26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bonsai Lungsuran Daksina

HOBI memang tidak memandang umur, status
maupun gologan. Seperti hobi yang dimiliki oleh Dewa Komang Ari, berasal dari
Banjar Silungan, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar sudah gemar membuat
dan merawat tanaman kerdis atau bonsai sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Saat ditemui Bali Express (Kalteng Pos Group), Jumat (7/6), ia tengah membuat
bonsai pujer dari buah kelapa lungsuran daksina.

Dalam kesempatan itu, ia mengaku tertarik
mengkreasikan tanaman kerdil sejak kelas 5 SD. Saat itu ia sudah membuat bonsai
dari pohon pungut, bahkan kerap mencari ke tegalan warga hingga pinggir sungai.
“Memang dari dulu punya hoby membuat bonsai, awalnya karena lihat saja di rumah
teman. Rasanya bagus dan seni, makanya pulang sekolah saya sering mencari
bakalan bonsai ke tegalan dan pinggir sungai,” terangnya.

Pria yang berumur 22 tahun tersebut juga
mengatakan sejak dua tahun ini sudah beralih ke bonsai pujer. Yaitu yang
berbahan buah kelapa, terlebih cara pembuatan dan pemeliharaannya lebih gampang
dibangdingkan dengan bonsai yang lainnya. Tak jarang ia mencari bibitnya pada
buah kelapa yang dikumpulkan habis digunakan upakara.

Baca Juga :  Objek Wisata Kereng Bangkirai Diserbu Pengunjung

“Beralih ke bonsai pujer ini sejak dua tahun
lalu, awalnya bentuknya sangat unik dan beda. Sehingga saya mencari buah kelapa
yang dikumpulkan habis digunakan sesajen, biasanya digunakan daksina, itu saya
cari dan gunakan bonsai,” ungkapnya.

Dewa Ari juga mengaku, selain mencari
bibitnya lebih mudah perawatannya juga dirasnya tidak ribet. Lantaran hanya
merawat dengan cara diberi air dan mengatur daunnya yang baru tumbuh. Begitu
juga dengan batoknya, dapat dikreasikan sesuai dengan keinginan. Sehingga
sampai saat ini ia telah memiliki hampir 100 pujer di rumahnya termasuk yang
sudah terjual.

“Beberapa sudah saya jual kepada teman, atau
ada juga yang segaja datang ke sini untuk membelinya. Sampai saat ini yang
terjual sudah ada sekitar 50 pujer. Pembelinya juga ada yang dari sekitar desa
ini sampai dari luar Kecamatan Ubud,” ungkap Dewa Ari.

Disinggung harganya, ia memaparkan mahal atau
murahnya harga sebuah bonsai ditentukan dengan bentuk, ukuran, dan kerumitan
saat pembentukan. Sehingga satu bonsai yang ia jual paling murah seharga Rp 150
hingga Rp 400 ribu. Begitu juga harganya bisa ia naikkan ketika batok bonsai
pujer yang ia buat memiliki batok yang kecil.

Baca Juga :  Kebun Raya Bogor Siapkan Wahana Taman Hari Raya

Meski bibit buah kelapa menurutnya gampang
mencarinya, namun untuk membuat sebuah bonsai yang unik dan seni membutuhkan
waktu dan kesabaran. Sehingga bonsai yang akan jadi itulah menjadi kepuasannya
sendiri. Hal itu juga disebutkannya dengan seni, yakni seni merangkai tanaman
kerdil.

“Ini juga sebagai pemanfaatan lungsuran
upacara, biasanya buah kelapa bekas daksina kan dibuang begitu saja. Bahkan
tidak ternilai harganya, namun setelah dimanfaatkan dengan seni kita
masing-masing  di sana akan ada nilai seni sampai ekonomisnya,” tandas
dia.

Dewa Ari menambahkan, di rumahnya sendiri dia
membuat bonsai dari pembibitan pertama. Mulai buah kelapa daksina yang tidak
tumbuh akar sampai yang sudah berakar dan memiliki daun. “Kalau bonsai pujer
ini milimal kita beri perawatan dua hari sekali. Jaga kandungan airnya dan
pupuknya juga. Dengan demikian tumbuhnya pasti akan sangat bagus sekali,”
pungkasnya. (bx/ade/yes/JPR)

HOBI memang tidak memandang umur, status
maupun gologan. Seperti hobi yang dimiliki oleh Dewa Komang Ari, berasal dari
Banjar Silungan, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar sudah gemar membuat
dan merawat tanaman kerdis atau bonsai sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Saat ditemui Bali Express (Kalteng Pos Group), Jumat (7/6), ia tengah membuat
bonsai pujer dari buah kelapa lungsuran daksina.

