Di rumahku
Dijejak kehampaan
Ditekan kekuasaan
Digulung air bah dari hulu
Sedang ada yang masih mencandu,
balok balok kayu
lembar lembar uang
dan tumpukan dosa yang sedang coba dilegalkan.
Tak banyak kata, terlihat teramat taat,
Dan tergelak, setelah rakusnya melindas kerat.
Di rumahku
Menginjak air, menekan perut, menggulung umbut
Sedang tak terlelap walau sudah gelap,
Karena kamar berubah sawit
Hutan berganti duit
Dan kebodohan yang masih didahulukan.
Di rumahku
Yang sudah tak lagi senyaman dulu,
Tanpa udara segar berembus, dan tanah sesubur Firdaus
Kamu masih rumah, walau sudah bercelah
(NURUL ZANAH. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya)