29 C
Jakarta
Sunday, April 20, 2025

Mimpi Ing-wen

Saya tidak perlu menulis lagi
siapa pemenang pilpres di Taiwan Sabtu lalu –kalah duluan dari pembaca DI’s
Way.

Artinya: Beijing kalah lagi.

Maknanya: Amerika selalu menang:
di Taiwan, di Korut, di Iran, di Hongkong, dan di Xinjiang.

Pukulan tidak henti-hentinya
diarahkan ke Xi Jinping.

Untuk front Timur kini Tiongkok
menghadapi dua persoalan: Hongkong dan Taiwan.

Di Hongkong partai yang
pro-Beijing kalah telak. Di pemilu distrik bulan lalu.

Di Taiwan capres Han Guo-yu
menyusul kalah telak dari Tsai Ing-wen. Sabtu kemarin.

Jumat malam saya masih hadir di
kampanye terbesar Han Guo-yu di Taipei.

Sabtu malam saya hadir juga di
kampanye terbesar Tsai Ing-wen. Di lokasi yang sama di Taipei.

Kampanye itu sama besarnya.
Lokasi itu sama penuhnya.

Bedanya: kampanye Han Guo-yu
dipenuhi orang-orang tua. Dengan bendera Taiwan di tangan mereka.

Kampanye Tsai Ing-wen didominasi
anak muda. Tidak satu pun membawa bendera Taiwan.

Sebagian dari mereka memang
memegang bendera tapi warna hijau –warna Tsai Ing-wen.

Di tengah masa Ing-wen itu saya
melihat sekelompok anak muda yang mencolok. Mereka mengibarkan bendera dengan
tongkat yang tinggi: itulah bendera gerakan anti-Tiongkok di Hongkong. Warnanya
hitam.

Mereka juga menggelar spanduk
gerakan di Hongkong itu. Terlihat sekali apa yang terjadi di Hongkong menular
di Taiwan. Lengkap dengan atributnya –yang kelihatannya asli dibawa dari
Hongkong.

Saya juga melihat pemandangan
lain. Di jalan yang ditutup untuk lalu-lintas dekat lokasi kampanye Ing-wen
itu.

Di situ terparkir enam bus kecil.
Bus itu didesain khusus. Agar di atapnya bisa untuk berdiri banyak orang.

Baca Juga :  Kiai Migas

Saat saya berjalan mengarah ke
bus itu terlihat 8 orang berteriak-teriak di atasnya. Salah satunya
mengacungkan poster “NO CHINA”.

Saya pun merogoh saku. Mengambil
ponsel.

Begitu akan memotretnya ia
menurunkan poster itu. Saya tidak mau menyuruhnya mengangkat kembali posternya
–itu tidak boleh dilakukan seorang wartawan.

Tapi bus-bus itu bukan bus slintutan.
Sikap anti-Tiongkok di bus itu ditulis terang-terangan –di badan bus.
Kalimat-kalimat di badan bus itu ditulis secara permanen.

Itulah bus milik gerakan
kemerdekaan Taiwan.

Gerakan itu umurnya sudah sangat
tua. Berdiri sejak akhir 1800-an. Yakni ketika Taiwan masih dijajah Jepang.

Gerakan ini menginginkan Taiwan
merdeka dari Jepang.

Ketika Jenderal Chiang Kai-shek
mendirikan pemerintahan Tiongkok di Taiwan gerakan ini tetap ingin Taiwan
merdeka  –kali itu merdeka dari Tiongkok.

Ketika Chiang Kai-shek menguasai
Taiwan pemimpin gerakan itu lari ke Jepang. Mendirikan restoran di Yokohama.
Sukses besar. Semua hasilnya ia kirim untuk biaya gerakan kemerdekaan Taiwan.

Ia memutuskan tidak kawin.
Sebelum Taiwan merdeka.

Kini ia tidak mungkin kawin lagi
–padahal ia sudah sangat sabar untuk tetap hidup. Sampai akhirnya meninggal di
umur lebih 100 tahun.

Setelah Tsai Ing-wen menang lagi
Sabtu kemarin, beranikah dia menyatakan Taiwan merdeka?

Tidak akan berani.

Tidak akan ada perubahan yang
nyata untuk status Taiwan.

Mengapa?

Begitu ada pernyataan resmi
Taiwan merdeka detik itu juga akan terjadi perang. Tiongkok akan langsung
menyerangnya. Dari laut dan udara. Juga dari daratan Fujian –yang menghadap ke
Taiwan.

Baca Juga :  Alumni SMA Kolese De Britto Berbagi Kasih

Senjata modern dari darat ke ke
darat sudah berjajar di dekat pantai Fujian. Di antara kita Xiamen dan Fuzhou.
Juga di antara Fuzhou dan Ningbo.

Moncong senjata itu sudah
dihadapkan ke Taiwan. Pun sudah diatur. Mana yang menghadap ke Taipei. Mana
pula yang menghadap ke Taichung. Atau ke Tainan dan ke Kaoshiung.

Pasukan Tiongkok selalu dalam
keadaan siaga penuh –untuk action di detik yang
sama dengan pernyataan merdeka itu.

Bukankah Amerika mendukung penuh
Taiwan?

Tidak.

Resminya Amerika hanya mengakui
Tiongkok. Taiwan –kata ahli geopolitik– adalah selingkuhannya yang seksi.

Tapi dengan pasang naiknya
gerakan anti-Tiongkok di Hongkong perasaan yang sama naik pula di Taiwan.

Di Timur Tiongkok disibukkan oleh
Taiwan dan Hongkong. Di Barat disibukkan dengan Xinjiang.

Kini ‘seksi sibuk’ itu mungkin
lagi cari cara untuk menambah kesibukan Tiongkok. Yakni dengan menggerakkan
kembali anti-Tiongkok di Tibet.

Xi Jinping sampai “tidak
punya waktu” berangkat ke Washington. Untuk tandatangan perjanjian dagang
tahap satu dengan Amerika minggu depan.

Kesibukan-kesibukan Tiongkok yang
baru itu tentu tidak pernah dimimpikan Xi Jinping sebelumnya.

Ketika baru dilantik sebagai
Presiden Tiongkok tujuh tahun lalu Xi Jinping memang punya motto besar: Zhong
Meng –mimpi Tiongkok.

Tentu mimpi yang dimaksud 
adalah mimpi kejayaan Tiongkok.

Bukan mimpi ketemu Donald Trump
yang menjadi kenyataan sekarang ini.

Atau mimpi ketemu Ing-wen sampai
dua kali.(Dahlan Iskan)

 

 

Saya tidak perlu menulis lagi
siapa pemenang pilpres di Taiwan Sabtu lalu –kalah duluan dari pembaca DI’s
Way.

Artinya: Beijing kalah lagi.

Maknanya: Amerika selalu menang:
di Taiwan, di Korut, di Iran, di Hongkong, dan di Xinjiang.

Pukulan tidak henti-hentinya
diarahkan ke Xi Jinping.

Untuk front Timur kini Tiongkok
menghadapi dua persoalan: Hongkong dan Taiwan.

Di Hongkong partai yang
pro-Beijing kalah telak. Di pemilu distrik bulan lalu.

Di Taiwan capres Han Guo-yu
menyusul kalah telak dari Tsai Ing-wen. Sabtu kemarin.

Jumat malam saya masih hadir di
kampanye terbesar Han Guo-yu di Taipei.

Sabtu malam saya hadir juga di
kampanye terbesar Tsai Ing-wen. Di lokasi yang sama di Taipei.

Kampanye itu sama besarnya.
Lokasi itu sama penuhnya.

Bedanya: kampanye Han Guo-yu
dipenuhi orang-orang tua. Dengan bendera Taiwan di tangan mereka.

Kampanye Tsai Ing-wen didominasi
anak muda. Tidak satu pun membawa bendera Taiwan.

Sebagian dari mereka memang
memegang bendera tapi warna hijau –warna Tsai Ing-wen.

Di tengah masa Ing-wen itu saya
melihat sekelompok anak muda yang mencolok. Mereka mengibarkan bendera dengan
tongkat yang tinggi: itulah bendera gerakan anti-Tiongkok di Hongkong. Warnanya
hitam.

Mereka juga menggelar spanduk
gerakan di Hongkong itu. Terlihat sekali apa yang terjadi di Hongkong menular
di Taiwan. Lengkap dengan atributnya –yang kelihatannya asli dibawa dari
Hongkong.

Saya juga melihat pemandangan
lain. Di jalan yang ditutup untuk lalu-lintas dekat lokasi kampanye Ing-wen
itu.

Di situ terparkir enam bus kecil.
Bus itu didesain khusus. Agar di atapnya bisa untuk berdiri banyak orang.

Baca Juga :  Kiai Migas

Saat saya berjalan mengarah ke
bus itu terlihat 8 orang berteriak-teriak di atasnya. Salah satunya
mengacungkan poster “NO CHINA”.

Saya pun merogoh saku. Mengambil
ponsel.

Begitu akan memotretnya ia
menurunkan poster itu. Saya tidak mau menyuruhnya mengangkat kembali posternya
–itu tidak boleh dilakukan seorang wartawan.

Tapi bus-bus itu bukan bus slintutan.
Sikap anti-Tiongkok di bus itu ditulis terang-terangan –di badan bus.
Kalimat-kalimat di badan bus itu ditulis secara permanen.

Itulah bus milik gerakan
kemerdekaan Taiwan.

Gerakan itu umurnya sudah sangat
tua. Berdiri sejak akhir 1800-an. Yakni ketika Taiwan masih dijajah Jepang.

Gerakan ini menginginkan Taiwan
merdeka dari Jepang.

Ketika Jenderal Chiang Kai-shek
mendirikan pemerintahan Tiongkok di Taiwan gerakan ini tetap ingin Taiwan
merdeka  –kali itu merdeka dari Tiongkok.

Ketika Chiang Kai-shek menguasai
Taiwan pemimpin gerakan itu lari ke Jepang. Mendirikan restoran di Yokohama.
Sukses besar. Semua hasilnya ia kirim untuk biaya gerakan kemerdekaan Taiwan.

Ia memutuskan tidak kawin.
Sebelum Taiwan merdeka.

Kini ia tidak mungkin kawin lagi
–padahal ia sudah sangat sabar untuk tetap hidup. Sampai akhirnya meninggal di
umur lebih 100 tahun.

Setelah Tsai Ing-wen menang lagi
Sabtu kemarin, beranikah dia menyatakan Taiwan merdeka?

Tidak akan berani.

Tidak akan ada perubahan yang
nyata untuk status Taiwan.

Mengapa?

Begitu ada pernyataan resmi
Taiwan merdeka detik itu juga akan terjadi perang. Tiongkok akan langsung
menyerangnya. Dari laut dan udara. Juga dari daratan Fujian –yang menghadap ke
Taiwan.

Baca Juga :  Alumni SMA Kolese De Britto Berbagi Kasih

Senjata modern dari darat ke ke
darat sudah berjajar di dekat pantai Fujian. Di antara kita Xiamen dan Fuzhou.
Juga di antara Fuzhou dan Ningbo.

Moncong senjata itu sudah
dihadapkan ke Taiwan. Pun sudah diatur. Mana yang menghadap ke Taipei. Mana
pula yang menghadap ke Taichung. Atau ke Tainan dan ke Kaoshiung.

Pasukan Tiongkok selalu dalam
keadaan siaga penuh –untuk action di detik yang
sama dengan pernyataan merdeka itu.

Bukankah Amerika mendukung penuh
Taiwan?

Tidak.

Resminya Amerika hanya mengakui
Tiongkok. Taiwan –kata ahli geopolitik– adalah selingkuhannya yang seksi.

Tapi dengan pasang naiknya
gerakan anti-Tiongkok di Hongkong perasaan yang sama naik pula di Taiwan.

Di Timur Tiongkok disibukkan oleh
Taiwan dan Hongkong. Di Barat disibukkan dengan Xinjiang.

Kini ‘seksi sibuk’ itu mungkin
lagi cari cara untuk menambah kesibukan Tiongkok. Yakni dengan menggerakkan
kembali anti-Tiongkok di Tibet.

Xi Jinping sampai “tidak
punya waktu” berangkat ke Washington. Untuk tandatangan perjanjian dagang
tahap satu dengan Amerika minggu depan.

Kesibukan-kesibukan Tiongkok yang
baru itu tentu tidak pernah dimimpikan Xi Jinping sebelumnya.

Ketika baru dilantik sebagai
Presiden Tiongkok tujuh tahun lalu Xi Jinping memang punya motto besar: Zhong
Meng –mimpi Tiongkok.

Tentu mimpi yang dimaksud 
adalah mimpi kejayaan Tiongkok.

Bukan mimpi ketemu Donald Trump
yang menjadi kenyataan sekarang ini.

Atau mimpi ketemu Ing-wen sampai
dua kali.(Dahlan Iskan)

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru