32.7 C
Jakarta
Wednesday, April 9, 2025

Koridor Silam

Kalau
saja Islam mengakui Guru Nanak itu muslim.

Kalau saja Hindu mengakui Guru Nanak itu Hindu. 

Mungkin tidak akan ada agama Sikh.

Memang ketika meninggal pada 1539, Guru Nanak diperebutkan. Umat
Islam menganggap Guru Nanak itu tokoh spiritual Islam. Karena itu jenazahnya
harus dimakamkan secara Islam.

Sebaliknya umat Hindu: Guru Nanak itu tokoh spiritual Hindu.
Jenazahnya harus dikremasi.

Rebutan.

Umat Islam memakamkannya.

Umat Hindu mengremasikannya.

Banyak yang percaya yang dikubur itu bukan jenazah Guru Nanak.
Yang dikremasi itu pun bukan.

Jenazahnya tidak pernah ditemukan. Entah di mana.

Banyak yang percaya Guru Nanak itu muksa –seperti Jesus/Nabi
Isa.

Belakangan umat Islam menganggap Guru Nanak telah mengajarkan
aliran sesat. Demikian juga umat Hindu. Dua-duanya lantas menganggap Guru Nanak
bukan bagian dari mereka.

Tapi ajaran Guru Nanak hidup terus.

Para
pengikutnya terus menganggap Guru Nanak sebagai Guru (pencerah, penunjuk jalan)
dan Nanak (bapak, yang dituakan) mereka.

Para pengikut Guru Nanak tetap beranggapan diri mereka itu
adalah murid (Sikh). Tanpa Guru seseorang yang mencari Tuhan akan tersesat.

Saya ingat ayah saya. Seorang penganut tarekat yang juga sangat
tunduk pada guru tarekat. Semua aliran tarekat/sufi di Indonesia juga menyebut
bapak spiritual mereka sebagai guru.

Ayah saya takut sekali melanggar perintah guru.

Guru dalam pengertian itu adalah seorang mursyid dalam aliran
tarekat. Mursyid-lah yang dipercaya sebagai jalan menuju Tuhan.

Ayah saya berteman dengan sesama petani. Suka bergurau biasa.
Suatu saat si teman datang ke rumah kami. Mula-mula ayah dan teman itu duduk
santai sambil ngobrol biasa.

Tapi ketika si teman mengatakan kedatangannya itu diutus guru,
ayah saya langsung turun dari kursi. Ayah langsung duduk bersila di lantai.
Menundukkan kepala. Siap mendengarkan apa kata guru –yang akan disampaikan
lewat temannya itu.

Baca Juga :  Dewan Dukung Patenkan Kayu Bajakah

Setelah pesan selesai disampaikan ayah kembali duduk di kursi.
Bicara-bicara biasa lagi dengan temannya itu.

Tetapi mengapa penganut Sikh juga menghormati kitab suci mereka
seperti menghormati guru?

Itu memang kitab suci. Bentuknya buku. Tapi orang Sikh
menganggapnya juga sebagai guru.

Yakni guru ke 11. Guru yang dianggap masih hidup –setelah guru
terakhir mereka meninggal dunia.

Guru terakhir itu, Gobind Singh, memang punya anak empat. Tapi
semua meninggal dunia. Yang dua orang meninggal dalam perang agama. Yang dua
kali dibunuh –karena tidak mau menjadi Islam.

Guru Gobind Singh sendiri terluka dalam perang itu. Lalu
meninggal dunia.

Zaman itu bagian utara India, Pakistan, Afganistan, Iran, dan
sekitarnya berada di bawah Kekaisaran Mughal –kerajaan Islam.

Kekaisaran Mughal pernah mencapai zaman keemasan. Yakni pada
saat Akbar The Great menjadi khalifah. Ia membebaskan rakyatnya menganut agama
apa pun.

Maka para penganut Guru Nanak meresmikan agama mereka: Agama
Sikh.

Ibu kota kekaisaran ini pindah-pindah. Salah satunya di kota
Akbar –sesuai dengan nama sang Kaisar– yang dalam bahasa lokal berarti Agra.

Saya juga sempat ke Kota Agra. Untuk ke Taj Mahal. Tapi yang
lebih penting untuk salat di masjid di bagian kiri Taj Mahal itu.

Raja-raja Mughal setelah Akbar beda banget. Raja-raja pengganti
menghendaki rakyatnya menjadi penganut Islam. Terjadilah ketegangan. Konflik.
Perang.

Penganut Agama Sikh mulai membangun laskar. Mereka merasa
terancam.

Dalam proses pembentukan laskar inilah diperlukan identitas
militansi. Harus punya seragam.

Diciptakanlah penutup kepala. Mirip yang dikenakan 
Pangeran Diponegoro. Topi laskar itulah yang dilestarikan sampai sekarang. Yang
jadi identitas penganut Sikh di mana-mana.

Baca Juga :  Dimulai Senin

Kekaisaran Mughal pun berkuasa hampir 1000 tahun. Islam menjadi
amat kuat di kawasan itu. Yakni Islam yang sudah bercampur dengan Hinduism dan
ajaran Guru Nanak.

Setelah 900 tahun, Kekhalifahan Mughal melemah.

Bersamaan dengan itu muncul kerajaan kecil-kecil di banyak tempat.
Salah satunya Kerajaan Sikh. Sebatas di kawasan Punjab dan sekitarnya.

Agama Sikh pun berkembang pesat.

Kerajaan Sikh berumur 100 tahun. Sampai kedatangan penjajah
Inggris. Wilayah Kerajaan Sikh lantas hanya dijadikan satu provinsi.

Salah satu kota di Punjab dijadikan pusat misionaris Kristen:
Kota Ludhiana. Sekitar 200 km dari Qadian.

Setelah Inggris tidak mau lagi menjajah India dan Pakistan
merdeka sendiri-sendiri. Jutaan orang Islam di India pindah ke Pakistan. Dari
Punjab Timur ke Punjab Barat.

Demikian juga orang Hindu dan Sikh yang di Punjab Barat. Mereka
pindah ke Punjab Timur.

Akhirnya Punjab Barat (masuk Pakistan) Islam semua. Punjab Timur
(India) Hindu/Sikh semua.

“Makam” Guru Nanak tidak bisa dibawa pindah. Makam itu
berada di sebelah barat garis perbatasan.

Orang Sikh pun kesulitan ziarah ke Guru mereka. Apalagi hubungan
India dan Pakistan kumat-kumatan –lebih banyak kumatnya.

Baru di
pemerintahan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ini ada terobosan. Perbatasan
itu diterobos dengan satu koridor. Dari wilayah India ke makam Guru Nanak.
Orang Sikh di India pun bisa ke Guru Nanak tanpa visa.

Sejak bulan lalu.

Saya sempat ke perbatasan itu. Memotret makam Guru Nanak dari
balik pagar perbatasan. Sambil melihat koridor yang baru dibangun.

Itulah koridor ke masa lalu –ke 500 tahun silam. Yang
dibangun oleh mereka yang sangat peduli Tuhan. Tepat ketika negara yang
mengabaikan Tuhan seru-serunya membangun koridor ke masa depan.(Dahlan Iskan)

Kalau
saja Islam mengakui Guru Nanak itu muslim.

Kalau saja Hindu mengakui Guru Nanak itu Hindu. 

Mungkin tidak akan ada agama Sikh.

Memang ketika meninggal pada 1539, Guru Nanak diperebutkan. Umat
Islam menganggap Guru Nanak itu tokoh spiritual Islam. Karena itu jenazahnya
harus dimakamkan secara Islam.

Sebaliknya umat Hindu: Guru Nanak itu tokoh spiritual Hindu.
Jenazahnya harus dikremasi.

Rebutan.

Umat Islam memakamkannya.

Umat Hindu mengremasikannya.

Banyak yang percaya yang dikubur itu bukan jenazah Guru Nanak.
Yang dikremasi itu pun bukan.

Jenazahnya tidak pernah ditemukan. Entah di mana.

Banyak yang percaya Guru Nanak itu muksa –seperti Jesus/Nabi
Isa.

Belakangan umat Islam menganggap Guru Nanak telah mengajarkan
aliran sesat. Demikian juga umat Hindu. Dua-duanya lantas menganggap Guru Nanak
bukan bagian dari mereka.

Tapi ajaran Guru Nanak hidup terus.

Para
pengikutnya terus menganggap Guru Nanak sebagai Guru (pencerah, penunjuk jalan)
dan Nanak (bapak, yang dituakan) mereka.

Para pengikut Guru Nanak tetap beranggapan diri mereka itu
adalah murid (Sikh). Tanpa Guru seseorang yang mencari Tuhan akan tersesat.

Saya ingat ayah saya. Seorang penganut tarekat yang juga sangat
tunduk pada guru tarekat. Semua aliran tarekat/sufi di Indonesia juga menyebut
bapak spiritual mereka sebagai guru.

Ayah saya takut sekali melanggar perintah guru.

Guru dalam pengertian itu adalah seorang mursyid dalam aliran
tarekat. Mursyid-lah yang dipercaya sebagai jalan menuju Tuhan.

Ayah saya berteman dengan sesama petani. Suka bergurau biasa.
Suatu saat si teman datang ke rumah kami. Mula-mula ayah dan teman itu duduk
santai sambil ngobrol biasa.

Tapi ketika si teman mengatakan kedatangannya itu diutus guru,
ayah saya langsung turun dari kursi. Ayah langsung duduk bersila di lantai.
Menundukkan kepala. Siap mendengarkan apa kata guru –yang akan disampaikan
lewat temannya itu.

Baca Juga :  Dewan Dukung Patenkan Kayu Bajakah

Setelah pesan selesai disampaikan ayah kembali duduk di kursi.
Bicara-bicara biasa lagi dengan temannya itu.

Tetapi mengapa penganut Sikh juga menghormati kitab suci mereka
seperti menghormati guru?

Itu memang kitab suci. Bentuknya buku. Tapi orang Sikh
menganggapnya juga sebagai guru.

Yakni guru ke 11. Guru yang dianggap masih hidup –setelah guru
terakhir mereka meninggal dunia.

Guru terakhir itu, Gobind Singh, memang punya anak empat. Tapi
semua meninggal dunia. Yang dua orang meninggal dalam perang agama. Yang dua
kali dibunuh –karena tidak mau menjadi Islam.

Guru Gobind Singh sendiri terluka dalam perang itu. Lalu
meninggal dunia.

Zaman itu bagian utara India, Pakistan, Afganistan, Iran, dan
sekitarnya berada di bawah Kekaisaran Mughal –kerajaan Islam.

Kekaisaran Mughal pernah mencapai zaman keemasan. Yakni pada
saat Akbar The Great menjadi khalifah. Ia membebaskan rakyatnya menganut agama
apa pun.

Maka para penganut Guru Nanak meresmikan agama mereka: Agama
Sikh.

Ibu kota kekaisaran ini pindah-pindah. Salah satunya di kota
Akbar –sesuai dengan nama sang Kaisar– yang dalam bahasa lokal berarti Agra.

Saya juga sempat ke Kota Agra. Untuk ke Taj Mahal. Tapi yang
lebih penting untuk salat di masjid di bagian kiri Taj Mahal itu.

Raja-raja Mughal setelah Akbar beda banget. Raja-raja pengganti
menghendaki rakyatnya menjadi penganut Islam. Terjadilah ketegangan. Konflik.
Perang.

Penganut Agama Sikh mulai membangun laskar. Mereka merasa
terancam.

Dalam proses pembentukan laskar inilah diperlukan identitas
militansi. Harus punya seragam.

Diciptakanlah penutup kepala. Mirip yang dikenakan 
Pangeran Diponegoro. Topi laskar itulah yang dilestarikan sampai sekarang. Yang
jadi identitas penganut Sikh di mana-mana.

Baca Juga :  Dimulai Senin

Kekaisaran Mughal pun berkuasa hampir 1000 tahun. Islam menjadi
amat kuat di kawasan itu. Yakni Islam yang sudah bercampur dengan Hinduism dan
ajaran Guru Nanak.

Setelah 900 tahun, Kekhalifahan Mughal melemah.

Bersamaan dengan itu muncul kerajaan kecil-kecil di banyak tempat.
Salah satunya Kerajaan Sikh. Sebatas di kawasan Punjab dan sekitarnya.

Agama Sikh pun berkembang pesat.

Kerajaan Sikh berumur 100 tahun. Sampai kedatangan penjajah
Inggris. Wilayah Kerajaan Sikh lantas hanya dijadikan satu provinsi.

Salah satu kota di Punjab dijadikan pusat misionaris Kristen:
Kota Ludhiana. Sekitar 200 km dari Qadian.

Setelah Inggris tidak mau lagi menjajah India dan Pakistan
merdeka sendiri-sendiri. Jutaan orang Islam di India pindah ke Pakistan. Dari
Punjab Timur ke Punjab Barat.

Demikian juga orang Hindu dan Sikh yang di Punjab Barat. Mereka
pindah ke Punjab Timur.

Akhirnya Punjab Barat (masuk Pakistan) Islam semua. Punjab Timur
(India) Hindu/Sikh semua.

“Makam” Guru Nanak tidak bisa dibawa pindah. Makam itu
berada di sebelah barat garis perbatasan.

Orang Sikh pun kesulitan ziarah ke Guru mereka. Apalagi hubungan
India dan Pakistan kumat-kumatan –lebih banyak kumatnya.

Baru di
pemerintahan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ini ada terobosan. Perbatasan
itu diterobos dengan satu koridor. Dari wilayah India ke makam Guru Nanak.
Orang Sikh di India pun bisa ke Guru Nanak tanpa visa.

Sejak bulan lalu.

Saya sempat ke perbatasan itu. Memotret makam Guru Nanak dari
balik pagar perbatasan. Sambil melihat koridor yang baru dibangun.

Itulah koridor ke masa lalu –ke 500 tahun silam. Yang
dibangun oleh mereka yang sangat peduli Tuhan. Tepat ketika negara yang
mengabaikan Tuhan seru-serunya membangun koridor ke masa depan.(Dahlan Iskan)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru