Site icon Prokalteng

Status PSBB

status-psbb

PEMILIK warung tempat biasa
saya ngopi bertanya pada saya. “Ada razia malam ini?” Pertanyaan itu
dilontarkan sehari setelah warungnya disambangi petugas gabungan. Petugas
menyuruhnya menutup warung. Karena sudah melampaui batas jam buka sesuai
perwali tentang PSBB. Petugas gabungan saat itu tiba di warung sekitar pukul
21.45 WIB. Saya pun ada di sana saat itu. Ngopi. Baru dua kali seruput.

Saya jawab enteng; “Kemungkinan ada, kalau
enggak hujan.” Sesaat sebelum itu, saya sudah melihat langit mendung. Tiga hari
setelahnya, empunya warung tanya lagi. Ada patroli enggak malam nanti? Saya pun
bingung mau jawab apa.

Tiga hari setelah disambangi, memang tidak
ada patroli lagi. Padahal pas menegur, saat itu saya dengar petugas main ancam.
Kira-kira begini bunyinya; “Kalau besok ibu enggak tutup sesuai aturan jam
malam, kukarantina pian.”

Hari keempat, sekitar pukul 20.45 WIB, saya
mampir lagi di warung itu. Terlihat empunya warung tengah beres-beres, hendak
menutup warung usahanya. Saya mampir beli air mineral. Enggak usah menunggu
pertanyaan, langsung saya bilang; “Kayaknya enggak razia, petugasnya masih
nongkrong di pos Pal 7. Samping pos juga masih ada warung buka,” ucap saya.

Bagaimana pemandangan warung di pinggiran
Jalan Tjilik Riwut akhir-akhir ini? Ya begitulah. Ada yang masih nekat buka
hingga larut malam. Ada juga yang tutup tepat waktu. Bagi yang nekat buka,
mungkin dalam pikirannya ada dua hal: Yakin petugas enggak akan berpatroli
lagi. Yakin petugas enggak akan menutup paksa.

Toh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
di Palangka Raya mengedepankan humanis. Saking humanisnya, saya masih melihat
orang yang enggak bawa masker diberi masker. Pengendara melewati pos jaga saat
jam malam berlaku, melontarkan alasan mau pulang usai dari rumah teman, ujung-ujungnya
dibiarkan begitu saja. Sikap humanis diterapkan terus-terusan juga tak baik.
Apalagi penerapan PSBB sudah mau genap 14 hari.

Memang ada beberapa petugas yang tegas.
Seperti yang viral beberapa waktu lalu. Kejadiannya di pos check point di bawah
Jembatan Kahayan. Seharusnya semua petugas gabungan bisa seperti itu. Meski ada
yang kontra di dunia maya, tapi banyak juga yang suka. Buktinya, setelah
kejadian itu, warga memberikan dukungan kepada petugas dengan menyumbangkan
masker, menu berbuka puasa, paket sembako, dan banyak lagi.

Apresiasi dari warga itu bukti jika yang
dilakukan petugas itu sudah benar. Kan kita lagi perang. Bukan perang-perangan.
Hanya ada dua pilihan dalam perang, menang atau kalah. Kalau perang-perangan,
bisa kita tambah pilihan lain. Yaitu, mengalah. Asal Anda senang.

Saya mengutip pidato Presiden Uganda yang
sudah ditulis ulang oleh akun Instagram @tonirupilu, pencinta Persebaya
Surabaya yang rutin menulis.

Berikut garis besar pidatonya;

Dalam situasi perang, tidak ada yang meminta
siapa pun untuk tetap di dalam rumah. Anda tetap di dalam ruangan sebagai
pilihan terbaik, tanpa ada yang meminta. Bahkan, jika Anda memiliki ruang bawah
tanah, Anda bersembunyi di sana selama peperangan berlangsung.

Selama perang, Anda tidak menuntut kebebasan
Anda. Anda rela menukarkan kebebasan Anda demi bertahan hidup.

Selama perang, Anda tidak mengeluh kelaparan.
Anda sabar menahan kelaparan dan berdoa agar Anda masih hidup untuk bisa makan
lagi.

Selama perang, Anda tidak berdebat tentang
membuka bisnis. Anda bahkan menutup toko Anda (jika anda punya waktu), dan
berlari untuk menyelamatkan hidup Anda.

Sudah tak terbantahkan, jika sikap disiplin
masyarakat begitu buruk. Itulah yang membuat petugas kewalahan. Diberi imbauan,
masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Kalau hari ini ditegur, besok diulangi
lagi.

Tiga hari terakhir, saya selalu menyempatkan
berjalan-jalan ke Pasar Besar. Melihat aktivitas jual beli di pasar itu
menjelang Hari Raya Idulfitri.  Pagi
menjelang siang, pasar ikan dan kebutuhan pokok tampak ramai. Imbauan jaga
jarak fisik pun diabaikan. Masker dipakai untuk menutupi dagu. Bukan mulut dan
hidung.

Tidak kaget kalau mendengar kabar ada
pedagang yang positif Covid-19. Empat pedagang. Dua orang lagi adalah anak dan
istri dari pedagang tersebut. Jadi semuanya berkaitan. Mboh piye (entah
bagaimana) cara petugas terkait melakukan pelacakan. Mencari orang-orang yang
kontak dengan si pedagang. Bakal repot juga kalau pedagang yang positif itu
punya banyak pelanggan.

Mendengar ada yang pedagang positif, saya
langsung menghubungi ketua Pengurus Pedagang Pasar Besar. Namanya Hamidan.
Kebetulan saya sudah punya nomor teleponnya. Langsung saya telepon. Saya
lontarkan beberapa pertanyaan.

Berikut inti obrolan kami.

Saya: “Daftar (pedagang) yang positif masuk
anggota bapak?”

Hamidan: “Saya tidak tahu, dari mana mereka
tahu (temukan ada pedagang positif).”

Saya: “Bapak enggak tahu sama sekali ada
pedagang yang positif? Enggak dikasih tahu sama pihak dinas terkait?”

Hamidan: “Saya tidak dikasih tahu.”

Saya: “Bapak ikut rapid test?”

Hamidan: “Rapid test di Kodim, jadi pedagang
sebagian diajak, dan saya ikut.”

Saya: “Bapak dikasih tahu rapid test
dilakukan karena ada pedagang yang positif?”

Hamidan: “Ada dengar-dengar, tapi warga kita
yang mana?”

Saya: “Berarti bapak enggak dikasih tahu dari
pihak pemerintah langsung?”

Hamidan: “Saya enggak dikasih tahu pokoknya.
Intinya saya juga bingung dengan pemberlakuan PSBB ini. Maunya gimana sih,
enggak jelas.”

Dia pun langsung menutup teleponnya. Di awal
obrolan, Hamidan juga menyampaikan bahwa selama ini sudah mengikuti aturan jam
buka tutup. Memakai masker. Rajin mengimbau pedagang untuk cuci tangan.

Hamidan juga tak tahu lagi bagaimana langkah
ke depan. Apakah ada penutupan pasar? Apakah ada pembatasan lagi? Penuh tanda
tanya.

Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin
mengambil langkah tidak akan menutup pasar. Masih memikirkan dampaknya.
Sementara ini, akan mengambil langkah memperketat arus keluar masuk orang ke
pasar sesuai prosedur kesehatan.

Alangka baiknya, pemko meniru cara daerah
lain dalam menata pasar di tengah pemberlakuan PSBB. Tak perlu malu maupun
ragu. Contohnya, memberlakukan ganjil genap di Pasar Klojen, Kota Malang.
Mengatur jarak minimal dua meter antarpedagang, seperti yang tampak di Pasar
Tegal.

PSBB di Kota Cantik berakhir 24 Mei. Apakah
akan ada PSBB jilid II? Berharap tidak akan. Kembali lagi, tujuan penerapan
PSBB adalah untuk menekan angka sebaran Covid-19 dan mencegah terjadinya
transmisi lokal. Sejauh ini belum sepenuhnya berhasil.

Rekan kerja saya sempat menceletuk sebelum
duduk dan menyalakan komputer kerjanya. “PSBB ini hanya status saja,” ucapnya.
Tapi, saya tidak setuju dengan apa yang dikatakan rekan kerja saya itu. Menurut
saya, penerapan PSBB ini sudah berjalan dengan baik. Masyarakat sudah mematuhi
protokol kesehatan. Tapi, bo’ong. (*)

Exit mobile version