Dalam kesempatan itu, ia mengaku tertarik
mengkreasikan tanaman kerdil sejak kelas 5 SD. Saat itu ia sudah membuat bonsai
dari pohon pungut, bahkan kerap mencari ke tegalan warga hingga pinggir sungai.
“Memang dari dulu punya hoby membuat bonsai, awalnya karena lihat saja di rumah
teman. Rasanya bagus dan seni, makanya pulang sekolah saya sering mencari
bakalan bonsai ke tegalan dan pinggir sungai,” terangnya.

Pria yang berumur 22 tahun tersebut juga
mengatakan sejak dua tahun ini sudah beralih ke bonsai pujer. Yaitu yang
berbahan buah kelapa, terlebih cara pembuatan dan pemeliharaannya lebih gampang
dibangdingkan dengan bonsai yang lainnya. Tak jarang ia mencari bibitnya pada
buah kelapa yang dikumpulkan habis digunakan upakara.

Baca Juga :  Objek Wisata Kereng Bangkirai Diserbu Pengunjung

“Beralih ke bonsai pujer ini sejak dua tahun
lalu, awalnya bentuknya sangat unik dan beda. Sehingga saya mencari buah kelapa
yang dikumpulkan habis digunakan sesajen, biasanya digunakan daksina, itu saya
cari dan gunakan bonsai,” ungkapnya.

Dewa Ari juga mengaku, selain mencari
bibitnya lebih mudah perawatannya juga dirasnya tidak ribet. Lantaran hanya
merawat dengan cara diberi air dan mengatur daunnya yang baru tumbuh. Begitu
juga dengan batoknya, dapat dikreasikan sesuai dengan keinginan. Sehingga
sampai saat ini ia telah memiliki hampir 100 pujer di rumahnya termasuk yang
sudah terjual.

“Beberapa sudah saya jual kepada teman, atau
ada juga yang segaja datang ke sini untuk membelinya. Sampai saat ini yang
terjual sudah ada sekitar 50 pujer. Pembelinya juga ada yang dari sekitar desa
ini sampai dari luar Kecamatan Ubud,” ungkap Dewa Ari.

Disinggung harganya, ia memaparkan mahal atau
murahnya harga sebuah bonsai ditentukan dengan bentuk, ukuran, dan kerumitan
saat pembentukan. Sehingga satu bonsai yang ia jual paling murah seharga Rp 150
hingga Rp 400 ribu. Begitu juga harganya bisa ia naikkan ketika batok bonsai
pujer yang ia buat memiliki batok yang kecil.

Baca Juga :  Kebun Raya Bogor Siapkan Wahana Taman Hari Raya

Meski bibit buah kelapa menurutnya gampang
mencarinya, namun untuk membuat sebuah bonsai yang unik dan seni membutuhkan
waktu dan kesabaran. Sehingga bonsai yang akan jadi itulah menjadi kepuasannya
sendiri. Hal itu juga disebutkannya dengan seni, yakni seni merangkai tanaman
kerdil.

“Ini juga sebagai pemanfaatan lungsuran
upacara, biasanya buah kelapa bekas daksina kan dibuang begitu saja. Bahkan
tidak ternilai harganya, namun setelah dimanfaatkan dengan seni kita
masing-masing  di sana akan ada nilai seni sampai ekonomisnya,” tandas
dia.

Dewa Ari menambahkan, di rumahnya sendiri dia
membuat bonsai dari pembibitan pertama. Mulai buah kelapa daksina yang tidak
tumbuh akar sampai yang sudah berakar dan memiliki daun. “Kalau bonsai pujer
ini milimal kita beri perawatan dua hari sekali. Jaga kandungan airnya dan
pupuknya juga. Dengan demikian tumbuhnya pasti akan sangat bagus sekali,”
pungkasnya. (bx/ade/yes/JPR)

Terpopuler

Artikel Terbaru