Ada kabar sangat baik di Hari Raya Idul Fitri hari ini.
Yakni kabar tentang vaksin baru Covid-19. Yang ditemukan Mayjen Chen Wei itu.
Tapi
kita bahas dulu kabar yang kurang baik. Tentang konflik masker di pinggir jalan
tiga hari lalu. Yang melibatkan seorang ulama terkenal Jatim. Yang videonya
beredar luas di medsos itu.
Salahkah
ulama itu –karena tidak pakai masker?
Jawabnya:
salah. Kalau itu di luar rumah.
Bagaimana
kalau di dalam mobil seperti di video itu?
Jawabnya:
salah. Kalau itu mobil umum.
Kalau
mobil pribadi?
Saya
tidak tahu: bunyi peraturan pemerintahnya seperti apa.
Tapi
kita semua punya akal sehat. Kalau akal sehat dipakai konflik tidak perlu
terjadi.
Menurut
akal sehat saya: sepanjang mobil pribadi itu â€sterilâ€, tidak memakai masker di
dalamnya tidak salah.
Yang
saya maksud â€steril†adalah: yang di dalam mobil itu keluarga sendiri, keluarga
satu rumah.
Yang
seperti itu, tidak pakai masker mestinya tidak apa-apa –meskipun kalau pakai
masker lebih baik.
Akan
terasa lucu kalau suami-istri-anak diwajibkan pakai masker saat mereka lagi di
dalam satu mobil. Padahal suami-istri itu, di rumah, berpelukan –tanpa masker.
Bahkan berhubungan badan –tanpa masker. Paling-paling yang pakai masker
suaminya –itu pun bukan di wajah.
Bagaimana
kalau sopirnya orang lain?
Sopir
itu wajib pakai masker. Juga wajib cuci tangan dengan sabun sebelum masuk
mobil. Pun semua pegangan pintu wajib disemprot disinfektan.
Dengan
tindakan seperti itu, mestinya, aman dari penularan.
Mengapa
soal pakai masker di dalam mobil ini sampai menimbulkan pertengkaran di pinggir
jalan? Sampai jadi tontonan yang memalukan se-Indonesia? Seperti yang
melibatkan ulama besar di Bangil, Jatim itu?
Saya
lihat mobil yang ditumpangi ulama itu mobil pribadi. Sopirnya pakai masker.
Sang ulama sendiri membawa masker. Tapi tidak dipakai di dalam mobil itu.
Alasannya, masker itu akan dipakai menjelang turun dari mobil.
Sang
ulama juga menjelaskan ia tahu bahayanya virus ini. Ia juga merasa wajib
menjaga diri dan orang lain. Tapi ia punya cara, yang menurut ia tetap aman: di
dalam mobil itu belum perlu memakai masker. Tapi ia pasti akan pakai masker
kalau turun dari mobil.
Saya
pusing menyaksikan peristiwa seperti ini: yang berlebihan itu petugasnya atau
ulamanya.
Saya
sendiri sering melakukan seperti yang dilakukan ulama itu. Kalau lagi di dalam
mobil –dan yang di dalam mobil itu hanya istri — saya tidak mengenakan
masker.
Tapi
saya membawa masker. Bahkan beberapa. Juga membawa cairan disinfektan. Masker
itu akan saya pakai menjelang turun dari mobil.
Setingkat
orang yang mempunyai mobil bagus, rasanya sudah banyak yang menggunakan akal
sehat seperti itu.
Saya
khawatir konflik seperti itu hanya merugikan semua pihak. Terutama kalau
dikaitkan dengan rasa keadilan. Misalnya: yang seperti itu dipersoalkan sampai
bertengkar. Tapi yang mudik berjubel dibiarkan. Dan banyak yang lain lagi.
Tapi
kalau saya jadi ulama itu saya akan mengalah saja: toh di Jatim ada pameo â€sing
waras ngalahâ€.
Saya
akan langsung minta maaf ke petugas itu, lalu mengenakan masker. Setelah jauh
dari petugas, kalau mau, masker dilepaskan lagi. Nanti pakai yang baru lagi
kalau dekat pemeriksaan.
Toh
budaya timur mengenal â€minta maaf meski tidak bersalahâ€.
Yang
penting semua orang punya prinsip: masing-masing benar mampu menjaga diri dari
virus. Juga menjaga orang lain.
Yang
juga penting: menjaga perdamaian.
Minal
aidin wal faizin.
Mohon
maaf lahir batin.
Oh,
iya.
Hampir
lupa.
Tentang
kabar baik tadi.
Seperti
apa?
Kemarin
media di Tiongkok menyiarkan video. Dari kota Wuhan. Isinya orang antre di
pusat pengendalian virus dan penyakit menular di kota itu.
Video
itu diberi latar belakang lagu â€Imagine†dari penyanyi legendaris Inggris John
Lennon. Mungkin karena misi lagu itu memang memimpikan dunia tanpa agama.
Yang
antre tersebut adalah relawan uji coba vaksin Covid-19. Uji cobanya sudah
selesai. Sukses.
Mereka
sudah dua kali disuntik vaksin anti-Covid-19. Selama tiga bulan terakhir.
Tanggal 15 Mei lalu mereka dinyatakan sudah memiliki antibodi Covid-19.
Hebat
sekali.
Bagaimana
dengan efek samping?
Tidak
ditemukan efek samping apa pun –sampai hari kemarin. Mereka dinyatakan sehat.
Boleh pulang.
Mereka
lantas mendapatkan sertifikat sebagai relawan. Yang di dalamnya tertera materai
dari lembaga pengendalian virus dan penyakit menular di Wuhan itu. Juga
mendapat tanda tangan Mayjen Chen Wei, kepala lembaga itu.
Yang
menyerahkan sertifikat adalah juga si bintang kejora sendiri: Mayjen Chen Wei.
Dia seorang wanita yang dikenal sebagai ilmuwan bidang virus.
Ia
sendiri menyatakan tetap harus hati-hati. Sebelum memproduksi itu. Tipikal
sikap ilmuwan.
Kita
tinggal menunggu kapan produksinya. Lebih utama lagi: kapan sampai Indonesia.
Mumpung belum lebih banyak yang bertengkar di pinggir jalan. (Dahlan Iskan)