Sampai
saat ini belum ada keputusan tentang penggunaan dexamethasone sebagai obat
untuk pasien Covid-19 di Indonesia. Perkembangan terbaru, Badan Kesehatan Dunia
(WHO) mengapresiasi hasil temuan peneliti Oxford University yang menyebutkan
dexamethasone memiliki efektivitas menurunkan risiko kematian pasien Covid-19.
Ketua
Satgas Covid-19 PB IDI Prof Zubairi Djoerban SpPD mengatakan, semestinya Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendukung terapi dengan dexamethasone. Namun,
BPOM menyatakan belum menyetujui ataupun menolak obat tersebut untuk terapi.
Dalam keterangannya, BPOM hanya menyebutkan bahwa belum ada obat spesifik untuk
Covid-19. Dexamethasone digunakan untuk kasus tertentu dan bukan untuk
pencegahan atau vaksin.
’’Penelitian
ini baik,’’ kata Zubairi. Dia menyatakan bahwa obat tersebut dalam
penelitiannya digunakan untuk pasien dengan alat bantu pernapasan seperti
ventilator. Pemakaiannya diawasi dokter dan hanya diperbolehkan untuk durasi 10
hari. Penelitian juga menunjukkan pasien membaik dengan risiko kematian turun.
Sementara itu, untuk pasien tanpa alat bantu napas, obat tersebut tidak
memberikan efek apa pun.
Dari
alasan itu, Zubairi berharap BPOM sebagai lembaga yang berwenang bergerak
cepat. Tanpa izin dari BPOM, dexamethasone tidak bisa digunakan sebagai terapi
Covid-19.
Respons
lain ditunjukkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Soal penggunaan
obat dexametasone, YLKI meminta pemerintah memberikan imbauan tegas terkait
penggunaannya. Meski dexametasone sudah digunakan di beberapa negara lain untuk
membantu pasien Covid-19, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah bahwa obat
itu boleh digunakan secara luas.
Ketua
YLKI Tulus Abadi menegaskan, kendati bisa digunakan, seharusnya ada kekhususan
untuk pasien dengan kondisi kronis. Fungsinya tidak sama dengan masker atau
cairan hand sanitizer yang dipakai untuk upaya preventif sehingga bisa
didapatkan secara bebas.
Pernyataan
bahwa obat itu bisa digunakan dalam konteks Covid-19 pun masih dianggap
kebetulan oleh Tulus. ’’Itu baru level kebetulan saja. Pada dasarnya bukan
untuk obat Covid-19 karena belum ada bukti klinisnya,’’ komentar Tulus.
Melihat
banyaknya produk yang ditemukan secara bebas, bahkan dijual secara online,
perlu peran pemerintah untuk mencegah panic buying. ’’BPOM dan Kemenkes harus
memberikan penegasan bahwa belum ada obat yang efektif untuk Covid-19. Termasuk
dexamethasone,’’ lanjutnya.
Larangan
itu harus dipastikan bisa tersampaikan secara luas hingga ke masyarakat daerah.
Sampai saat ini, YLKI belum menerima keluhan dari masyarakat terkait penggunaan
obat tersebut. Namun, Tulus mewanti-wanti agar masyarakat tidak mudah termakan
sugesti.