28.9 C
Jakarta
Thursday, April 18, 2024

Pj. Kepala Daerah dalam Pusaran Politik

MENARIK mencermati dinamika politik menjelang perhelatan politik 2024, khususnya masa transisi di mana UU No 10 tahun 2016 pasal 201 point 9 mengatakan kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota diisi penjabat (Pj) sampai terpilihnya kepala daerah dalam pemilihan serentak nasional 2024.

Dan pasal 10 ayat 11 mengatakan bahwa penjabat dimaksud diisi oleh Pimpinan Tinggi Madya untuk gubernur (dalam jabatan setingkat ESELON I) dan Penjabat bupati dan wali kota diisi oleh pimpinan tinggi pratama (Dalam Jabatan setingkat ESELON II), artinya jelas bahwa untuk mengisi Jabatan Pj. kepala daerah adalah dari ASN, walaupun secara kekhususan dijelaskan boleh dari TNI dan Polri apabila daerah tersebut dianggap rawan kondisi sosial politiknya.

Baca Juga :  Mengakhiri Perundungan di Sekolah

Untuk Pj. gubernur diusulkan oleh Mendagri kepada presiden, sedangan untuk bupati dan wali kota diusulkan oleh gubernur kepada Mendagri (dan tidak disebutkan secara khusus bahwa hanya berasal dan ASN Pemprov, artinya ada ruang diisi oleh ASN dari kabupaten/kota yang memenuhi syarat sepanjang diusulkan oleh gubernur) dan ditetapkan presiden.

Ada 49 kepala daerah yang berahir masa Jabatan sebelum 2024, yakni 5 gubernur dan 44 Bupati dan wali kota se Indonesia. Pengusulan oleh Mendagri untuk Pj. gubernur dan bupati dan wali kota oleh gubernur menjadi isu menarik, misalnya Mendagri dituding ikut bermain dalam menentukan siapa Pj. gubernur, walaupun sudah dikatakan bahwa penunjukkan ini sesuai dengan mekanisme dan melalui proses penjaringan dengan melihat integritas, kapabalitas, leadership yang kuat, dan bahkan rekam jejak pengalaman dalam jabatan di bidang pemerintahan serta MENDENGARKAN pendapat para tokoh masyarakat di wilayahnya masing-masing, dan tentu gubenur pun dalam mengusulkan Pj. bupati dan Pj. Wali kota pun memperhatikan hal yang sama.

Baca Juga :  Umat Merindukan Akhlak Rasulullah SAW

Ada resistensi dari berbagai kalangan itu adalah dinamika demokrasi, akan tetapi penunjukkan ASN oleh sebagai Pj. kepala daerah dalam waktu yang relatif lama adalah kejanggalan dalam demokrasi, sebab mereka mengelola pemerintahan (walau terbatas masa transisi) tanpa mandat dari pemilik demokrasi (mengutip pendapat Abdul Gaffar Karim, Dosen UGM).

MENARIK mencermati dinamika politik menjelang perhelatan politik 2024, khususnya masa transisi di mana UU No 10 tahun 2016 pasal 201 point 9 mengatakan kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota diisi penjabat (Pj) sampai terpilihnya kepala daerah dalam pemilihan serentak nasional 2024.

Dan pasal 10 ayat 11 mengatakan bahwa penjabat dimaksud diisi oleh Pimpinan Tinggi Madya untuk gubernur (dalam jabatan setingkat ESELON I) dan Penjabat bupati dan wali kota diisi oleh pimpinan tinggi pratama (Dalam Jabatan setingkat ESELON II), artinya jelas bahwa untuk mengisi Jabatan Pj. kepala daerah adalah dari ASN, walaupun secara kekhususan dijelaskan boleh dari TNI dan Polri apabila daerah tersebut dianggap rawan kondisi sosial politiknya.

Baca Juga :  Mengakhiri Perundungan di Sekolah

Untuk Pj. gubernur diusulkan oleh Mendagri kepada presiden, sedangan untuk bupati dan wali kota diusulkan oleh gubernur kepada Mendagri (dan tidak disebutkan secara khusus bahwa hanya berasal dan ASN Pemprov, artinya ada ruang diisi oleh ASN dari kabupaten/kota yang memenuhi syarat sepanjang diusulkan oleh gubernur) dan ditetapkan presiden.

Ada 49 kepala daerah yang berahir masa Jabatan sebelum 2024, yakni 5 gubernur dan 44 Bupati dan wali kota se Indonesia. Pengusulan oleh Mendagri untuk Pj. gubernur dan bupati dan wali kota oleh gubernur menjadi isu menarik, misalnya Mendagri dituding ikut bermain dalam menentukan siapa Pj. gubernur, walaupun sudah dikatakan bahwa penunjukkan ini sesuai dengan mekanisme dan melalui proses penjaringan dengan melihat integritas, kapabalitas, leadership yang kuat, dan bahkan rekam jejak pengalaman dalam jabatan di bidang pemerintahan serta MENDENGARKAN pendapat para tokoh masyarakat di wilayahnya masing-masing, dan tentu gubenur pun dalam mengusulkan Pj. bupati dan Pj. Wali kota pun memperhatikan hal yang sama.

Baca Juga :  Umat Merindukan Akhlak Rasulullah SAW

Ada resistensi dari berbagai kalangan itu adalah dinamika demokrasi, akan tetapi penunjukkan ASN oleh sebagai Pj. kepala daerah dalam waktu yang relatif lama adalah kejanggalan dalam demokrasi, sebab mereka mengelola pemerintahan (walau terbatas masa transisi) tanpa mandat dari pemilik demokrasi (mengutip pendapat Abdul Gaffar Karim, Dosen UGM).

Terpopuler

Artikel Terbaru