnya sebagai Calon Gubernur dalam Pilgub Kalteng mendatang, berhadapan
dengan sang incumbent merupakan pernyataan yang belum tentu diamini oleh
fungsionaris Parpol. Tentu semua tergantung pada perkembangan yang masih terus
berlangsung dinamis.

Apapun, kita berharap proses untuk hajat Pilkada ini
berlangsung mulus dan tanpa gejolak yang berarti. Berbagai peristiwa hendaknya
dimaknai sebagai asesori politik yang terus bekembang, hingga pelaksanaan
pencoblosan dan kita berharap semua berlangsung adem, ayem, tentram dan
berakhir dengan marem (puas) nya semua pihak.* Penulis adalah pengamat politik.

Exit mobile version