33 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Temulawak: Teliti, Musyawarah, Klarifikasi, Lawan, dan Kutip yang Berm

MARAKNYA informasi hoax di era disrupsi informasi dewasa ini sangat
memprihatinkan. Begitu banyak informasi yang berseliweran di sekitar kita
acapkali menyebabkan kebingungan. Tidak jarang kita terseret pada informasi yang
tidak benar karena ketidakmampuan kita memilah dan memilih informasi yang lalu
lalang. Banyak kejadian karena informasi yang tidak benar melahirkan tindakan
yang tidak benar pula.

Media sosial sebagai media
informasi hoax bak jamur di musim hujan. Perkembangan media sosial dan
penggunanya begitu pesat di Indonesia. Hampir seluruh penduduk Indonesia
khususnya generasi milineal fasih akan media sosial. Bahkan di kalangan
anak-anak pun media social begitu mudah masuk pada dunia mereka. So What next? Apakah ia menyimpan
bahaya? Jawabannya tentu. Ini karena informasi yang masuk begitu banyak dan
bebas menyebabkan disrupsi informasi.

Kutipan  bebas dari disrupsi informasi adalah
kekacauan informasi. Kekacauan ini disebabkan karena tidak adanya piranti
penyaring informasi yang mumpuni. Selain itu rendahnya budaya literasi di
kalangan warga Negara Indonesia menyebabkan mereka begitu mudah terprovokasi
berita hoax. Aneka informasi tanpa saringan inilah penyebab disrupsi informasi.

Ditambah lagi dengan
undang-undang kebebasan pers. Lembaga pers legal maupun illegal tumbuh bak
jamur. Harus diakui bahwa menjamurnya media cetak maupun daring turut andil
dalam adanya informasi hoax dan disrupsi informasi. Bahkan banyak media yang
dibuat hanya untuk kepentingan pragmatis golongan dan kepentingan tertentu.

Budaya Sharing tanpa saring mewabah. Ada kekagetan di kalangan warga
Negara Indonesia dalam bermedia sosial. Sebagai pengguna baru rata-rata mereka
menerima dan menyebarkan informasi kepada yang lain tanpa pikir panjang. Ini
karena mudahnya teknologi menyediakan. Hanya dengan satu sentuhan jari
informasi menjadi berantai. Jamak orang menyebutnya dengan viral. Sharing tanpa
saring inilah menjadi penyebab disrupsi informasi sekarang ini.

Komunitas-komunitas rentan
informasi hoax dan disrupsi informasi sangat banyak. Biasanya meraka adalah
masyarakat yang baru melek teknologi informasi. Mereka ini adalah para pengguna
baru media sosial. Jamak komunitas ini menelan mentah informasi yang lalu
lalang di media sosial. Ini pun juga disebabkan budaya literasi yang rendah di
kalangan masyarakat kita.

Jerat-jerat informasi hoax dan
disrupsi informasi sejatinya sangat banyak. Salah satu jeratnya adalah hukum.
Senjata yang digunakan adalah UU ITE. Sejak Undang-Undag ini diundangkan sudah
banyak yang terjerat dengan masalah informasi ini. Kasus besar yang mewarnai
kasus ini adalah Gubernur DKI Jakarta Ahok, berikut Buni Yani rivalnya sebagai
penggungah video.keduanya berakhir di jeruji besi. Siapa yang diuntungkan?

Harus ada upaya dari masyarakat
untuk menangkal informasi hoax. Kearifan lokal dalam bentuk budaya dan bahasa
harus digali untuk membuat masyarakat bijak pada informasi di era disrupsi ini.
Menjadikan masyarakat cerdas adalah tanggung jawab kita semua. Masyarakat
terpelajar harus berada di garda terdepan untuk melakukan hal ini. Kesadaran
bersama akan penangkalan berita hoax harus dimulai. Jika tidak ingin bangsa ini
mengalami kekacauan lewat konflik horisontal.

Baca Juga :  Sugianto-Edy akan Memperhatikan Semua Sektor Usaha Rakyat

Masyarakat perlu disadarkan
dengan gerakan Temulawak. Apa itu ? ini merupakan konsep filter menangkal
informasi hoax dan disrupsi informasi. Ini adalah akronim kata yang lazim
popular di kalangan masyarakat awam. Temulawak identik dengan bahan  jamu tradisional di kalangan masyarakat kita.
Temulawak adalah kearifan local yang kemudian diturunkan ke dalam sebuah
gerakan melawan hoax ditengah era disrupsi informasi ini.

 Teliti merupakan gagasan awal ketika kita
menerima informasi. Kerangka meneliti ini wajib dimiliki oleh setiap pengguna
media social. Langkah mudah untuk meneliti adalah meneliti dan memperhatikan
sumber informasi. Dari media yang terpercaya atau tidak. Jika memang media itu
kompeten dan berpengalaman boleh jadi menjadi rujukan informasi. Tapi ingat
tidak semua. Karena setiap media menitipkan kepentingan dalam setiap
pemberitaan yang dibuatnya. Kejelian dalam membaca dan meneliti informasi
pembaca mutlak dan tidak dapat ditawar.

Langkah teliti dalam kegiatan ini
adalah general. Pembaca layak meneliti sumber informasi berasal. Jika itu
berasal dari blog aba-aball dan tidak terverifikasi pembuat berita resmi, maka
cukup baca dan jangan diteruskan. Setelah sumber berita terpercaya kemudian
teliti juga pembuat berita. Pembuat dapat perorangan maupun kelompok.
Kecenderungan sebuah blog adalah bersifat perorangan. Jika itu perorangan maka
telitilah nama, dari mana berasal latar belakang pendidikan dan organisasinya.
Namun jika itu berupa lembaga, apakah lembaga tersebut terverifikasi sebagai
lembaga pers resmi.

Musyawarah adalah langkah kedua.
Musyawarah dalam hal ini adalah berdiskusi dengan kawan terdekat minimalnya
untuk menguji kebenaran sebuah informasi. Diskusi kecil dalam kelompok
masyarakat harus dibudayakan. Sebelum menyebarkan informasi ulang akan lebih
bijak diskusikan dengan kawan dekat. Setidaknya ini untuk mengambil
pertimbangan dan meminimalisir resiko. Baik itu resiko hukum maupun resiko
sosial.

Klarifikasi adalah pembuktian
dengan membanding informasi dari sumber lain. Klarifikasi dalam bahasa kamus
sederhana adalah penjernihan. Ia juga bermakna penjelasan dan pengembalian
kepada fakta dan duduk persoalan yang sebenarnya. Setiap insan wajib melakukan
klarifikasi informasi yang diterima. Maka membaca informasi berita perlu
ketenangan dan kejernihan pikiran. Kematangan seseorang bukan dilihat dari
tingginya umur, maupun latar belakang pendidikan.(kadang kala) kematangan emosi
menentukan seseorang dalam menyikapi sebuah informasi. Sekali lagi klarifikasi.
Tabayun bahasa yang lain sering digunakan.

Lawan jika informasi itu tidak
benar. Memang ada beberapa pihak yang sengaja menciptakan disrupsi informasi di
kalangan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk tujuan pragmatis kelompok
biasanya. Apabila informasi yang disebarkan mengandung unsur hoax maka wajib
dilawan.

Baca Juga :  KPU Pulang Pisau Sudah Terima 97.007 Surat Suara Pilgub Kalteng

Kutip yang bermanfaat untuk
pengembangan diri dan masyarakat. Sejatinya setiap informasi adalah
pengetahuan. Berkenaan dengan itu tentu ada manfaat yang dapat diambil. Kita
boleh saja mengutip setiap informasi yang ada.akan tetapi untuk memproduksi
ulang dan menyebarkan perlu kehati-hatian.

Kisah-kisah kearifan local dalam
membendung informasi hoax. Banyak kearifan local terbukti telah berhasil
membendung informasi bohong dan palsu. Adalah kelompok masyarakat yang aktif
berkumpul kemudian saling bercerita tentang informasi yang mereka terima.
Beberapa menyampaikan berita, beberapa yang lain menilai dan mengkritisi. Hal
inilah yang akan mendorong masyarakat kritis terhadap informasi. Dialog ini
sering terjadi apabila masyarakat meletakkan gawai dan melakukan aktifitas
lain. Beberapa kegiatan yang dimanfaatkan untuk memusywarahkan informasi yang
begitu banyak diantaranya kegiatan RT, Kegiatan Keagamaan seperti setelah
shalat berjamaah dan aktifitas masyarakat lainnya.

