26.3 C
Jakarta
Friday, April 18, 2025

Pentingnya Netralitas ASN Dalam Pilkada 2020

DALAM setiap perhelatan
pesta Demokrasi, baik itu Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah, isu tentang
netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) selalu menghiasi pembicaraan,
regulasi yang memuat aturan yang dimaksudkan sebagai rambu-rambu bagi ASN
terkait dengan kontestasi Politik juga lumayan banyak, mulai dari
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri.

 

Tulisan ini mencoba
menjawab berbagai pertanyaan yang muncul terkait dengan netralitas ASN, dasar
hukum, sanksi, dan bahkan terkait dengan kewenangan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) menangani pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh ASN terkait
dengan keterlibatannya dalam politik (Baca Pilkada).

 

Peraturan perundangan yang
mendasari bahwa ASN tidak boleh terlibat politik praktis

Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;
Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil
; serta Undang-Undang Nomor IO Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang Undang
. Surat
Menteri PAN-RB No. B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 hal
Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Pilkada Serentak Tahun 2018,

Pileg Tahun
2019, dan Pilpres Tahun 2019
, Surat Menteri PAN-RB
No. B/36/M.SM.00.00/2018 tanggal 08 Februari 2018 hal Ketentuan bagi ASN yang
Suami atau Istrinya menjadi Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Calon
Anggota Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden
, Perjanjian
Kerjasama Bawaslu dan KASN No;
0155/K.Bawaslu/HM/02.00/VI/2020
dan No 4/PKS/KASN/6/2020.Tentang Pengawasan Netralitas ASN Dalam Pemilihan
Kepala Daerah
.

Selanjutnya, berdasarkan
Pasal 11 huruf c,
Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil
, menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri
sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun
golongan.

Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan
salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik
praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal
PNS dilarang
melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya
ataupun orang Iain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

PNS
dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang Iain sebagai
baka
l calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS
dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah.
PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal
calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa
menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.

PNS
dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau
menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah,
visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan
Iain dengan baka
l calon/bakal pasangan
calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.

PNS
dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk
keberpihakan.
PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada
kegiatan pertemuan partai politik.

Begitu juga halnya dalam
UU No.10/2016

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
,
secara khusus diatur dalam pasal 70 dan 71.

Baca Juga :  Lamandau Terima Penghargaan Kota Layak Anak

 

 

Netralias ASN

 

Netralitas adalah
keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas), sedangkan terkait netralitas
dalam perspektif Pengawas Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 14
Perbawaslu 6 Tahun 2018 disebutkan “Netralitas adalah keadaan Pegawai ASN,
Anggota TNI, dan Anggota Polri tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh
manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun”.

 

Terkait Netralitas ASN dalam
penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020

dengan mengacu pada pasal 70 dan 71 UU Pilkada
, maka perlu dipertegas
dan diperjelas
pemaknaannya, yakni : 1. Pemaknaan Netralitas
ASN berada antara rezim administrasi pemerintahan dan rezim pemilihan kepala daerah
, 2. Dalam rezim administrasi pemerintah, setiap Pegawai ASN (a) tidak berpihak dari segala bentuk
pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun dan
(b) harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 huruf f jo Pasal 9 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU No. 5 Tahun 2014)
, 3. Kedua pasal
tersebut mengandung prinsip bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN
dilakukan berdasarkan pada asas netralitas. Artinya, setiap pegawai ASN tidak
berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada
kepentingan siapapun.

Sebagai suatu pengaturan dalam rezim administrasi pemerintahan, netralitas ASN diatur juga dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS
(PP No. 42 Tahun 2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS (PP No. 53 Tahun 2010).
Pasal 4 ayat (15) PP No. 53 Tahun
2010 menggariskan bahwa
PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah atau wakil
kepala daerah, dengan cara:

(1)
terlibat
dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
(2) menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
(3) membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan
(4) mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Oleh karena
soal netralitas ASN berada pada rezim administrasi pemerintahan yang khusus
diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014, maka semua penormaan terkait netralitas ASN yang ada di luar UU
No. 5 Tahun 2014 seperti UU No. 10 Tahun 2016, merujuk pada
penormaan netralitas
ASN yang ada di UU No. 5 Tahun 2014, kecuali ditentukan lain dalam UU No. 10
Tahun 2016. Untuk itu, setiap pelanggaran netralitas ASN sepanjang berkenaan
dengan pengaturan pada rezim administrasi pemerintahan diproses di Bawaslu
sebagai bentuk pelanggaran hukum lainnya, yang produk hukumnya hanya sebatas
rekomendasi untuk ditindaklanjuti instansi yang berwenang
agar memberikan sanksi
sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga :  Jangan Pangkas Anggaran Kesra

 

Peran Bawaslu

 

Dalam rezim pemilihan
kepala daerah, Bawaslu berperan dalam memastikan terpeliharanya netralitas ASN dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah.
Terdapat 2 (dua) pasal yang mengatur tentang netralitas ASN di dalam UU No. 10
Tahun 2016, yakni:
  1. Pasal 70 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, dalam
kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah;

b. aparatur sipil negara, anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia;

c.
Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
2. Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, menyebutkan “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota
TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan
dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye
”.

 

Subjek hukum dan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 70 ayat
(1)
dan
Pasal 71 ayat (1) hanya dibatasi pada tahapan masa kampanye pelaksanaan
pemilihan kepala daerah.
Sanksi atas pelanggaran ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 adalah: 1. Bagi pasangan
calon yang melanggar ketentuan Pasal 70 ayat

(1)
UU
No. 10 Tahun 2016 dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan sebagai
calon (diskualifikasi) oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, dan sanksi
pidana penjara dan/atau denda
sebagaimana diatur dalam Pasal 189 UU No. 10 Tahun 2016.

2. Bagi Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan
lain/Lurah yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10
Tahun 2016 dikenakan
sanksi administratif sesuai
peraturan perudangan-undangan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 71 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016, dan sanksi pidana penjara dan/atau
denda sebagaimana diatur dalam Pasal 188 UU No. 10 Tahun 2016 Jo Pasal
187 ayat (6) UU No.
10 Tahun
2016 dalam hal “tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71”.

 

Nah, kenapa ASN harus
Netral? tentu dimaksudkan untuk menjamin
Profesionalitas,
m
enjamin
Pelayanan Publik yang adil
, menghindari
penyalahgunaan jabatan/
kewenangan,
m
enghindari
konflik dan perpecahan
, menghindari pemanfaatan fasilitas negara untuk
kepentingan kelompok
, serta agar Birokrasi tetap terkontrol,
disamping itu, netralitas ASN merupakan tanggung jawab sebagai pelayan publik,
dalam hal ini untuk m
enjaga marwah, ASN
tidak terpengaruh pada kepentingan orang perorang atau kelompok tertentu
Sebagai pengayom masyarakat,

ASN tidak terpengaruh sirkulasi kekuasaan politik,
disisi lain dilihat dari aspek kewenangan dan kekuasaan
ASN dengan Kewenangan
dan Kekuasaan
yang dimilikinya sangat rentan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi, serta berpihak pada salah satu pasangan calon.

Semoga dalam menyongsong
perhelatan pesta demokrasi Pilkada serentak 2020, dalam pemilihan
Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, dan juga Pemilihan
Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur, netralitas ASN benar-benar
ditunjukan. (Dihimpun dari berbagai
sumber)
. (*)

 

Penulis Adalah Ketua
Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah

DALAM setiap perhelatan
pesta Demokrasi, baik itu Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah, isu tentang
netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) selalu menghiasi pembicaraan,
regulasi yang memuat aturan yang dimaksudkan sebagai rambu-rambu bagi ASN
terkait dengan kontestasi Politik juga lumayan banyak, mulai dari
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri.

 

Tulisan ini mencoba
menjawab berbagai pertanyaan yang muncul terkait dengan netralitas ASN, dasar
hukum, sanksi, dan bahkan terkait dengan kewenangan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) menangani pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh ASN terkait
dengan keterlibatannya dalam politik (Baca Pilkada).

 

Peraturan perundangan yang
mendasari bahwa ASN tidak boleh terlibat politik praktis

Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;
Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil
; serta Undang-Undang Nomor IO Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang Undang
. Surat
Menteri PAN-RB No. B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 hal
Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Pilkada Serentak Tahun 2018,

Pileg Tahun
2019, dan Pilpres Tahun 2019
, Surat Menteri PAN-RB
No. B/36/M.SM.00.00/2018 tanggal 08 Februari 2018 hal Ketentuan bagi ASN yang
Suami atau Istrinya menjadi Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Calon
Anggota Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden
, Perjanjian
Kerjasama Bawaslu dan KASN No;
0155/K.Bawaslu/HM/02.00/VI/2020
dan No 4/PKS/KASN/6/2020.Tentang Pengawasan Netralitas ASN Dalam Pemilihan
Kepala Daerah
.

Selanjutnya, berdasarkan
Pasal 11 huruf c,
Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil
, menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri
sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun
golongan.

Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan
salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik
praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal
PNS dilarang
melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya
ataupun orang Iain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

PNS
dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang Iain sebagai
baka
l calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS
dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah.
PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal
calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa
menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.

PNS
dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau
menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah,
visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan
Iain dengan baka
l calon/bakal pasangan
calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.

PNS
dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk
keberpihakan.
PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada
kegiatan pertemuan partai politik.

Begitu juga halnya dalam
UU No.10/2016

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
,
secara khusus diatur dalam pasal 70 dan 71.

Baca Juga :  Lamandau Terima Penghargaan Kota Layak Anak

 

 

Netralias ASN

 

Netralitas adalah
keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas), sedangkan terkait netralitas
dalam perspektif Pengawas Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 14
Perbawaslu 6 Tahun 2018 disebutkan “Netralitas adalah keadaan Pegawai ASN,
Anggota TNI, dan Anggota Polri tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh
manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun”.

 

Terkait Netralitas ASN dalam
penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020

dengan mengacu pada pasal 70 dan 71 UU Pilkada
, maka perlu dipertegas
dan diperjelas
pemaknaannya, yakni : 1. Pemaknaan Netralitas
ASN berada antara rezim administrasi pemerintahan dan rezim pemilihan kepala daerah
, 2. Dalam rezim administrasi pemerintah, setiap Pegawai ASN (a) tidak berpihak dari segala bentuk
pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun dan
(b) harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 huruf f jo Pasal 9 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU No. 5 Tahun 2014)
, 3. Kedua pasal
tersebut mengandung prinsip bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN
dilakukan berdasarkan pada asas netralitas. Artinya, setiap pegawai ASN tidak
berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada
kepentingan siapapun.

Sebagai suatu pengaturan dalam rezim administrasi pemerintahan, netralitas ASN diatur juga dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS
(PP No. 42 Tahun 2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS (PP No. 53 Tahun 2010).
Pasal 4 ayat (15) PP No. 53 Tahun
2010 menggariskan bahwa
PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah atau wakil
kepala daerah, dengan cara:

(1)
terlibat
dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
(2) menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
(3) membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan
(4) mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Oleh karena
soal netralitas ASN berada pada rezim administrasi pemerintahan yang khusus
diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014, maka semua penormaan terkait netralitas ASN yang ada di luar UU
No. 5 Tahun 2014 seperti UU No. 10 Tahun 2016, merujuk pada
penormaan netralitas
ASN yang ada di UU No. 5 Tahun 2014, kecuali ditentukan lain dalam UU No. 10
Tahun 2016. Untuk itu, setiap pelanggaran netralitas ASN sepanjang berkenaan
dengan pengaturan pada rezim administrasi pemerintahan diproses di Bawaslu
sebagai bentuk pelanggaran hukum lainnya, yang produk hukumnya hanya sebatas
rekomendasi untuk ditindaklanjuti instansi yang berwenang
agar memberikan sanksi
sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga :  Jangan Pangkas Anggaran Kesra

 

Peran Bawaslu

 

Dalam rezim pemilihan
kepala daerah, Bawaslu berperan dalam memastikan terpeliharanya netralitas ASN dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah.
Terdapat 2 (dua) pasal yang mengatur tentang netralitas ASN di dalam UU No. 10
Tahun 2016, yakni:
  1. Pasal 70 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, dalam
kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah;

b. aparatur sipil negara, anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia;

c.
Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat
Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
2. Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, menyebutkan “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota
TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan
dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye
”.

 

Subjek hukum dan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 70 ayat
(1)
dan
Pasal 71 ayat (1) hanya dibatasi pada tahapan masa kampanye pelaksanaan
pemilihan kepala daerah.
Sanksi atas pelanggaran ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 adalah: 1. Bagi pasangan
calon yang melanggar ketentuan Pasal 70 ayat

(1)
UU
No. 10 Tahun 2016 dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan sebagai
calon (diskualifikasi) oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, dan sanksi
pidana penjara dan/atau denda
sebagaimana diatur dalam Pasal 189 UU No. 10 Tahun 2016.

2. Bagi Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat
aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan
lain/Lurah yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10
Tahun 2016 dikenakan
sanksi administratif sesuai
peraturan perudangan-undangan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 71 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016, dan sanksi pidana penjara dan/atau
denda sebagaimana diatur dalam Pasal 188 UU No. 10 Tahun 2016 Jo Pasal
187 ayat (6) UU No.
10 Tahun
2016 dalam hal “tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71”.

 

Nah, kenapa ASN harus
Netral? tentu dimaksudkan untuk menjamin
Profesionalitas,
m
enjamin
Pelayanan Publik yang adil
, menghindari
penyalahgunaan jabatan/
kewenangan,
m
enghindari
konflik dan perpecahan
, menghindari pemanfaatan fasilitas negara untuk
kepentingan kelompok
, serta agar Birokrasi tetap terkontrol,
disamping itu, netralitas ASN merupakan tanggung jawab sebagai pelayan publik,
dalam hal ini untuk m
enjaga marwah, ASN
tidak terpengaruh pada kepentingan orang perorang atau kelompok tertentu
Sebagai pengayom masyarakat,

ASN tidak terpengaruh sirkulasi kekuasaan politik,
disisi lain dilihat dari aspek kewenangan dan kekuasaan
ASN dengan Kewenangan
dan Kekuasaan
yang dimilikinya sangat rentan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi, serta berpihak pada salah satu pasangan calon.

Semoga dalam menyongsong
perhelatan pesta demokrasi Pilkada serentak 2020, dalam pemilihan
Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, dan juga Pemilihan
Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur, netralitas ASN benar-benar
ditunjukan. (Dihimpun dari berbagai
sumber)
. (*)

 

Penulis Adalah Ketua
Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah

Terpopuler

Artikel Terbaru