Tak terasa umat Islam telah menjalani puasa
selama 21 hari. Ramadan tahun ini sangat beda dibanding ramadan-ramadan
sebelumnya. Tidak ada tarawih di masjid. Kalaupun ada, hanya sebagian kecil
yang melaksanakan salat di masjid.
Selebihnya salat tarawih dilaksanakan di
rumah-rumah. Itupun bagi yang mengerjakan. Yang tidak tarawih, biasanya kalau
tidak main game, buka sosmed, nonton TV atau ngerumpi.
Bagi yang merindukan Lailatul Qadar, dia
tidak mengharapkan kemewahan dunia dengan mendapatkan harta berlimpah, istri
cantik maupun kenikmatan-kenikmatan semu yang membuat lupa akan jati
dirinya.
Baginya rasa haus dan lapar hanya semata-mata
mendapat rahmat Allah SWT. Tidak tertular virus corona pun merupakan
berkah yang bernilai Lailatul Qadar.
Jadi jangan membayangkan Lailatul Qadar akan
memperoleh sesuatu yang kita inginkan. Karena Lailatul Qadar sangat misteri
serta merangsang penasaran abadi.
Dalam situasi pandemi Covid-19, kita
dihadapkan oleh aturan-aturan pemerintah untuk memutus rantai virus corona.
Masyarakat diminta untuk tidak keluar rumah, kecuali sangat mendesak. Misalnya,
membeli kebutuhan sehari-hari.
Tidak boleh bergerombol, penyelenggaraan
keagamaan dibatasi. Rumah-rumah ibadah ditutup. Pelaksanaan ibadah sementara di
rumah saja.
Bagi umat Islam, inilah ramadan terindah.
Kita bisa berkumpul dengan orang tua, anak-anak, saudara serta istri untuk
salat taraweh berjamaah di rumah.
Jadikanlah rumah mu masjid. Inilah
waktunya membaca alquran dan berzikir demi kecintaan mu terhadap Sang
Khalik yang menciptakan alam semesta ini.
Di tengah kekaburan pemahaman Lailatul Qadar,
tetap saja kita merindukannya. Asalkan jangan merindukan istri tetangga, bisa
ambyar… wkwkwk.(*)