Para cendekia perlu
berpartisipasi aktif dalam menangkal hoax di era disrupsi informasi ini.
Kemampuan mereka menelaah informasi yang beraneka ragam teramat penting untuk
ditularkan kepada masyarakat. Inilah pembelajaran sejati. Ketika para cendekia
berpangku tangan di era disrupsi informasi ini, bukan tidak mungkin konflik
horizontal masyarakat akan terjadi. Akan sangat berbahaya apabila para cendekia
berperan sebagai actor intelektual di era disrupsi informasi ini.

Kelompok masyarakat yasinan dan
tahlilan. Secara kasat mata kelompok ini hanyalah sekelompok orang yang
berkumpul bersama memanjatkan doa. Akan tetapi kegiatan dalam kelompok ini
terbukti ampuh menangkal informasi hoax. Bahkan radikalisme dapat ditangkal.
Dalam kegiatan ini pra kegiatan di mana para pesertanya bebas berdiskusi dalam
segala hal informasi dalam suasana yang menyejukkan.Bahkan dalam suasana yang
sangat kekeluargaan. Dari sinilah kemudian informasi dicerna bersama, disikapi
dan yang terakhir dapat diambil manfaatnya.

Kiranya Temulawak sebagai metode
menangkal informasi hoax di era disrupsi informasi ini dapat diaplikasikan dan dikembangkan.
Ia dapat digunakan di setiap lini kelompok kemasyarakatan. Dengan metode ini
masyarakat semakin tercerahkan dalam menyikapi setiap informasi yang bebas lalu
lalang. Generasi milenial juga tidak luput harus diselamatkan dari informasi
hoax. Semoga’Temulawak’ bermanfaat. (*)

(Penulis adalah Guru dan Kepala Sekolah di SMPN 4 Katingan Kuala,
Desa Jaya Makmur, Kec.Katingan Kuala, Kab. Katingan, Kalimantan Tengah. Buku
yang sudah ditulis dan diterbitkan:1. Kepala Sekolah Belum Berpengalaman, 2.
aku Mengabdi pada-Mu (aMMU), 3.ANT-B (Anak-anak Tahan Banting) 4.Antologi
‘Jalan Bahagia’ diterbitkan Wonderful Publishing)

MARAKNYA informasi hoax di era disrupsi informasi dewasa ini sangat
memprihatinkan. Begitu banyak informasi yang berseliweran di sekitar kita
acapkali menyebabkan kebingungan. Tidak jarang kita terseret pada informasi yang
tidak benar karena ketidakmampuan kita memilah dan memilih informasi yang lalu
lalang. Banyak kejadian karena informasi yang tidak benar melahirkan tindakan
yang tidak benar pula.

Media sosial sebagai media
informasi hoax bak jamur di musim hujan. Perkembangan media sosial dan
penggunanya begitu pesat di Indonesia. Hampir seluruh penduduk Indonesia
khususnya generasi milineal fasih akan media sosial. Bahkan di kalangan
anak-anak pun media social begitu mudah masuk pada dunia mereka. So What next? Apakah ia menyimpan
bahaya? Jawabannya tentu. Ini karena informasi yang masuk begitu banyak dan
bebas menyebabkan disrupsi informasi.

Kutipan  bebas dari disrupsi informasi adalah
kekacauan informasi. Kekacauan ini disebabkan karena tidak adanya piranti
penyaring informasi yang mumpuni. Selain itu rendahnya budaya literasi di
kalangan warga Negara Indonesia menyebabkan mereka begitu mudah terprovokasi
berita hoax. Aneka informasi tanpa saringan inilah penyebab disrupsi informasi.

Ditambah lagi dengan
undang-undang kebebasan pers. Lembaga pers legal maupun illegal tumbuh bak
jamur. Harus diakui bahwa menjamurnya media cetak maupun daring turut andil
dalam adanya informasi hoax dan disrupsi informasi. Bahkan banyak media yang
dibuat hanya untuk kepentingan pragmatis golongan dan kepentingan tertentu.

Budaya Sharing tanpa saring mewabah. Ada kekagetan di kalangan warga
Negara Indonesia dalam bermedia sosial. Sebagai pengguna baru rata-rata mereka
menerima dan menyebarkan informasi kepada yang lain tanpa pikir panjang. Ini
karena mudahnya teknologi menyediakan. Hanya dengan satu sentuhan jari
informasi menjadi berantai. Jamak orang menyebutnya dengan viral. Sharing tanpa
saring inilah menjadi penyebab disrupsi informasi sekarang ini.

Komunitas-komunitas rentan
informasi hoax dan disrupsi informasi sangat banyak. Biasanya meraka adalah
masyarakat yang baru melek teknologi informasi. Mereka ini adalah para pengguna
baru media sosial. Jamak komunitas ini menelan mentah informasi yang lalu
lalang di media sosial. Ini pun juga disebabkan budaya literasi yang rendah di
kalangan masyarakat kita.

Jerat-jerat informasi hoax dan
disrupsi informasi sejatinya sangat banyak. Salah satu jeratnya adalah hukum.
Senjata yang digunakan adalah UU ITE. Sejak Undang-Undag ini diundangkan sudah
banyak yang terjerat dengan masalah informasi ini. Kasus besar yang mewarnai
kasus ini adalah Gubernur DKI Jakarta Ahok, berikut Buni Yani rivalnya sebagai
penggungah video.keduanya berakhir di jeruji besi. Siapa yang diuntungkan?

Harus ada upaya dari masyarakat
untuk menangkal informasi hoax. Kearifan lokal dalam bentuk budaya dan bahasa
harus digali untuk membuat masyarakat bijak pada informasi di era disrupsi ini.
Menjadikan masyarakat cerdas adalah tanggung jawab kita semua. Masyarakat
terpelajar harus berada di garda terdepan untuk melakukan hal ini. Kesadaran
bersama akan penangkalan berita hoax harus dimulai. Jika tidak ingin bangsa ini
mengalami kekacauan lewat konflik horisontal.

Baca Juga :  Sugianto-Edy akan Memperhatikan Semua Sektor Usaha Rakyat

Masyarakat perlu disadarkan
dengan gerakan Temulawak. Apa itu ? ini merupakan konsep filter menangkal
informasi hoax dan disrupsi informasi. Ini adalah akronim kata yang lazim
popular di kalangan masyarakat awam. Temulawak identik dengan bahan  jamu tradisional di kalangan masyarakat kita.
Temulawak adalah kearifan local yang kemudian diturunkan ke dalam sebuah
gerakan melawan hoax ditengah era disrupsi informasi ini.

 Teliti merupakan gagasan awal ketika kita
menerima informasi. Kerangka meneliti ini wajib dimiliki oleh setiap pengguna
media social. Langkah mudah untuk meneliti adalah meneliti dan memperhatikan
sumber informasi. Dari media yang terpercaya atau tidak. Jika memang media itu
kompeten dan berpengalaman boleh jadi menjadi rujukan informasi. Tapi ingat
tidak semua. Karena setiap media menitipkan kepentingan dalam setiap
pemberitaan yang dibuatnya. Kejelian dalam membaca dan meneliti informasi
pembaca mutlak dan tidak dapat ditawar.

Langkah teliti dalam kegiatan ini
adalah general. Pembaca layak meneliti sumber informasi berasal. Jika itu
berasal dari blog aba-aball dan tidak terverifikasi pembuat berita resmi, maka
cukup baca dan jangan diteruskan. Setelah sumber berita terpercaya kemudian
teliti juga pembuat berita. Pembuat dapat perorangan maupun kelompok.
Kecenderungan sebuah blog adalah bersifat perorangan. Jika itu perorangan maka
telitilah nama, dari mana berasal latar belakang pendidikan dan organisasinya.
Namun jika itu berupa lembaga, apakah lembaga tersebut terverifikasi sebagai
lembaga pers resmi.

Musyawarah adalah langkah kedua.
Musyawarah dalam hal ini adalah berdiskusi dengan kawan terdekat minimalnya
untuk menguji kebenaran sebuah informasi. Diskusi kecil dalam kelompok
masyarakat harus dibudayakan. Sebelum menyebarkan informasi ulang akan lebih
bijak diskusikan dengan kawan dekat. Setidaknya ini untuk mengambil
pertimbangan dan meminimalisir resiko. Baik itu resiko hukum maupun resiko
sosial.

