25.2 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

NPHD Belum Ditandatangani Bisa Kacaukan Pilkada

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali diingatkan untuk bersikap tegas
dalam menangani keterlambatan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) di daerah penyelenggara pilkada serentak yang NPHD-nya belum
ditandatangani.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, KPU RI sebelumnya
membuat jadwal tahapan pilkada serentak tahun 2020. Dimana penandatanganan NPHD
sudah dilakukan antara Pemerintah Daerah dan KPU Daerah di daerah penyelenggara
pilkada, paling lambat hingga 1 Oktober 2019.

Penandatanganan NPHD ini berfungsi untuk memastikan ketersediaan anggaran
pilkada dari pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota yang menyelenggarakan
pilkada serentak.

Namun, hingga 7 Oktober lalu, masih ada sebanyak 61 daerah dari 270 daerah
penyelenggara pilkada serentak yang belum menandatangani NPHD.

Karena itu, Kemendagri pada Senin (7/10), memperpanjang batas waktu
penandatanganan NPHD selama dua pekan hingga Senin, 14 Oktober. Kenyataannya,
sampai Minggu (13/10), masih ada sejumlah daerah yang belum menandatangani
NPHD.

“Kemendagri dan KPU RI harus segera memediasi antara Pemerintah Daerah dan
KPU Daerah, agar NPHD-nya bisa segera ditandatangani,” kata Direktur Eksekutif
Perludem, Titi Anggraini, kemarin (13/10).

Menurut Titi Anggraini, jika NPHD terlambat ditandatangani akan berdampak
mengganggu tahapan pilkada yang sudah disusun oleh KPU RI. “Padahal, tahapan
pilkada itu sudah dihitung secara cermat dan mempertimbangkan berbagai faktor.
Kalau tahapan pemilu menjadi mundur, maka kualitas pilkada juga menjadi
menurun,” katanya.

Baca Juga :  Stok Pangan Kalteng Aman Hingga 7 Bulan Mendatang

Dalam pandangan Titi, ada beberapa faktor mengapa Pemerintah Daerah belum
juga menandatangani NPHD yang merupakan alokasi anggaran dari APBD di daerah
penyelenggara pilkada.

Pertama, karena masih adanya perbedaan prioritas anggaran yang dialokasikan
oleh Pemerintah Daerah di daerah tersebut. Kedua, belum adanya kesepakatan
besaran anggaran antara Pemerintah Daerah dengan KPU Daerah, sehingga masih
terjadi tarik ulur. Ketiga, adanya polemik soal Bawaslu yang dinilai ada
perbedaan dalam nomenklatur.

Dalam menyikapi perbedaan antara pemerintah daerah dan KPU Daerah ini,
menurut Titi, maka Kemendagri dan KPU RI harus bersikap tegas dan segera turun
tangan memediasi sehingga tercapai kesepakatan.

Terpisah, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin,
menjelaskan NPHD telah diperpanjang hingga 14 Oktober 2019. Tenggat waktu NPHD,
yakni 1 Oktober 2019 lalu.

Keputusan perpanjangan waktu tersebut merupakan hasil Rapat Evaluasi Pendanaan
Pilkada 2020 di Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri), Senin (7/10) dengan
perwakilan daerah yang belum menyelesaikan NPHD atau anggaran dana hibah untuk
pilkada-nya.

“Ya, ini sesuai dengan apa yang tadi disepakati di dalam rapat koordinasi
yang lalu,” terangnya.

Kemendagri berharap tidak ada daerah yang terlambat lagi menyelesaikan
NPHD-nya. Batas waktu hingga tanggal 14 Oktober 2019 dipilih dikarenakan ada
kebutuhan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 pada bulan
November.

Baca Juga :  Alhamdulillah ! Terapkan Protokol Kesehatan, Perekonomian di Pasar Bes

“Jadi, dari sisi regulasi, memang idealnya satu bulan sebelumnya (tahapan
pilkada), tapi waktu itu sengaja dibuat sedikit agak longgar agar jika ada
kendala-kendala di lapangan, masih ada ruang (untuk perbaiki),” terangnya.

“Tetapi prinsipnya, daerah yang sudah terlambat (tanda tangani NPHD), kami
sudah lakukan teguran,” imbuhnya.

Hingga saat ini, dari catatan KPU ada sebanyak 209 daerah yang sudah
menandatangani NPHD. Jumlah tersebut terdiri atas 203 KPU kabupaten/kota dan 6
KPU Provinsi.

Sisanya, masih menyisakan 61 daerah yang belum menandatanganinya. Sedangkan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, sudah ada 163 daerah yang
menyelesaikan NPHD Bawaslu dan 107 daerah yang masih berproses.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya tidak
mempermasalahkan diperpanjangnya waktu untuk penyelesaian NPHD bagi daerah yang
belum. Namun hal tersebut ada dampaknya.

Kegiatan-kegiatan (tahapan Pilkada 2020) kan beberapa sudah dilakukan tahun
2019. Persiapan rekrutmen penyelenggara, sosialisasi KPU. Walaupun tidak
banyak, tetapi itu harus dilakukan 2019 agar 2020 bisa fokus konsentrasi ke
tahapannya,” terang dia.

Seperti diketahui, pilkada serentak tahun 2020 diselenggarakan di 270
daerah, meliputi sembilan provinsi, 37 kota, serta 224 kabupaten. (fin/ful/kpc)

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali diingatkan untuk bersikap tegas
dalam menangani keterlambatan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) di daerah penyelenggara pilkada serentak yang NPHD-nya belum
ditandatangani.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, KPU RI sebelumnya
membuat jadwal tahapan pilkada serentak tahun 2020. Dimana penandatanganan NPHD
sudah dilakukan antara Pemerintah Daerah dan KPU Daerah di daerah penyelenggara
pilkada, paling lambat hingga 1 Oktober 2019.

Penandatanganan NPHD ini berfungsi untuk memastikan ketersediaan anggaran
pilkada dari pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota yang menyelenggarakan
pilkada serentak.

Namun, hingga 7 Oktober lalu, masih ada sebanyak 61 daerah dari 270 daerah
penyelenggara pilkada serentak yang belum menandatangani NPHD.

Karena itu, Kemendagri pada Senin (7/10), memperpanjang batas waktu
penandatanganan NPHD selama dua pekan hingga Senin, 14 Oktober. Kenyataannya,
sampai Minggu (13/10), masih ada sejumlah daerah yang belum menandatangani
NPHD.

“Kemendagri dan KPU RI harus segera memediasi antara Pemerintah Daerah dan
KPU Daerah, agar NPHD-nya bisa segera ditandatangani,” kata Direktur Eksekutif
Perludem, Titi Anggraini, kemarin (13/10).

Menurut Titi Anggraini, jika NPHD terlambat ditandatangani akan berdampak
mengganggu tahapan pilkada yang sudah disusun oleh KPU RI. “Padahal, tahapan
pilkada itu sudah dihitung secara cermat dan mempertimbangkan berbagai faktor.
Kalau tahapan pemilu menjadi mundur, maka kualitas pilkada juga menjadi
menurun,” katanya.

Baca Juga :  Stok Pangan Kalteng Aman Hingga 7 Bulan Mendatang

Dalam pandangan Titi, ada beberapa faktor mengapa Pemerintah Daerah belum
juga menandatangani NPHD yang merupakan alokasi anggaran dari APBD di daerah
penyelenggara pilkada.

Pertama, karena masih adanya perbedaan prioritas anggaran yang dialokasikan
oleh Pemerintah Daerah di daerah tersebut. Kedua, belum adanya kesepakatan
besaran anggaran antara Pemerintah Daerah dengan KPU Daerah, sehingga masih
terjadi tarik ulur. Ketiga, adanya polemik soal Bawaslu yang dinilai ada
perbedaan dalam nomenklatur.

Dalam menyikapi perbedaan antara pemerintah daerah dan KPU Daerah ini,
menurut Titi, maka Kemendagri dan KPU RI harus bersikap tegas dan segera turun
tangan memediasi sehingga tercapai kesepakatan.

Terpisah, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin,
menjelaskan NPHD telah diperpanjang hingga 14 Oktober 2019. Tenggat waktu NPHD,
yakni 1 Oktober 2019 lalu.

Keputusan perpanjangan waktu tersebut merupakan hasil Rapat Evaluasi Pendanaan
Pilkada 2020 di Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri), Senin (7/10) dengan
perwakilan daerah yang belum menyelesaikan NPHD atau anggaran dana hibah untuk
pilkada-nya.

“Ya, ini sesuai dengan apa yang tadi disepakati di dalam rapat koordinasi
yang lalu,” terangnya.

Kemendagri berharap tidak ada daerah yang terlambat lagi menyelesaikan
NPHD-nya. Batas waktu hingga tanggal 14 Oktober 2019 dipilih dikarenakan ada
kebutuhan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 pada bulan
November.

Baca Juga :  Alhamdulillah ! Terapkan Protokol Kesehatan, Perekonomian di Pasar Bes

“Jadi, dari sisi regulasi, memang idealnya satu bulan sebelumnya (tahapan
pilkada), tapi waktu itu sengaja dibuat sedikit agak longgar agar jika ada
kendala-kendala di lapangan, masih ada ruang (untuk perbaiki),” terangnya.

“Tetapi prinsipnya, daerah yang sudah terlambat (tanda tangani NPHD), kami
sudah lakukan teguran,” imbuhnya.

Hingga saat ini, dari catatan KPU ada sebanyak 209 daerah yang sudah
menandatangani NPHD. Jumlah tersebut terdiri atas 203 KPU kabupaten/kota dan 6
KPU Provinsi.

Sisanya, masih menyisakan 61 daerah yang belum menandatanganinya. Sedangkan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, sudah ada 163 daerah yang
menyelesaikan NPHD Bawaslu dan 107 daerah yang masih berproses.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya tidak
mempermasalahkan diperpanjangnya waktu untuk penyelesaian NPHD bagi daerah yang
belum. Namun hal tersebut ada dampaknya.

Kegiatan-kegiatan (tahapan Pilkada 2020) kan beberapa sudah dilakukan tahun
2019. Persiapan rekrutmen penyelenggara, sosialisasi KPU. Walaupun tidak
banyak, tetapi itu harus dilakukan 2019 agar 2020 bisa fokus konsentrasi ke
tahapannya,” terang dia.

Seperti diketahui, pilkada serentak tahun 2020 diselenggarakan di 270
daerah, meliputi sembilan provinsi, 37 kota, serta 224 kabupaten. (fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru