BELUM habis masa berkabung kita setelah berpulangnya
mantan Ibu Negara Ani Yudhoyono ke rahmatullah sekitar sebulan lalu. Perjuangan
total dan maksimal dalam aspek medis serta nonmedis beliau lakukan bersama
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga dengan optimisme luar biasa.
Ternyata Allah berkehendak lain. Ibu Ani harus kalah dan menyerah atas ’’kanker
darah’’ yang diderita.
Lagi-lagi kita kehilangan sosok panutan yang merakyat. Pak
Sutopo Purwo Nugroho, humas BNPB, menderita kanker paru-paru. Sempat dikabarkan
sudah membaik, tetapi akhirnya beliau kalah juga oleh ’’kanker’’.
Kita semua tahu, kanker menjadi momok yang paling ditakuti.
Dalam masyarakat, vonis kanker sudah identik dengan kematian. Terapi
kanker identik dengan ketidaknyamanan, kemoterapi dan radioterapi, bahkan
perlu operasi besar. Belum lagi, hasil terapi tetap tidak
menjanjikan kesembuhan dengan efek terapi berupa rambut rontok, kulit
menghitam, sampai tubuh semakin kurus.
Dalam dunia medis, diagnosis kanker sering hanya bisa
menuntun untuk menjelaskan survival rate, berapa lama bisa bertahan (angka
statistik). Obat alternatif dan aspek psikoreligius menjadi tumpuan akhir
yang banyak dilakukan pasien dan keluarga.
Apa Itu Kanker?
Kanker bisa dikatakan musuh dalam selimut. Sebab, kanker
muncul dari sel-sel tubuh sendiri yang membelah atau berkembang tanpa kontrol
dan menyerang sel-sel yang lain. Sel-sel kanker ganas ini bisa menyebar ke
organ lain melalui aliran darah.
Sel kanker yang berkembang tidak terkendali ini disebabkan
terjadinya mutasi sel yang bisa dipicu berbagai faktor. Ternyata, faktor
lingkungan lebih banyak berperan (80%), sedangkan 20% sisanya
cenderung disebabkan faktor gen. Misalnya, kebiasaan merokok, makan
makanan berkadar formalin tinggi, atau yang lebih jelas pada korban hidup bom
Hiroshima, terbukti setelah sekian lama sebagian besar mengalami mutasi sel
(akibat radiasi nuklir) yang memicu kanker kulit.
Di Amerika Serikat (AS), penyakit jantung dan kanker
merupakan dua penyakit sebagai penyebab terbanyak kematian. Sampai
sekarang pun kanker menjadi masalah medis yang belum teratasi dengan baik meski
teknologi medis sudah jauh berkembang.
Deskripsi sejarah tentang kanker ada sejak zaman Mesir Kuno
(1600 sebelum Masehi/BC) yang ditunjukkan oleh tindakan pengambilan kanker
payudara. ’’Perang’’ tidak pernah berhenti. Pada akhir abad ke-19, Marie dan
Pierre Curie menemukan teknik radiasi yang bisa digunakan untuk terapi kanker
(meraih hadiah Nobel). ’’War on Cancer’’ sampai menjadi isu politis dengan
momentum pada 1971 Presiden AS Richard Nixon menandatangani National Cancer Act
dengan revitalisasi program di US National Cancer Institute.
Masa Depan Kanker
Saat ini modalitas penanganan kanker adalah operasi,
kemoterapi, dan radiasi dengan hasil yang belum optimal. Saat ini banyak
penelitian yang dikembangkan, tetapi dalam penantian, demand yang
banyak menimbulkan pencarian alternatif. Setrum Warsito, terapi herbal, atau
terapi religi merupakan terapi alternatif yang sering kita dengar.
Dengan mengetahui aspek dasar penyebab sel kanker dalam
tubuh, secara scientific ada beberapa model terapi yang berpotensi membunuh
kanker dengan lebih efektif pada masa depan. Sel kanker adalah ’’sel
pintar’’ sehingga bisa selalu menghindar dan hidup lagi setelah diserang secara
medis.
Terapi gen adalah salah satu model terapi yang banyak
diteliti. Dengan keberhasilan isolasi gen tertentu yang mempunyai kemampuan
untuk mengenali sel-sel kanker tertentu, kemudian mencangkokkannya ke dalam
limfosit (sel darah). Setelah itu, sel-sel tersebut dikultur dan ditumbuhkan
dalam jumlah besar dan kemudian disuntikkan kepada pasien untuk mengenal sel
kanker dan membunuhnya. Imunoterapi saat ini juga menjadi objek penelitian
untuk kanker.
Salah satu terobosan dalam pengobatan kanker adalah konsep
menggunakan sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melawan sel ganas kanker.
Model terapi ini kebanyakan dilakukan di AS, tetapi keberhasilannya tetap belum
memuaskan.
Saat ini yang paling populer adalah terapi sel punca (stem
cell) untuk kanker. Terapi tersebut banyak digunakan untuk jenis kanker darah
seperti yang dialami Ibu Ani Yudhoyono.
Transplantasi stem cell dari sumsum tulang (bone marrow)
akan bisa menggantikan sel-sel darah yang rusak akibat kanker darah. Juga
kadang setelah kemoterapi atau radioterapi dengan dosis tinggi yang
mengakibatkan sumsum tulang penghasil sel-sel darah normal juga tertekan.
Transplantasi stem cell dari luar akan membantu penyembuhan. Penelitian dan uji
coba masih terus berlanjut. Melawan kanker memang sulit, tapi beberapa penemuan
baru memberikan secercah harapan ke depan.
Kita semua masih dalam peperangan dengan sel-sel kanker.
Kemenangan saat ini biasanya bisa diraih bila kanker bisa dideteksi sejak dini
(early stage), yakni ketika kanker masih lokal dan belum menjalar ke
sekitar. Namun, deteksi dini sering sulit sehingga penelitian untuk
marker-marker stadium dini juga banyak dilakukan.
Optimisme almarhumah Ibu Ani dan almarhum Pak Sutopo akan
menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi kita semua. Jangan menyerah untuk melawan
kanker. Dunia medis Indonesia dan masyarakat harus tetap optimistis.
Tim dokter kepresidenan yang memutuskan untuk merawat Ibu
Ani di NUH Singapura, juga keinginan sembuh Pak Sutopo yang membawa beliau
berobat ke Guangzhou, Tiongkok, menunjukkan tekad dan upaya maksimal untuk
penyembuhan. Namun, di satu sisi, hal itu menunjukkan belum adanya fasilitas di
dalam negeri untuk penanganan kanker secara komprehensif dan tepercaya.
Banyak PR untuk kita. Semoga suatu saat nanti mereka ’’sel
kanker’’ bisa kita kalahkan di negeri sendiri. Semoga. (*)
Dokter ahli bedah saraf, dosen Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga