JAKARTA – Pada umumnya remaja
memiliki keingintahuan yang besar, namun belum mampu memilih antara keinginan
dan kebutuhan, dan ketika pilihan yang mereka tentukan tidak mendapat dukungan
dari orang tua atau orang di sekitarnya, mereka merasa dunia seolah menentang
dan tidak mengerti dengan kemauannya.
Kondisi ini
bisa membuat mereka cepat merasa jenuh, frustasi, stres, dan bisa mempengaruhi
perilakunya, seperti masuk ke dalam pergaulan yang kurang baik atau dorongan
untuk melakukan tindakan kekerasan, merokok, mengonsumsi alkohol, narkoba dan
seks bebas. Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikolog mengatakan, bahwa
orang tua memiliki andil besar ketika anak-anak mulai memasuki masa remaja agar
anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.
Hal ini
disampaikan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikolog dalam acara sharing
session yang diselenggarakan oleh EF English First bertajuk Kiat Sukses
Berkomunikasi dengan Remaja, di SOS Childrens Villages.
Pada
kesempatan yang sama, Cinthya, Marketing Manager EF English First mengatakan
kegiatan ini merupakan komitmen EF untuk memberikan lebih banyak manfaat kepada
masyarakat melalui pendidikan, dan acara tersebut merupakan rangkaian dari
program EF Mobile yang telah diluncurkan pada 11 Juli lalu di SOS Childrens
Villages Cibubur Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Topik dan
materi yang diberikan, disusun berdasarkan kebutuhan orang tua asuh di SOS yang
disampaikannya melalui tanya jawab kami dengan ibu-ibu asuh di sini. Sebagai
orang tua, mereka ingin tahu bagaimana cara untuk menghadapi anak-anak mereka,
terutama yang sudah menginjak masa remaja. Selain itu, mereka juga ingin
membekali diri dengan lebih banyak lagi pengetahuan seputar pola asuh, untuk
dapat memberikan yang terbaik bagi anak dan menjadikan mereka anak-anak yang
mandiri,” papar Cinthya.
Hal utama
yang perlu dipahami orang tua adalah bagaimana proses tumbuh kembang anak saat
memasuki usia remaja. Ada perbedaan antara otak remaja dengan otak.
Orang
dewasa (adult brain), terutama pada perkembangan prefrontal cortex atau otak
bagian depan yang berfungsi dalam pengambilan keputusan, menimbang baik dan
buruk serta memilah tindakan yang tepat.
Prefrontal
cortex pada orang dewasa telah berfungsi optimal sehingga mampu menentukan mana
yang baik dan benar atau melakukan pertimbangan yang matang sebelum bertindak.
Pada
remaja, bagian otak ini masih dalam proses perkembangan sehingga belum
berfungsi dengan maksimal. Proses ini akan berlangsung hingga individu mencapai
usia 20-25 tahun. Selama bagian ini belum berfungsi ideal, perilaku remaja akan
lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.
Berikut ini
beberapa tips yang bisa dilakukan untuk membangun komunikasi yang positif
dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak
berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan orang tua.
Cara ini
bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau
wajahnya, dengarkan tanpa menyela, tahan nasehat, dan tangkap emosi yang
terlihat atau terdengar dari anak. Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi
yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai
emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan
nantinya.
Saat
menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari “You messageâ€
atau kalimat dengan subjek Kamuâ€, diikuti dengan kata-kata yang
menggeneralisasi misalnya, Kamu tuh ya, gak pernah mau dengar kata Ibu!†atau
Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!†Kata-kata seperti ini, bisa membuat
anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan
perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah.
ADVERTISEMENT
Cobalah
untuk menggunakan “I message yang diawali dengan “Saya (orangtua) +
Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anakâ€, misalnya, Ibu sedih,
kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu! atau Ayah kecewa kamu mengulangi
lagi kesalahan yang sama!â€
Nah, cara
ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang
dirasakan oleh orangtuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah
untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerjasama.
Ketika
berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orangtua juga perlu
melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang
nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi panca
indera (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya),
atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan
di setiap ujung jari. Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam
diri terus berkurang dan hilang.
Dengan cara
ini, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir
lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.
“Kami
berharap pengetahuan dan tips-tips yang diberikan oleh psikolog di sesi ini,
dapat menjadi semangat baru bagi orangtua di SOS Childrens Villages dalam
mengasuh dan menghadapi anak-anaknya, karena pastinya tidak mudah mengasuh
mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda. Kami pun ingin, kerja sama
ini tidak terhenti sampai di sini, sehingga kami terus dapat memberikan
dukungan melalui kegiatan atau program lain yang mereka butuhkan,” pungkas
Cinthya.(chi/jpnn)
·