PROKALTENG.CO – Ada yang berbeda pada Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020. Sederet aturan
khusus diberlakukan demi menjamin pelaksanaan protokol kesehatan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
membagi waktu kedatangan pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi 5
waktu. Hal itu dilakukan guna menghindari adanya kerumunan pada hari H
pelaksanaan pemungutan suara.
Hal tersebut disampaikan Ketua
KPU Arief Budiman saat mengikuti rapat analisa dan evaluasi tahapan Pilkada
Serentak bersama Menko Polhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, dan Ketua
Bawaslu di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat,
Selasa (24/11/2020).
“Jadi jumlah DPT yang ada di TPS
tersebut akan dibagi kedatangannya menjadi lima kelompok, kelompok pertama jam
07.00-08.00 pagi, kelompok kedua jam 08.00-09.00 pagi, begitu seterusnya sampai
dengan terakhir jam 12.00 sampai jam 13.00 siang,†ujar Arief.
Lebih lanjut Arief menjelaskan,
KPU telah melakukan simulasi terkait gelaran Pilkada Serentak.
Adapun simulasi yang dilakukan yakni
pemungutan dan perhitungan suara di 104 kabupaten/kota.
Dari hasil simulasi tersebut,
sambung Arief, didapati tingkat partisipasi pemilih cukup menggembirakan.
Tingkat partisipasi menurutnya
mencapai hasil di angka 75 hingga 77 persen.
Sementara itu, Ketua Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mencatat telah terjadi 1.763 pelanggaran
protokol kesehatan selama massa kampanye. Ada 1.210 di antaranya diberikan
peringatan tertulis dan 168 lainnya dikenakan tindakan pembubaran.
“Kenapa yang dibubarkan lebih
sedikit, daripada yang diperingkatkan dengan tertulis. Jadi kasusnya ketika
peringatan kami layangkan memang tenggang waktunya satu jam, kalau tidak
mengindahkan maka bisa dibubarkan,” ucapnya.
Lebih lanjut Abhan menjelaskan,
rata-rata pelanggar protokol tersebut dapat membubarkan diri menjelang tenggat
waktu yang diberikan habis.
Abhan memberi contoh, dari waktu
60 menit yang diberikan, mereka bisa membubarkan diri di menit ke-50.
“Jadi belum ada satu jam
mereka bubar. Sehingga tidak bisa kami lakukan pembubaran. Tetapi itu kami
catat sebagai pelanggaran. Ada juga yang diperingatkan secara lisan, tidak
sampai tertulis sudah bubar,” ujarnya.