27.1 C
Jakarta
Wednesday, October 30, 2024

Total Football ala Prabowo

Gebrakan awal Kabinet Merah Putih dengan kegiatan retreat sudah dilaksanakan dengan dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Konsep pembekalan military way tersebut diyakini bisa menyelaraskan kedisiplinan dan kesetiaan.

Dalam arahannya, dia berharap seluruh kabinetnya bisa bersatu membangun super team total football yang mementingkan kekompakan sebagai satu tim.

Kabinet Merah Putih dan konsep total football ala Prabowo bisa dipandang sebagai upaya menciptakan kepemimpinan yang solid, inklusif, dan sinergis untuk menghadapi tantangan besar Indonesia.

Istilah total football di sini tentu saja bukan dalam konteks sepak bola saja, tetapi lebih pada strategi pemerintahan yang fleksibel serta kolaboratif. Juga, memiliki struktur yang memungkinkan anggota kabinet beradaptasi dan bekerja lintas fungsi dengan tujuan utama memperkuat pemerintahan dan mempercepat pencapaian target pembangunan nasional.

Filosofi

Total football, awalnya, merupakan strategi sepak bola yang terkenal dari Belanda pada 1970-an. Setiap pemain bisa berganti posisi dengan yang lain sehingga menciptakan tim yang dinamis dan fleksibel. Pemain dibebaskan bergerak dan menempati posisi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan permainan. Filosofi itu berfokus pada mobilitas, adaptabilitas, serta komunikasi yang sangat baik di antara semua pemain.

Johan Cruyff merupakan salah seorang pemain ikonik yang memimpin dan mewujudkan filosofi tersebut. Dalam konteks pemerintahan, hal itu bisa diartikan sebagai sebuah strategi yang memungkinkan fleksibilitas peran antaranggota kabinet supaya bisa bekerja lintas sektor sesuai dengan tuntutan kondisi.

Prabowo yang memiliki latar belakang militer dan kecintaan pada olahraga, tampaknya, melihat bahwa Indonesia memerlukan pendekatan pemerintahan yang lebih adaptif dan gesit dalam menghadapi masalah kompleks seperti ekonomi, keamanan, kesejahteraan sosial, hingga politik global.

Baca Juga :  Lebih Penting Tambah Pasokan Pertalite

Prinsip total football itu mungkin ditujukan untuk membentuk tim kabinet yang mampu bergerak serentak, fleksibel dalam tugas, serta berfokus pada hasil kolaborasi daripada sekadar mengikuti birokrasi yang kaku.

Konsep Pendekatan Dalam konteks manajemen kabinet, konsep total football bisa diterapkan melalui pendekatan berikut. Pertama, fleksibilitas peran. Setiap menteri atau pejabat tinggi harus memiliki pemahaman luas tentang berbagai sektor pemerintahan.

Dengan demikian, mereka bisa bekerja lintas sektor saat diperlukan. Misalnya, menteri kesehatan perlu memahami aspek ekonomi untuk bekerja sama dengan menteri keuangan dalam penyusunan anggaran kesehatan.

Kedua, kolaborasi dan kesatuan. Keberhasilan kabinet bergantung pada kerja sama dan kolaborasi antarkementerian. Dalam total football, tidak ada yang bekerja secara eksklusif hanya untuk bagiannya sendiri.

Semua bekerja untuk tujuan yang sama. Di pemerintahan, setiap kementerian harus selaras dalam visi-misi nasional. Tidak hanya berfokus pada sasaran kementerian sendiri.

Ketiga, adaptabilitas dan respons cepat. Setiap kementerian harus siap menghadapi krisis atau perubahan kebijakan dengan cepat dan tanggap. Kementerian perlu memiliki rencana kontingensi dan kemampuan untuk berkoordinasi antarlembaga dalam waktu singkat.

Keempat, komunikasi yang efektif. Sama dengan di lapangan sepak bola, komunikasi yang intens dan transparan sangat penting. Para menteri dan pejabat harus terus berkomunikasi secara terbuka. Memastikan setiap keputusan dipahami dan dijalankan bersama. Itu menciptakan aliran informasi yang solid dan memastikan keputusan pemerintah berjalan efektif.

Baca Juga :  Negara Perlu Waspada, Pengaruh Tren Medsos dan Game Online Berbahaya

Kelima, kepemimpinan yang kooperatif. Dalam total football, pelatih memberikan arahan umum, tetapi pemain diberi kebebasan membuat keputusan secara real-time sesuai dengan kebutuhan permainan. Dalam manajemen kabinet, presiden berfungsi sebagai pemimpin strategis, tetapi para menteri harus diberi ruang untuk mengambil keputusan secara mandiri selama masih dalam garis besar visi pemerintah.

Meski terdengar menarik, penerapan total football dalam pemerintahan Indonesia bakal menghadapi tantangan besar. Pertama, pemerintahan yang terstruktur dan birokratis cenderung tidak mudah diubah dengan cepat. Fleksibilitas peran bisa menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan tugas, terutama jika tidak didukung struktur yang jelas.

Selain itu, sangat mungkin muncul resistansi dari kalangan birokrasi dan pihak yang lebih konservatif. Mereka yang sudah terbiasa dengan pola kerja tradisional bisa merasa pendekatan lintas sektor dan fleksibilitas tugas itu mengurangi stabilitas dan kejelasan tugas. Hal itu bisa memicu benturan dalam implementasi kebijakan.

Selain itu, dengan kabinet gemuk ini, produk regulasi makin menjamur dan banyak tumpang-tindih. Karena itu, keberhasilan total football akan sangat bergantung pada pemahaman dan kemauan kerja sama setiap anggota kabinet.

Prabowo harus memilih sosok yang tak hanya kompeten di bidang masing-masing, tetapi juga mau bekerja dalam kerangka yang lebih kolaboratif dan adaptif. (*)

*) ASRA AL FAUZI, Dokter spesialis bedah saraf, dosen FK Unair

Gebrakan awal Kabinet Merah Putih dengan kegiatan retreat sudah dilaksanakan dengan dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Konsep pembekalan military way tersebut diyakini bisa menyelaraskan kedisiplinan dan kesetiaan.

Dalam arahannya, dia berharap seluruh kabinetnya bisa bersatu membangun super team total football yang mementingkan kekompakan sebagai satu tim.

Kabinet Merah Putih dan konsep total football ala Prabowo bisa dipandang sebagai upaya menciptakan kepemimpinan yang solid, inklusif, dan sinergis untuk menghadapi tantangan besar Indonesia.

Istilah total football di sini tentu saja bukan dalam konteks sepak bola saja, tetapi lebih pada strategi pemerintahan yang fleksibel serta kolaboratif. Juga, memiliki struktur yang memungkinkan anggota kabinet beradaptasi dan bekerja lintas fungsi dengan tujuan utama memperkuat pemerintahan dan mempercepat pencapaian target pembangunan nasional.

Filosofi

Total football, awalnya, merupakan strategi sepak bola yang terkenal dari Belanda pada 1970-an. Setiap pemain bisa berganti posisi dengan yang lain sehingga menciptakan tim yang dinamis dan fleksibel. Pemain dibebaskan bergerak dan menempati posisi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan permainan. Filosofi itu berfokus pada mobilitas, adaptabilitas, serta komunikasi yang sangat baik di antara semua pemain.

Johan Cruyff merupakan salah seorang pemain ikonik yang memimpin dan mewujudkan filosofi tersebut. Dalam konteks pemerintahan, hal itu bisa diartikan sebagai sebuah strategi yang memungkinkan fleksibilitas peran antaranggota kabinet supaya bisa bekerja lintas sektor sesuai dengan tuntutan kondisi.

Prabowo yang memiliki latar belakang militer dan kecintaan pada olahraga, tampaknya, melihat bahwa Indonesia memerlukan pendekatan pemerintahan yang lebih adaptif dan gesit dalam menghadapi masalah kompleks seperti ekonomi, keamanan, kesejahteraan sosial, hingga politik global.

Baca Juga :  Lebih Penting Tambah Pasokan Pertalite

Prinsip total football itu mungkin ditujukan untuk membentuk tim kabinet yang mampu bergerak serentak, fleksibel dalam tugas, serta berfokus pada hasil kolaborasi daripada sekadar mengikuti birokrasi yang kaku.

Konsep Pendekatan Dalam konteks manajemen kabinet, konsep total football bisa diterapkan melalui pendekatan berikut. Pertama, fleksibilitas peran. Setiap menteri atau pejabat tinggi harus memiliki pemahaman luas tentang berbagai sektor pemerintahan.

Dengan demikian, mereka bisa bekerja lintas sektor saat diperlukan. Misalnya, menteri kesehatan perlu memahami aspek ekonomi untuk bekerja sama dengan menteri keuangan dalam penyusunan anggaran kesehatan.

Kedua, kolaborasi dan kesatuan. Keberhasilan kabinet bergantung pada kerja sama dan kolaborasi antarkementerian. Dalam total football, tidak ada yang bekerja secara eksklusif hanya untuk bagiannya sendiri.

Semua bekerja untuk tujuan yang sama. Di pemerintahan, setiap kementerian harus selaras dalam visi-misi nasional. Tidak hanya berfokus pada sasaran kementerian sendiri.

Ketiga, adaptabilitas dan respons cepat. Setiap kementerian harus siap menghadapi krisis atau perubahan kebijakan dengan cepat dan tanggap. Kementerian perlu memiliki rencana kontingensi dan kemampuan untuk berkoordinasi antarlembaga dalam waktu singkat.

Keempat, komunikasi yang efektif. Sama dengan di lapangan sepak bola, komunikasi yang intens dan transparan sangat penting. Para menteri dan pejabat harus terus berkomunikasi secara terbuka. Memastikan setiap keputusan dipahami dan dijalankan bersama. Itu menciptakan aliran informasi yang solid dan memastikan keputusan pemerintah berjalan efektif.

Baca Juga :  Negara Perlu Waspada, Pengaruh Tren Medsos dan Game Online Berbahaya

Kelima, kepemimpinan yang kooperatif. Dalam total football, pelatih memberikan arahan umum, tetapi pemain diberi kebebasan membuat keputusan secara real-time sesuai dengan kebutuhan permainan. Dalam manajemen kabinet, presiden berfungsi sebagai pemimpin strategis, tetapi para menteri harus diberi ruang untuk mengambil keputusan secara mandiri selama masih dalam garis besar visi pemerintah.

Meski terdengar menarik, penerapan total football dalam pemerintahan Indonesia bakal menghadapi tantangan besar. Pertama, pemerintahan yang terstruktur dan birokratis cenderung tidak mudah diubah dengan cepat. Fleksibilitas peran bisa menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan tugas, terutama jika tidak didukung struktur yang jelas.

Selain itu, sangat mungkin muncul resistansi dari kalangan birokrasi dan pihak yang lebih konservatif. Mereka yang sudah terbiasa dengan pola kerja tradisional bisa merasa pendekatan lintas sektor dan fleksibilitas tugas itu mengurangi stabilitas dan kejelasan tugas. Hal itu bisa memicu benturan dalam implementasi kebijakan.

Selain itu, dengan kabinet gemuk ini, produk regulasi makin menjamur dan banyak tumpang-tindih. Karena itu, keberhasilan total football akan sangat bergantung pada pemahaman dan kemauan kerja sama setiap anggota kabinet.

Prabowo harus memilih sosok yang tak hanya kompeten di bidang masing-masing, tetapi juga mau bekerja dalam kerangka yang lebih kolaboratif dan adaptif. (*)

*) ASRA AL FAUZI, Dokter spesialis bedah saraf, dosen FK Unair

Terpopuler

Artikel Terbaru

/