PALANGKA RAYA – Perbedaan
sikap politik di masyarakat saat pelaksanaan Pemilu saat ini yang cenderung
semakin rentan menimbulkan gesekan sosial, menjadi perhatian mahasiswa dan
pemuda. Untuk perbedaan itu menjadi pengganggu persatuan dan kesatuan,
diperlukan pendidikan politik positif dan konstruktif secara luas.
Hal itu menjadi salah satu poin kesimpulan dalam fokus diskusi terpumpun
atau focus group disscussin (FGD) yang dilaksanakan Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Cabang Palangka Raya, Sabtu (13/7/2019). FGD itu diikuti sejumlah
organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan yang ada di Kota Cantik.
“Salah satu ekses yang rasakan saat ini menjelang hingga pascapemilu, masyarakat
cenderung lebih reaktif menanggapi informasi yang beredar, tanpa memahami betul
validitas informasi itu. Sehingga dampaknya rawan menimbulkan gesekan di
tingkat masyarakat itu sendiri,†ungkap Danu Prasetyo, perwakilan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kalteng.
Hal itu juga dipertegas Ketua Kerukunan Mahasiswa Hindu Dharma
Indonesia Kalteng, Handy
Wijaya. “Banyak ujaran kebencian yang beredar melalui media sosial baik
menjelang hingga setelah pemilu, khususnya pilpres. Ini menyebabkan masyarakat awam mudah terpengaruh, baik yang pro dan kontra,†ujarnya.
Minimnya kemampuan masyarakat untuk memvalidasi berbagai informasi yang
beredar di media sosial, timpal M Faizal Azmi dari HIMA Kotawaringin Timur Palangka Raya,  mengakibatkan masyarakat pun menjadi lebih gampang termakan informasi hoax. “Disinilah diperlukan upaya-upaya
konkret untuk memberikan pendidikan politik positif kepada masyarakat, agar
mereka tidak mudah terpancing dan termakan informasi hoax. Masyarakat harus
diajarkan untuk mampu memvalidasi informasi yang mereka terima,†ujarnya.
Untuk memberikan pendidikan politik positif dan konstruktif kepada
masyarakat dalam menyikapi perbedaan pilihan saat pemilu, imbuh Muhammad
Hasan dari HIMA Seruyan, diperlukan peran semua pihak terkait.
Termasuk generasi muda yang notabene memiliki kemampuan akses lebih baik dalam
menanggapi serta mengolah informasi yang beredar.
“Selain itu, yang paling penting sebenarnya adalah contoh dari para elit
politik. Harusnya bisa memberikan contoh-contoh yang lebih santun dan damai.
Bukan hanya menonjolkan perbedaan, ini sangat penting agar masyarakat juga
tidak mudah termakan provokasi dan agitasi yang mengancam persatuan dan
kesatuan,†tegas dia.
Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Palangka Raya Donald Setiawan
mengatakan, sesungguhnya bangsa Indonesia yang dibangun dengan latar belakang
kebhinekaan sudah terbiasa dengan perbedaan. Namun saat ini, kebhinekaan itu
juga menjadi rawan jika tidak mampu dirawat dengan baik.
“Itulah salah satu tujuan FGD ini mengangkat tema Merajut
Kebhinekaan Paska Pilpres di Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah. Kita sebagai generasi muda berharap bisa
memiliki peran aktif yang lebih nyata dalam turut menjaga persatuan dan
kesatuan serta merawat kebhinekaan bangsa Indonesia.
“Apalagi kemarin kita sudah melihat bagaimana dua capres yang sebelumnya
bersaing, sudah bertemu dalam suasana yang akrab dan penuh nuansa kekeluargaan.
Hendaknya kita di jajaran masyarakat pun bisa mengikutinya. Sudah saatnya
melepaskan perbedaan pilihan politik saat pemilu dan kembali bersatu
untuk membangun Indonesia secara umum dan daerah kita khususnya.
Apalagi saat ini Kalteng memiliki PR yang lebih besar, menyikapi
rencana pemindahan ibukota
negara,†kata Donal. (nto)