29.4 C
Jakarta
Tuesday, October 8, 2024

Kambing Power

SATU di antara warisan ajaran mahaguru sosiologi hukum saya pribadi
, almarhum Prof. Satjipto Rahardjo yang masih saya ingat adalah bahwa hukum
senantiasa tertinggal di belakang kenyataan kehidupan manusia yang lestari
berubah. Yang tidak berubah hanya sang perubahan itu sendiri.

Semula terus terang kedangkalan
daya pikir saya sulit mengerti apa sebenarnya yang dimaksud Prof. Tjip tentang
hukum selalu tertinggal oleh kenyataan. Namun berkat menyimak berbagai
peristiwa yang nyata terjadi maka lambat laun saya mulai sedikit demi sedikit
memahami apa sebenarnya makna warisan ajaran Prof. Tjip tersebut.

Kambing Power

Sementara berbagai pihak asyik
berbincang soal People Power, masyarakat desa Ragung, Sampang, Madura
menghadapi fenomena baru yaitu Kambing Power. 
Tribunnews.com 12 Mei 2019 memberitakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kabupaten Sampang, di Madura, mendapat laporan warga lantaran
dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan segerombolan kambing.

Gerombolan kambing itu dilaporkan
warga karena kerap memakan celana dalam warga Desa Ragung, Kecamatan Pangarengan,
Kabupaten  Sampang, Madura.

Dilaporkan, bahwa minimal delapan
ekor kambing dituduh gemar memakan celana dalam warga di Desa Ragung, Kecamatan
Pangarengan, Kabupaten Sampang, Madura. Kambing-kambing tersebut rakus memakan
celana dalam bukan pada saat dikenakan warga namun pada saat sedang dijemur
warga.

Baca Juga :  Kapolresta Palangka Raya Mengaku Hidup di Kalteng Terasa Mewah

Lalu Lintas

Selain itu, kambing-kambing juga
diduga kerap mengganggu kelancaran lalu lintas di Jalan Raya Trunojoyo. Para
kambing kerap dibiarkan oleh pemiliknya untuk berkeliaran di jalan raya. Menurut
keterangan Kepala Seksi Pengamanan dan Penegakan Perda Satpol PP Sampang,
Mohammad Sadik, sempat ada pengendara sepeda motor mengalami kecelakaan
lantaran kambing-kambing tersebut.

“Malah pernah waktu lalu
terjadi kecelakaan karena pengendara sepeda motor menabrak kambing,”
ujarnya pada Surya.co.id, Jumat (10/5/2019). Kambing-kambing yang berkeliaran
itu kemudian diamankan di kantor Satpol PP. Mereka diikat di halaman kosong
dengan kondisi lahan yang berumput. 
“Selama ini sudah dua pemilik kambing yang sudah menjemput,”
tandasnya. 

Denda

Mohammad Sadik menjelaskan bagi
pemilik kambing yang ingin menjemput kambingnya, pihaknya mempersilakan untuk
mengambil. Namun saat mengambil harus membayar denda uang makan kambing dan
tali tampar yang sudah dibelikan oleh Satpol PP.

“Dendanya sebesar 25 ribu.
Tapi bagi pemilik kambing yang sudah diamankan sebanyak dua kali akan di
kenakan denda dua kali lipat, begitupun seterusnya,” jelasnya. “Denda
tersebut memang tidak tercantum di Perda, namun tujuannya membuat efek
jera,” tutupnya.

Tertinggal

Baca Juga :  HIPMI Kalteng Dukung Mardani H Maming Maju sebagai Ketum HIPMI

Kasus  Kambing Power di desa Ragung, Sampang, Madura
membenarkan ajaran Prof. Satjipto Rahardjo bahwa hukum selalu tertinggal oleh
kenyataan. Semula memang tidak ada undang-undang yang mengatur kasus delik
kambing makan celana dalam . Maka terpaksa para petugas Satpol PP Sampang
swadaya kreatif menciptakan aturan hukum kambing makan celana dalam.  Juga diatur hukum yang membedakan apakah
kambing makan celana dalam pemiliknya sendiri atau celana dalam milik orang lain
bukan pemiliknya.

Perlu ditetapkan berapa besar
denda dan/atau hukuman kurungan sesuai kualitas dan kuantitas pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh kambing pemakan celana dalam. Perlu ditegaskan mengenai
apakah kambing makan celana dalam di luar pengetahuan sang pemilik atau
sepengetahuan sang pemilik atau malah berdasar instruksi sang pemilik.

Hukum juga harus memperhitungkan
berapa harga celana dalam yang dimakan kambing sebab begitu beragam jenis
celana dalam manusia mulai dari yang bikinan dalam negeri sampai impor yang
harganya berkisar mulai dari yang paling murah sampai paling mahal. Belum lagi
mengenai apakah apabila kambing tertuduh berkelakuan baik (misalnya tidak
mengembik-embik atau buang air sembarangan) pada saat sidang pengadilan dapat
mengurangi berat hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim. (***)

SATU di antara warisan ajaran mahaguru sosiologi hukum saya pribadi
, almarhum Prof. Satjipto Rahardjo yang masih saya ingat adalah bahwa hukum
senantiasa tertinggal di belakang kenyataan kehidupan manusia yang lestari
berubah. Yang tidak berubah hanya sang perubahan itu sendiri.

Semula terus terang kedangkalan
daya pikir saya sulit mengerti apa sebenarnya yang dimaksud Prof. Tjip tentang
hukum selalu tertinggal oleh kenyataan. Namun berkat menyimak berbagai
peristiwa yang nyata terjadi maka lambat laun saya mulai sedikit demi sedikit
memahami apa sebenarnya makna warisan ajaran Prof. Tjip tersebut.

Kambing Power

Sementara berbagai pihak asyik
berbincang soal People Power, masyarakat desa Ragung, Sampang, Madura
menghadapi fenomena baru yaitu Kambing Power. 
Tribunnews.com 12 Mei 2019 memberitakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kabupaten Sampang, di Madura, mendapat laporan warga lantaran
dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan segerombolan kambing.

Gerombolan kambing itu dilaporkan
warga karena kerap memakan celana dalam warga Desa Ragung, Kecamatan Pangarengan,
Kabupaten  Sampang, Madura.

Dilaporkan, bahwa minimal delapan
ekor kambing dituduh gemar memakan celana dalam warga di Desa Ragung, Kecamatan
Pangarengan, Kabupaten Sampang, Madura. Kambing-kambing tersebut rakus memakan
celana dalam bukan pada saat dikenakan warga namun pada saat sedang dijemur
warga.

Baca Juga :  Kapolresta Palangka Raya Mengaku Hidup di Kalteng Terasa Mewah

Lalu Lintas

Selain itu, kambing-kambing juga
diduga kerap mengganggu kelancaran lalu lintas di Jalan Raya Trunojoyo. Para
kambing kerap dibiarkan oleh pemiliknya untuk berkeliaran di jalan raya. Menurut
keterangan Kepala Seksi Pengamanan dan Penegakan Perda Satpol PP Sampang,
Mohammad Sadik, sempat ada pengendara sepeda motor mengalami kecelakaan
lantaran kambing-kambing tersebut.

“Malah pernah waktu lalu
terjadi kecelakaan karena pengendara sepeda motor menabrak kambing,”
ujarnya pada Surya.co.id, Jumat (10/5/2019). Kambing-kambing yang berkeliaran
itu kemudian diamankan di kantor Satpol PP. Mereka diikat di halaman kosong
dengan kondisi lahan yang berumput. 
“Selama ini sudah dua pemilik kambing yang sudah menjemput,”
tandasnya. 

Denda

Mohammad Sadik menjelaskan bagi
pemilik kambing yang ingin menjemput kambingnya, pihaknya mempersilakan untuk
mengambil. Namun saat mengambil harus membayar denda uang makan kambing dan
tali tampar yang sudah dibelikan oleh Satpol PP.

“Dendanya sebesar 25 ribu.
Tapi bagi pemilik kambing yang sudah diamankan sebanyak dua kali akan di
kenakan denda dua kali lipat, begitupun seterusnya,” jelasnya. “Denda
tersebut memang tidak tercantum di Perda, namun tujuannya membuat efek
jera,” tutupnya.

Tertinggal

Baca Juga :  HIPMI Kalteng Dukung Mardani H Maming Maju sebagai Ketum HIPMI

Kasus  Kambing Power di desa Ragung, Sampang, Madura
membenarkan ajaran Prof. Satjipto Rahardjo bahwa hukum selalu tertinggal oleh
kenyataan. Semula memang tidak ada undang-undang yang mengatur kasus delik
kambing makan celana dalam . Maka terpaksa para petugas Satpol PP Sampang
swadaya kreatif menciptakan aturan hukum kambing makan celana dalam.  Juga diatur hukum yang membedakan apakah
kambing makan celana dalam pemiliknya sendiri atau celana dalam milik orang lain
bukan pemiliknya.

Perlu ditetapkan berapa besar
denda dan/atau hukuman kurungan sesuai kualitas dan kuantitas pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh kambing pemakan celana dalam. Perlu ditegaskan mengenai
apakah kambing makan celana dalam di luar pengetahuan sang pemilik atau
sepengetahuan sang pemilik atau malah berdasar instruksi sang pemilik.

Hukum juga harus memperhitungkan
berapa harga celana dalam yang dimakan kambing sebab begitu beragam jenis
celana dalam manusia mulai dari yang bikinan dalam negeri sampai impor yang
harganya berkisar mulai dari yang paling murah sampai paling mahal. Belum lagi
mengenai apakah apabila kambing tertuduh berkelakuan baik (misalnya tidak
mengembik-embik atau buang air sembarangan) pada saat sidang pengadilan dapat
mengurangi berat hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim. (***)

Terpopuler

Artikel Terbaru