Kaum milenial dan Gen-Z
memiliki gairah bekerja yang masih segar. Mereka memiliki banyak ide kreatif
yang dibutuhkan perusahaan. Di sisi lain, karena semangat yang masih membara,
membuat milenial juga sulit mengendalikan emosinya. Dilema yang dihadapi
perusahaan adalah ketika para milenial menuntut gaji besar hingga ancaman
mundur dari pekerjaan (resign) hanya dalam
hitungan bulan.
Dilansir dari Bussiness
Mirror, Jumat (26/7), sejumlah perusahaan mengungkapkan
pengalamannya memiliki karyawan usia milenial dan Gen-Z. Para perusahaan
mengeluhkan betapa sulitnya mencari atau mempertahankan karyawan dari kalangan
milenial. Para milenial sering izin untuk berlibur atau alasan urusan keluarga.
Atau masalah lainnya, milenial juga datang terlambat ke kantor namun itu hanya
beberapa kasus.
Karena
sebagian besar generasi milenial tumbuh di zaman di mana perangkat memberikan
banyak informasi yang mereka butuhkan dengan mengklik tombol dengan jempol.
Mereka dapat mengambil foto, mempostingnya di media sosial untuk dilihat oleh
siapa pun di seluruh dunia secara instan. Kebiasaan itu membuat mereka juga
perlu mendapatkan jumlah kepuasan instan yang sama dari pekerjaan yang mereka
lakukan.
Milenial
menyukai umpan balik instan, tetapi ketika tugas yang diberikan kepada mereka
tidak berjalan sesuai keinginan mereka, mereka tampaknya mudah berkecil hati.
Milenial yang tidak bahagia selalu mengundurkan diri, mencari pekerjaan yang
sempurna yang akan membuat mereka bahagia sesuai versi mereka.
Sebenarnya,
di satu sisi, perusahaan mengagumi betapa banyak gairah yang dimiliki para
milenial dalam pekerjaan, namun perusahaan juga harus mengevaluasi seberapa
besar kebahagiaan dan kepuasan yang dibutuhkan milenial.
Beda dengan Generasi
1980an
Beda dengan
generasi 1980an, mereka lulus dari universitas lalu segera mencari pekerjaan.
Tidak ada liburan keluarga atau liburan bersama teman-teman. Patuh terhadap
segala peraturan perusahaan. Mereka mengejar pengalaman, bukan gaji.
Ingin Gaji Tinggi
Baru-baru ini
media sosial Twitter viral seorang netizen milenial
yang menolak tawaran gaji sebesar Rp 8 juta di sebuah perusahaan. Postingan
tersebut diunggah oleh akun @WidasSatyo yang
mengaku berasal dari lulusan kampus ternama. Dia menolak gaji itu karena merasa
tak sebanding dengan nama dan gengsi kampus terbaik tempat dia mengenyam bangku
kuliah.
“Jadi gue
diundang interview kerja perusahaan lokal. Dan nawarin kisaran 8 juta doang.
Hello meskipun gue fresh graduate gue lulusan UI pak. Univesitas Indonesia.
Jangan disamain ama fresh graduate kampus lain dong ah. Level UI mah udah
perusahaan LN(luar negeri), kalau lokal mah oke aja asal harga cucok,†katanya
dalam cuitannya.
Media
Relation Universitas Indonesia Egia Tarigan menjelaskan lulusan UI berdasarkan Tracer
Study 2018 memiliki rata-rata masa tunggu mendapatkan
pekerjaan 3 bulan. Menanggapi cuitan itu, Egia menegaskan identitas netizentersebut
juga belum dapat dipastikan apakah benar alumni UI atau bukan.
“Namanya juga
anak-anak di dalam berekspresi melalui sosial media. Kalau ditanya tanggapannya
ya saya juga enggak bisa banyak berpendapat. Pertama identitasnya enggak
ketahuan, bisa jadi bukan alumni kami? Kedua, ya kalaupun benar itu alumni
kami, sangat tidak bijak kalau kami langsung menggeneralisir pendapat dia
tersebut sebagai pendapat seluruh lulusan UI. Mahasiswa UI di manapun kelak
kalian berkarya, jangan lupa tetap perkaya diri dengan ilmu dan selalu rendah
hati,†tegas Egia kepada JawaPos.com.
Perusahaan Harus Jadi Zona Nyaman
Tidak setiap peran
pekerjaan atau perusahaan cenderung menawarkan pekerjaan yang disukai atau
diinginkan oleh Generasi Z dan milenial. Semua pengusaha atau perusahaan dapat
menerapkan praktik terbaik untuk menumbuhkan lingkungan kerja yang lebih
positif untuk meningkatkan strategi agar milenial betah di sebuah perusahaan
dan menjadi zona nyaman bagi mereka
1. Kenyamanan Setara
Gaji
Generasi Z sudah memiliki tingkat kesadaran sosial dasar berkat
pengenalan awal pembelajaran sosial-emosional di sekolah. Perusahaan dapat
menginvestasikan pembelajaran sosial-emosional agar dapat menarik calon
Generasi Z yang ingin pengalaman kerja mereka menawarkan lingkungan yang sehat
secara emosional serta gaji yang sesuai.
2. Tawaran Pendidikan
Secara umum, kelompok generasi baru ini telah datang ke tempat
kerja dengan modal pendidikan yang baik. Generasi Z menghargai pembelajaran.
Untuk menjaga kualitas, tawarkan mereka pendidikan formal dan informal untuk
meningkatkan kemampuan mereka.
3. Jangan Terlalu Stres
Masalah kesehatan mental, termasuk kelelahan, mewabahi Generasi
Z, menurut hasil survei Asosiasi Psikologis Amerika. Tidak heran, jika mereka
sudah tak nyaman biasanya dengan mudah mengundurkan diri. Manajer mungkin bisa
menawarkan fleksibilitas kepada Generasi Z kapan dan bagaimana mereka
menyelesaikan tugas. Menyajikan kebebasan bisa memberi karyawan kesempatan
untuk mengendalikan jadwal mereka dan mengukir prioritas mereka sendiri, yang
membantu meredam potensi perasaan frustrasi.(jpg)