28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Belum Ada Angka Pasti, Kopi Masih Dianggap sebagai Tanaman Sela

SEIRING perkembangan zaman, kopi Wonogiri
semakin diminati. Hanya saja, stok kopi sangat terbatas, sehingga tidak bisa
memenuhi permintaan pasar.

Anggota Komunitas Kopi Wonogiri Yosep Bagus
Adi menyebut, jenis kopi arabika dan robusta tersebar di Bulukerto, Girimarto,
Jatiroto, Tirtomoyo, dan Karangtengah.

“Jumlah produksi, belum ada angka pasti.
Tapi dari yang terbanyak panennya yang arabika Pak Sular itu (petani kopi Desa
Conto, Kecamatan Bulukerto,Red) antara 400-500 kilogram per musim panen belum
disortir. Lalu, untuk yang robusta di Brenggolo, Jatiroto sekitar lima ton dari
gabungan beberapa petani,” urainya.

Sedangkan kopi robusta di Semagar, Girimarto,
lanjut Yosep, cukup banyak dipanen. Tapi, mayoritas petani belum mau petik
merah. ”Untuk potensi pasarnya besar permintaan daripada persediaan. Terutama
yang sudah petik merah,” terang Yosep Bagus.

Senada dikatakan Hariyanto, salah seorang
prosesor kopi di Wonogiri. Untuk menyiasati terbatasnya stok, dirinya hanya
menjual kopi roast bean atau yang sudah disangrai. Bukan dalam bentuk green
bean atau biji. Dia juga harus pandai mengatur penjualan hingga panen tiba.

Baca Juga :  Memaknai HUT ke-42

“Misalnya saat ini masih punya 30
kilogram, padahal panen masih lama. Nah, ini kita harus pandai-pandai mengatur
penjualannya. Supaya stok selalu ada,” jelasnya.

Cara lain untuk memenuhi permintaan pasar,
Hariyanto menanam sendiri kopi. Dia telah menyemai lebih 200 batang tanaman
kopi. “Tapi pada mati. Saat menanam awal kemarau. Kemudian menanam lagi,
tapi kena serangan hama,” terang dia.

Sementara itu, mengacu data Dinas Pertanian
dan Pangan Kabupaten Wonogiri, total lahan untuk menanam kopi jenis arabika
seluas 152 hektare. Tersebar di Batuwarno, Tirtomoyo, Kismantoro, Bulukerto,
Slogohimo, Jatipurno, Girimarto, Karangtengah dan Puhpelem.

Pada akhir 2017, total produksi sekitar
34.550 kilogram (kg). Naik menjadi 42.095 kg pada 2018. Sedangkan kopi jenis
robusta, total luas lahan 146 hektare. Mayoritas berada di Batuwarno,
Tirtomoyo, Nguntoronadi, Eromoko, Wuryantoro, Sidoharjo, Kismantoro, Purwantoro,
Bulukerto, Slogohimo, Jatisrono, Jatipurno, Girimarto, Karangtengah dan
Puhpelem.

Baca Juga :  Baru Masuk Sekolah, Putri Kylie Jenner Pakai Tas Hermes Rp 168 Juta

“Hasil panen robusta pada akhir 2017 sebanyak
26.730 kg dan meningkat pada 2018 menjadi 42.550 kg,” kata Kepala Dinas
Pertanian dan Pangan Wonogiri Safuan melalui Kasi Perkebunan Parno.

Menurut Parno, pihaknya sudah berupaya
meningkatkan produksi komoditas kopi. Hanya saja, petani masih menggangap kopi
adalah tanaman sela, bukan tanaman utama.

“Bantuan bibit sudah kita berikan dan
pendampingan tentunya. Tapi, petani kita yang masih menjadikan kopi sebagai
samben. Kopi hanya ditanam di sela-sela tanaman lain, atau ditanam di
pinggir-pinggir kebun untuk pelindung,” pungkasnya. (rs/kwl/per/JPR)

SEIRING perkembangan zaman, kopi Wonogiri
semakin diminati. Hanya saja, stok kopi sangat terbatas, sehingga tidak bisa
memenuhi permintaan pasar.