Klarifikasi adalah pembuktian
dengan membanding informasi dari sumber lain. Klarifikasi dalam bahasa kamus
sederhana adalah penjernihan. Ia juga bermakna penjelasan dan pengembalian
kepada fakta dan duduk persoalan yang sebenarnya. Setiap insan wajib melakukan
klarifikasi informasi yang diterima. Maka membaca informasi berita perlu
ketenangan dan kejernihan pikiran. Kematangan seseorang bukan dilihat dari
tingginya umur, maupun latar belakang pendidikan.(kadang kala) kematangan emosi
menentukan seseorang dalam menyikapi sebuah informasi. Sekali lagi klarifikasi.
Tabayun bahasa yang lain sering digunakan.

Lawan jika informasi itu tidak
benar. Memang ada beberapa pihak yang sengaja menciptakan disrupsi informasi di
kalangan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk tujuan pragmatis kelompok
biasanya. Apabila informasi yang disebarkan mengandung unsur hoax maka wajib
dilawan.

Baca Juga :  KPU Pulang Pisau Sudah Terima 97.007 Surat Suara Pilgub Kalteng

Kutip yang bermanfaat untuk
pengembangan diri dan masyarakat. Sejatinya setiap informasi adalah
pengetahuan. Berkenaan dengan itu tentu ada manfaat yang dapat diambil. Kita
boleh saja mengutip setiap informasi yang ada.akan tetapi untuk memproduksi
ulang dan menyebarkan perlu kehati-hatian.

Kisah-kisah kearifan local dalam
membendung informasi hoax. Banyak kearifan local terbukti telah berhasil
membendung informasi bohong dan palsu. Adalah kelompok masyarakat yang aktif
berkumpul kemudian saling bercerita tentang informasi yang mereka terima.
Beberapa menyampaikan berita, beberapa yang lain menilai dan mengkritisi. Hal
inilah yang akan mendorong masyarakat kritis terhadap informasi. Dialog ini
sering terjadi apabila masyarakat meletakkan gawai dan melakukan aktifitas
lain. Beberapa kegiatan yang dimanfaatkan untuk memusywarahkan informasi yang
begitu banyak diantaranya kegiatan RT, Kegiatan Keagamaan seperti setelah
shalat berjamaah dan aktifitas masyarakat lainnya.

Para cendekia perlu
berpartisipasi aktif dalam menangkal hoax di era disrupsi informasi ini.
Kemampuan mereka menelaah informasi yang beraneka ragam teramat penting untuk
ditularkan kepada masyarakat. Inilah pembelajaran sejati. Ketika para cendekia
berpangku tangan di era disrupsi informasi ini, bukan tidak mungkin konflik
horizontal masyarakat akan terjadi. Akan sangat berbahaya apabila para cendekia
berperan sebagai actor intelektual di era disrupsi informasi ini.

Kelompok masyarakat yasinan dan
tahlilan. Secara kasat mata kelompok ini hanyalah sekelompok orang yang
berkumpul bersama memanjatkan doa. Akan tetapi kegiatan dalam kelompok ini
terbukti ampuh menangkal informasi hoax. Bahkan radikalisme dapat ditangkal.
Dalam kegiatan ini pra kegiatan di mana para pesertanya bebas berdiskusi dalam
segala hal informasi dalam suasana yang menyejukkan.Bahkan dalam suasana yang
sangat kekeluargaan. Dari sinilah kemudian informasi dicerna bersama, disikapi
dan yang terakhir dapat diambil manfaatnya.

Kiranya Temulawak sebagai metode
menangkal informasi hoax di era disrupsi informasi ini dapat diaplikasikan dan dikembangkan.
Ia dapat digunakan di setiap lini kelompok kemasyarakatan. Dengan metode ini
masyarakat semakin tercerahkan dalam menyikapi setiap informasi yang bebas lalu
lalang. Generasi milenial juga tidak luput harus diselamatkan dari informasi
hoax. Semoga’Temulawak’ bermanfaat. (*)

(Penulis adalah Guru dan Kepala Sekolah di SMPN 4 Katingan Kuala,
Desa Jaya Makmur, Kec.Katingan Kuala, Kab. Katingan, Kalimantan Tengah. Buku
yang sudah ditulis dan diterbitkan:1. Kepala Sekolah Belum Berpengalaman, 2.
aku Mengabdi pada-Mu (aMMU), 3.ANT-B (Anak-anak Tahan Banting) 4.Antologi
‘Jalan Bahagia’ diterbitkan Wonderful Publishing)

Terpopuler

Artikel Terbaru