â€Masker itu lebih banyak menyebarkan ketakutan
daripada mencegah virus.â€
Anda boleh menilai yang mengucapkan kalimat itu
orang gila. Terutama di musim virus seperti ini. Tapi, pemilik kalimat itu
seorang perdana menteri. Ia adalah Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja.
Hun Sen begitu marah melihat begitu banyak
negara menolak disandari kapal pesiar mewah Westerdam.
Kapal pesiar milik Belanda itu telah
berhari-hari menjadi gelandangan di laut. Dengan 2.764 orang di dalamnya.
Kapal itu bertolak dari pelabuhan Hongkong
tanggal 1 Februari lalu. Tujuan awalnya Taiwan. Tapi Taiwan menolak kedatangan
Westerdam. Alasannya: jangan-jangan Westerdam seperti Diamond Princess
–membawa penumpang yang terjangkit virus Corona asal Wuhan, Tiongkok.
Kapal mewah itu pun ngacir ke utara. Mengarah
ke Okinawa, pulau di bagian paling Selatan Jepang.
Okinawa juga menolak.
Westerdam pun balik ke arah Selatan. Menuju
Manila.
Filipina juga menolak.
Kapal pesiar yang tingginya 11 lantai itu belok
ke arah Barat. Mengarah ke Bangkok.
Muncullah kegembiraan di kalangan penumpangnya.
Thailand mengizinkan kapal buatan tahun 2003 itu merapat di pelabuhan cruise dekat Bangkok.
Tanggal 10 Agustus kapal berpenumpang 2.764
orang itu –1.964 turis dan 800 crew– mendekati pelabuhan Bangkok.
Malam itu penumpang sangat bergembira. Status
gelandangan mereka akan berakhir malam itu.
Keesokan harinya, ketika bangun tidur, mereka
kecewa berjamaah: pemerintah Thailand membatalkan ijin merapat.
Sudah 10 hari mereka terkatung-katung di
kemewahan kapal itu di atas laut.
Sebagian penumpang memposting kekecewaan mereka
di medsos. â€Kami ini sudah dites. Tidak ada yang mengandung virus,†tulis
seorang penumpang. â€Kami ini diperlakukan seperti di karantina,†tulis yang
lain.
Itulah yang membuat Hun Sen marah. Dengan
caranya sendiri. Ia langsung mengijinkan Westerdam datang ke Kamboja, merapat
di pelabuhannya.
Maka pada tanggal 13 Februari –setelah 13 hari
menggelandang– Westerdam tiba di Phnom Penh.
Banyak penumpang yang memilih mengakhiri
perjalanan di Kamboja. Dari sini mereka naik pesawat ke negara masing-masing.
Atau ke negara yang bisa dipergunakan untuk transit.
Ratusan penumpang pun menyebar ke seluruh
dunia. Tapi suami-isteri asal Amerika itu milih terbang ke Kuala Lumpur.
Selebihnya memilih jalan-jalan di Kamboja.
Menunggu status kapal itu berikutnya: bisa berlayar ke mana lagi –tergantung
negara mana yang membolehkan.
Keesokan harinya dunia dibuat heboh oleh
Malaysia. Suami-isteri yang ke Malaysia itu bermasalah. Sang isteri jatuh
sakit. Ketika diperiksa diketahui terkena virus Corona. Umurnya 83 tahun.
Tes itu dilakukan sekali lagi. Hasilnya tetap:
positif Corona.
Tapi sang suami, 85 tahun, dinyatakan negatif.
Berita dari Malaysia itu menyebar bagai petir.
Mata dunia pun beralih ke Kamboja. Ke kapal Westerdam yang masih sandar di
sana.
Para penumpang yang masih di Kamboja dilanda kepanikan.
Mereka membayangkan apa yang terjadi di Diamond Princess. Bahkan mereka yang
sudah menyebar ke seluruh dunia ikut panik. Jangan-jangan sudah sempat
tertular.
Sebagian penumpang itu pulang lewat Singapura
–Singapura pun melotot. Sebagian lagi meneruskan wisata ke Bali.
Bali tenang-tenang saja.
Hun Sen kembali marah dengan tersebarnya berita
yang menakutkan itu.
Apa yang ia lakukan?
Hun Sen justru ingin melakukan kunjungan ke
kapal pesiar itu. Momentumnya pun tepat: Hari Valentine.
Maka di hari kasih sayang itu Hun Sen membawa
bunga menuju pelabuhan. Ia serahkan bunga itu ke para penumpang.
Yang menarik perhatian adalah: Hun Sen tidak
mau pakai masker. Ia ingin menunjukkan bahwa bahaya virus tidak sebesar yang
digembar-gemborkan.
Tentu Hun Sen dikerubungi wartawan. Peristiwa
ini dianggap menarik untuk diberitakan.
Salah seorang wartawan di situ mengenakan
masker. Hun Sen melihatnya. Hun Sen marah. Hun Sen menyemprot wartawan
bermasker itu. Lalu keluarlah kata-kata di atas.
Hun Sen sendiri seminggu sebelumnya sudah
berbuat nekat. Ia berkunjung ke Beijing. Ia tidak mau mengenakan masker. Baik
di perjalanan maupun selama di Beijing.
Itu untuk menunjukkan sikap dukungannya pada
Tiongkok dalam mengatasi Corona.
Bahkan Hun Sen menjadwalkan diri akan
berkunjung ke Wuhan –pusatnya Virus. Hanya saja pemerintah Tiongkok
mencegahnya.
Hun Sen, yang sudah menjadi perdana menteri
selama 35 tahun, memang sahabat Tiongkok terbaik di Asia Tenggara.
Prinsipnya: sahabat sejati itu tidak boleh lari
di saat yang paling sulit.
Itulah yang ingin ditunjukkan Hun Sen. Karena
itu Kamboja tidak melarang pesawat dari Tiongkok mendarat di Phnom Penh.
Kamboja juga tidak memulangkah mahasiswa mereka yang kuliah di Wuhan.
Itu belum cukup. Hari-hari ini Hun Sen akan
menjamu para penumpang Westerdam dalam sebuah pesta di ibu kota.
Tanpa masker.
Bahkan mereka boleh menghabiskan waktu di
Kamboja –termasuk melihat-lihat dalamnya istana.
Hun Sen, lahir tahun 1951 tapi di dokumen resmi
dibuat lahir 5 Agustus tahun 1952, kini menjadi perdana menteri terlama di
dunia.
Ia komunis yang ingin membangun negaranya
mengikuti jejak Vietnam bin Tiongkok.
Salah seorang anaknya lulusan akademi militer
terkemuka Amerika: West Point. Juga seorang ekonom lulusan Bristol University
Inggris. Kini sang anak sudah berpangkat mayor jendral.
Virus Corona telah membuat Hun Sen naik
panggung dengan kegilaannya. (dahlan iskan)