Anggota Komunitas Kopi Wonogiri Yosep Bagus
Adi menyebut, jenis kopi arabika dan robusta tersebar di Bulukerto, Girimarto,
Jatiroto, Tirtomoyo, dan Karangtengah.

“Jumlah produksi, belum ada angka pasti.
Tapi dari yang terbanyak panennya yang arabika Pak Sular itu (petani kopi Desa
Conto, Kecamatan Bulukerto,Red) antara 400-500 kilogram per musim panen belum
disortir. Lalu, untuk yang robusta di Brenggolo, Jatiroto sekitar lima ton dari
gabungan beberapa petani,” urainya.

Sedangkan kopi robusta di Semagar, Girimarto,
lanjut Yosep, cukup banyak dipanen. Tapi, mayoritas petani belum mau petik
merah. ”Untuk potensi pasarnya besar permintaan daripada persediaan. Terutama
yang sudah petik merah,” terang Yosep Bagus.

Senada dikatakan Hariyanto, salah seorang
prosesor kopi di Wonogiri. Untuk menyiasati terbatasnya stok, dirinya hanya
menjual kopi roast bean atau yang sudah disangrai. Bukan dalam bentuk green
bean atau biji. Dia juga harus pandai mengatur penjualan hingga panen tiba.

Baca Juga :  Memaknai HUT ke-42

“Misalnya saat ini masih punya 30
kilogram, padahal panen masih lama. Nah, ini kita harus pandai-pandai mengatur
penjualannya. Supaya stok selalu ada,” jelasnya.

Cara lain untuk memenuhi permintaan pasar,
Hariyanto menanam sendiri kopi. Dia telah menyemai lebih 200 batang tanaman
kopi. “Tapi pada mati. Saat menanam awal kemarau. Kemudian menanam lagi,
tapi kena serangan hama,” terang dia.

Sementara itu, mengacu data Dinas Pertanian
dan Pangan Kabupaten Wonogiri, total lahan untuk menanam kopi jenis arabika
seluas 152 hektare. Tersebar di Batuwarno, Tirtomoyo, Kismantoro, Bulukerto,
Slogohimo, Jatipurno, Girimarto, Karangtengah dan Puhpelem.

Pada akhir 2017, total produksi sekitar
34.550 kilogram (kg). Naik menjadi 42.095 kg pada 2018. Sedangkan kopi jenis
robusta, total luas lahan 146 hektare. Mayoritas berada di Batuwarno,
Tirtomoyo, Nguntoronadi, Eromoko, Wuryantoro, Sidoharjo, Kismantoro, Purwantoro,
Bulukerto, Slogohimo, Jatisrono, Jatipurno, Girimarto, Karangtengah dan
Puhpelem.

Baca Juga :  Baru Masuk Sekolah, Putri Kylie Jenner Pakai Tas Hermes Rp 168 Juta

“Hasil panen robusta pada akhir 2017 sebanyak
26.730 kg dan meningkat pada 2018 menjadi 42.550 kg,” kata Kepala Dinas
Pertanian dan Pangan Wonogiri Safuan melalui Kasi Perkebunan Parno.

Menurut Parno, pihaknya sudah berupaya
meningkatkan produksi komoditas kopi. Hanya saja, petani masih menggangap kopi
adalah tanaman sela, bukan tanaman utama.

“Bantuan bibit sudah kita berikan dan
pendampingan tentunya. Tapi, petani kita yang masih menjadikan kopi sebagai
samben. Kopi hanya ditanam di sela-sela tanaman lain, atau ditanam di
pinggir-pinggir kebun untuk pelindung,” pungkasnya. (rs/kwl/per/JPR)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru