JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Pilkada Serentak akan dihelat pada 9 Desember
2020. Sejumlah daerah tercatat masih berstatus zona merah. KPU menetapkan
batasan usia bagi penyelenggara ad hoc atau petugas Pilkada 2020. Minimal 20
tahun dan maksimal 50 tahun.
Petugas Pilkada 2020 adalah mereka yang menjadi Petugas Pemutakhiran Data
Pemilih (PPDP) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ketentuan
tersebut diatur dalam Peraturan KPU ( PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada
dalam Kondisi Bencana Nonalam COVID-19. Peraturan itu diterbitkan 7 Juli 2020.
“Aturan ini dibuat melalui koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan
Gugus Tugas. Rincian pembatasan usia diharapkan dapat menjaga keselamatan
seluruh penyelenggara,†ujar Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi,
di Jakarta, Kamis (9/7).
Batas usia maksimal PPDP dimuat dalam Pasal 19 angka 2 PKPU Nomor 6 Tahun
2020. Bunyinya: “Syarat usia untuk menjadi PPDP pada Pemilihan Serentak
Lanjutan paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh)
tahunâ€.
Sementara batas usia maksimal KPPS diatur di Pasal 20 angka 2 yang
berbunyi: “Syarat usia untuk menjadi KPPS pada Pemilihan Serentak Lanjutan
paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh) tahunâ€.
Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di
Indonesia. Yakni meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Awalnya, hari pemungutan suara akan dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun,
akibat wabah COVID-19, hari pencoblosan diundur pada 9 Desember 2020.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta para
calon kepala daerah beradu gagasan tentang penanganan COVID-19. “Penanganan
COVID-19 dapat menjadi materi sosialisasi para figur yang akan ikut kompetisi
pada pilkada. Silakan calon atau kontestan yang berniat ikut kompetisi pilkada
adu gagasan. Ini tentu sangat menarik. Karena warga di masing-masing daerah
juga ingin tahu bagaimana calon menangani virus Corona,†kata Tito, Kamis
(9/7).
Meski begitu, pemanfaatan penanganan COVID-19 sebagai sarana sosialisasi
calon maupun tim sukses diharapkan memperhatikan norma-norma politik dan hukum.
“Karena bisa saja ada calon atau tim sukses para calon yang kreatif memproduksi
masker atau cairan antiseptik untuk sarana sosialisasi,†imbuh mantan Kapolri
ini.
Menurutnya, kreativitas penanganan COVID-19 sebagai bahan sosialisasi bagi
kontestan akan berdampak multifungsi. Yakni pencapaian tujuan politik, capaian
sisi ekonomi dan bermanfaat untuk kemanusiaan. Jika penanganan COVID-19 menjadi
materi para pihak yang terlibat dalam pilkada, hal ini dapat membantu
mempercepat pengendalian COVID-19.
Terpisah, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan aparatur sipil
negara (ASN) harus netral dalam Pilkada Serentak 2020. “ASN yang menjadi
pimpinan tinggi di pemerintahan daerah, termasuk paling rentan dipolitisasi.
Sehingga berpotensi terjadi ketidaknetralan dalam kontestasi pilkada,†kata
Bamsoet di Jakarta, Kamis (9/7).
Mantan Ketua DPR RI itu mendorong pemerintah melakukan langkah pencegahan
terjadinya politisasi ASN demi kepentingan pilkada. “Pemerintah daerah dan
dinas-dinas di daerah harus memiliki merit system yang matang guna mencegah
terjadinya pelanggaran netralitas ASN,†papar politisi Partai Golkar tersebut.