26.2 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Nestapa Sri Solekah

SEBENARNYA mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi sedang
sibuk membangun Sanggar Daya Kemanusiaan di Kampung Sumur mau pun bekerja sama
dengan Pemprov DKI mempersiapkan pembangunan Kampung Susun untuk para warga
Bukit Duri yang tergusur 28 September 2016. Namun beliau masih berkenan
menyempatkan diri mengirim sebuah berita nestapa dari Tambakrejo, Semarang

Gusur

Ratusan Satpol PP kota Semarang
dengan pakaian seragam dinas lengkap dengan alat berat menggusur warga
Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara, Kota Semarang secara tidak
mematuhi perjanjian yang tersurat di dalam Kesepakatan Perdamaian tertanggal 13
Desember 2018 antara para Warga Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang
dengan BBWS Pemali-Juana dan Pemkot semarang yang juga dimediatori oleh Komnas
HAM.

Sri Solekah

Jumat 10 Mei 2019, secara
mengharukan reporter Liputan6.com, Semarang, Felek Wahyu berkisah tentang
nestapa seorang warga kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara
bernama Sri Solekah. Perempuan tua ini tetap memasak hidangan puasa Ramadan
sambil makan sahur bersama para warga yang digusur pada sebuah tenda darurat di
atas tumpukan puing-puing reruntuhan dinding rumah entah siapa. 

Baca Juga :  SDM Unggul Sebagai Kekuatan Daya Saing Bangsa

“Jarene mengentaskan kemiskinan,
iki wis warga miskin malah dipetek-petek (Katanya mengentaskan kemiskinan, ini
warga miskin malah diinjak-injak),” gerutu Mbah Solekah sambil tangannya terus
mengaduk sayur di wajan. Tanpa ada senyum sedikitpun.

Zigam

Ada yang mendekat atau tidak,
Mbah Solekah konsisten dengan gerutuan sambal memasak masakan berbumbu nestapa.
“Tegel banget. Sasi pasa kok omah diambrukke. Wingi kampanye janjine
kesejahteraan, mbelgedhes (Sungguh tega. Bulan puasa kok merobohkan rumah warga.
Kemarin saat kampanye menjanjikan kesejahteraan. Mbelgedhes),” ratapnya sambil
didampingi seorang cucunya, Zigam yang masih kecil.

Zigam sempat diselamatkan seorang
pelajar dari gilasan bulldozer penggusur. Mulut Sri Solekah terus menggerutu
“Bejamu ya nang, ana siswa nylametke 
(Beruntunglah kamu nak, ada pelajar yang menyelamatkan),” katanya kepada
Zigam.

Baca Juga :  Perkuat Silaturahmi

Sang cucu diam dan terus minum
susu dari botol. Zigam seperti tak tahu apa yang terjadi terhadap rumah orang
tua dan neneknya. Zigam tak tahu bahwa tempat tinggal mereka digusur atas nama
pembangunan pada bulan suci Ramadan. Tampaknya cita-cita luhur tersirat di
dalam sila Keadilan Sosial Untuk Seluruh Rakyat Indonesia belum terwujud akibat
masih ada rakyat Indonesia belum menikmati nikmatnya kemerdekaan Indonesia. (***)

(Penulis adalah pendiri Sanggar
Pembelajaran Kemanusiaan)

SEBENARNYA mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi sedang
sibuk membangun Sanggar Daya Kemanusiaan di Kampung Sumur mau pun bekerja sama
dengan Pemprov DKI mempersiapkan pembangunan Kampung Susun untuk para warga
Bukit Duri yang tergusur 28 September 2016. Namun beliau masih berkenan
menyempatkan diri mengirim sebuah berita nestapa dari Tambakrejo, Semarang

Gusur

Ratusan Satpol PP kota Semarang
dengan pakaian seragam dinas lengkap dengan alat berat menggusur warga
Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara, Kota Semarang secara tidak
mematuhi perjanjian yang tersurat di dalam Kesepakatan Perdamaian tertanggal 13
Desember 2018 antara para Warga Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang
dengan BBWS Pemali-Juana dan Pemkot semarang yang juga dimediatori oleh Komnas
HAM.

Sri Solekah

Jumat 10 Mei 2019, secara
mengharukan reporter Liputan6.com, Semarang, Felek Wahyu berkisah tentang
nestapa seorang warga kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara
bernama Sri Solekah. Perempuan tua ini tetap memasak hidangan puasa Ramadan
sambil makan sahur bersama para warga yang digusur pada sebuah tenda darurat di
atas tumpukan puing-puing reruntuhan dinding rumah entah siapa. 

Baca Juga :  SDM Unggul Sebagai Kekuatan Daya Saing Bangsa

“Jarene mengentaskan kemiskinan,
iki wis warga miskin malah dipetek-petek (Katanya mengentaskan kemiskinan, ini
warga miskin malah diinjak-injak),” gerutu Mbah Solekah sambil tangannya terus
mengaduk sayur di wajan. Tanpa ada senyum sedikitpun.

Zigam

Ada yang mendekat atau tidak,
Mbah Solekah konsisten dengan gerutuan sambal memasak masakan berbumbu nestapa.
“Tegel banget. Sasi pasa kok omah diambrukke. Wingi kampanye janjine
kesejahteraan, mbelgedhes (Sungguh tega. Bulan puasa kok merobohkan rumah warga.
Kemarin saat kampanye menjanjikan kesejahteraan. Mbelgedhes),” ratapnya sambil
didampingi seorang cucunya, Zigam yang masih kecil.

Zigam sempat diselamatkan seorang
pelajar dari gilasan bulldozer penggusur. Mulut Sri Solekah terus menggerutu
“Bejamu ya nang, ana siswa nylametke 
(Beruntunglah kamu nak, ada pelajar yang menyelamatkan),” katanya kepada
Zigam.

Baca Juga :  Perkuat Silaturahmi

Sang cucu diam dan terus minum
susu dari botol. Zigam seperti tak tahu apa yang terjadi terhadap rumah orang
tua dan neneknya. Zigam tak tahu bahwa tempat tinggal mereka digusur atas nama
pembangunan pada bulan suci Ramadan. Tampaknya cita-cita luhur tersirat di
dalam sila Keadilan Sosial Untuk Seluruh Rakyat Indonesia belum terwujud akibat
masih ada rakyat Indonesia belum menikmati nikmatnya kemerdekaan Indonesia. (***)

(Penulis adalah pendiri Sanggar
Pembelajaran Kemanusiaan)

Terpopuler

Artikel Terbaru