30.2 C
Jakarta
Thursday, December 5, 2024

Mengapa Pelajar Kecanduan Judi Online?

MIRIS membaca hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa pemain judi online (judol) melibatkan semua lapisan masyarakat. Ironisnya, ada pelaku yang berstatus siswa sekolah dasar (SD), pelajar/mahasiswa, hingga ibu rumah tangga (Jawa Pos, 18/6/2024).

Pertanyaannya: mengapa kalangan pelajar kecanduan judol? Menurut penulis, penyebabnya sebagai berikut. Pertama, masifnya penetrasi internet di kalangan remaja. Menurut data We Are Social (2022), pengguna internet di Indonesia ada sebanyak 204,7 juta orang.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menyebutkan, per Juni 2023 pengguna layanan telekomunikasi seluler di Indonesia mencapai 124,8 juta kartu seluler.

Kemudahan, akses internet menyebabkan siapa pun bisa mengakses situs judol. Setiap membuka HP, situs judol bermunculan. Beragam judol ditawarkan seperti judi togel, slot, poker, kasino, tembak ikan, lotre, judi bola, bakarat, poker, koprok, rolet, taruhan bola, blackjack, kiukick, balap kuda, hingga sabung ayam yang disiarkan via live streaming.

Apalagi, proses mengakses judol sangat mudah. Saat login, pengguna hanya mengisi nama dan kata sandi serta memasukkan alamat e-mail, nomor ponsel, dan nomor rekening atau dompet digital yang menjadi sumber dana.

Kedua, pengguna HP tanpa batas umur. Pemerintah tidak mengatur batas umur dan durasi pemakaian HP. Ketiga, kurangnya pengawasan orang tua dan guru dalam penggunaan HP anak. Bahkan, ada kecenderungan orang tua memberikan HP agar anak tidak rewel.

Keempat, sistem judol serupa permainan. Bagi anak, judol menjadi alternatif untuk mencari kesenangan atau refreshing. Berawal dari itu, setelah itu anak akan kecanduan judol. Kelima, promosi judol yang masif. Salah satunya dengan meng-endorse para influencer atau artis. Misalnya endorse promosi situs judol oleh artis Wulan Guritno yang kasusnya viral beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Judi Online Makin Marak, Begini Tanggapan Wakil Rakyat

Mereka juga memiliki tenaga sales marketing yang bertugas mem-blast penawaran judol. Tim marketing sesuai database nomor HP yang mereka miliki melakukan penetrasi dengan mengirimkan penawaran melalui SMS atau pesan WhatsApp.

Keenam, menanam script atau backlink situs judol di berbagai situs, termasuk situs pemerintah. Itu mudah mereka lakukan karena lemahnya sistem pertahanan situs pemerintah sehingga mudah dibobol.

Bahkan, lembaga sebesar DPR RI situs YouTube-nya diretas yang menayangkan video live judol. Menurut data Kementerian Kominfo sejak 1 Januari 2022 sampai 6 September 2023, Kominfo telah menemukan sebanyak 9.052 situs pemerintah yang disisipi konten judol. Hal-hal tersebut yang terus meningkatkan rating judol.

Ketujuh, masih rendahnya literasi keuangan. Literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen (SNLIK, 2022). Artinya, dari 100 orang, 50 orang memiliki literasi keuangan yang belum memadai. Kondisi tersebut menyebabkan mudah tergoda dengan iming-iming keuntungan yang tidak logis.

Internalisasi Antijudol

Kecanduan judol sulit disembuhkan. Para bandar sudah mengatur agar pemain baru dibuat menang sehingga ketagihan. Setelah itu program diatur sedemikian rupa agar pemain merugi.

Para bandar sudah memiliki win rate dengan komposisi 70 persen bandar dan 30 persen pemain. Pengguna akan mengalami perasaan kalah penasaran, menang ketagihan.

Oleh karena itu, harus ada tindakan pencegahan judol sejak dini. Peran pencegahan dapat dilakukan oleh pertama, orang tua dalam pengawasan penggunaan HP anak. Termasuk aturan waktu penggunaannya.

Orang tua harus mau ”rewel” dengan rutin mengecek apa saja yang telah diakses oleh anak di HP-nya. Jika mendapati anak mengakses situs judol, tegur dan beri pengertian. Sebagai langkah preventif, orang tua dapat memasang aplikasi antijudol.

Kedua, lembaga pendidikan dalam sosialisasi dan internalisasi antijudol. Di antaranya melalui muatan kurikulum seperti pada mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti serta bimbingan konseling (BK).

Baca Juga :  Janji Manis Capres dan Minuman Berpemanis

Guru pendidikan agama dan guru BK berperan penting dalam menyosialisasikan dan menginternalisasikan antijudol ini. Sekolah dapat mengagendakan secara rutin sosialisasi antijudol dari kepolisian atau lembaga penegak hukum lainnya. Selain itu, sosialisasi dan internalisasi dapat melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) atau budaya sekolah berupa perilaku warga sekolah yang religius antijudol.

Ketiga, aturan pembatasan atau durasi penggunaan HP pada anak. Aturan ini telah dilakukan di beberapa negara seperti Singapura, Tiongkok, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang membatasi penggunaan HP pada anak. Keempat, penegakan hukum yang tegas kepada pelaku judol.

Publik menunggu aksi nyata Satgas Pemberantasan Perjudian Online. Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2024 menandatangani Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring. Satgas tersebut dipimpin menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan.

Sanksi bagi pelaku judol jelas hukumannya berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Pemerintah 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Tindakan pemblokiran situs dan rekening judol harus terus dilakukan. Meski mudahnya membuat situs judol yang tinggal menyewa domain dan hosting dari provider server tertentu. Itu menjadikan begitu situs diblokir Kominfo, mereka bisa dengan mudah membuat situ baru.

Sosialisasi dan internalisasi dampak negatif judol harus terus dilakukan. Jika dilakukan sesaat dan temporer, tidak akan banyak manfaatnya. Sekarang tahu, besok sudah lupa. Oleh karena itu, diperlukan upaya terencana, sistematis, dan berkesinambungan untuk menjadikan perilaku antijudol. (*)

*) UDI UTOMO, Guru SMPN 5 Pati, Jawa Tengah

MIRIS membaca hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa pemain judi online (judol) melibatkan semua lapisan masyarakat. Ironisnya, ada pelaku yang berstatus siswa sekolah dasar (SD), pelajar/mahasiswa, hingga ibu rumah tangga (Jawa Pos, 18/6/2024).

Pertanyaannya: mengapa kalangan pelajar kecanduan judol? Menurut penulis, penyebabnya sebagai berikut. Pertama, masifnya penetrasi internet di kalangan remaja. Menurut data We Are Social (2022), pengguna internet di Indonesia ada sebanyak 204,7 juta orang.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menyebutkan, per Juni 2023 pengguna layanan telekomunikasi seluler di Indonesia mencapai 124,8 juta kartu seluler.

Kemudahan, akses internet menyebabkan siapa pun bisa mengakses situs judol. Setiap membuka HP, situs judol bermunculan. Beragam judol ditawarkan seperti judi togel, slot, poker, kasino, tembak ikan, lotre, judi bola, bakarat, poker, koprok, rolet, taruhan bola, blackjack, kiukick, balap kuda, hingga sabung ayam yang disiarkan via live streaming.

Apalagi, proses mengakses judol sangat mudah. Saat login, pengguna hanya mengisi nama dan kata sandi serta memasukkan alamat e-mail, nomor ponsel, dan nomor rekening atau dompet digital yang menjadi sumber dana.

Kedua, pengguna HP tanpa batas umur. Pemerintah tidak mengatur batas umur dan durasi pemakaian HP. Ketiga, kurangnya pengawasan orang tua dan guru dalam penggunaan HP anak. Bahkan, ada kecenderungan orang tua memberikan HP agar anak tidak rewel.

Keempat, sistem judol serupa permainan. Bagi anak, judol menjadi alternatif untuk mencari kesenangan atau refreshing. Berawal dari itu, setelah itu anak akan kecanduan judol. Kelima, promosi judol yang masif. Salah satunya dengan meng-endorse para influencer atau artis. Misalnya endorse promosi situs judol oleh artis Wulan Guritno yang kasusnya viral beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Judi Online Makin Marak, Begini Tanggapan Wakil Rakyat

Mereka juga memiliki tenaga sales marketing yang bertugas mem-blast penawaran judol. Tim marketing sesuai database nomor HP yang mereka miliki melakukan penetrasi dengan mengirimkan penawaran melalui SMS atau pesan WhatsApp.

Keenam, menanam script atau backlink situs judol di berbagai situs, termasuk situs pemerintah. Itu mudah mereka lakukan karena lemahnya sistem pertahanan situs pemerintah sehingga mudah dibobol.

Bahkan, lembaga sebesar DPR RI situs YouTube-nya diretas yang menayangkan video live judol. Menurut data Kementerian Kominfo sejak 1 Januari 2022 sampai 6 September 2023, Kominfo telah menemukan sebanyak 9.052 situs pemerintah yang disisipi konten judol. Hal-hal tersebut yang terus meningkatkan rating judol.

Ketujuh, masih rendahnya literasi keuangan. Literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen (SNLIK, 2022). Artinya, dari 100 orang, 50 orang memiliki literasi keuangan yang belum memadai. Kondisi tersebut menyebabkan mudah tergoda dengan iming-iming keuntungan yang tidak logis.

Internalisasi Antijudol

Kecanduan judol sulit disembuhkan. Para bandar sudah mengatur agar pemain baru dibuat menang sehingga ketagihan. Setelah itu program diatur sedemikian rupa agar pemain merugi.

Para bandar sudah memiliki win rate dengan komposisi 70 persen bandar dan 30 persen pemain. Pengguna akan mengalami perasaan kalah penasaran, menang ketagihan.

Oleh karena itu, harus ada tindakan pencegahan judol sejak dini. Peran pencegahan dapat dilakukan oleh pertama, orang tua dalam pengawasan penggunaan HP anak. Termasuk aturan waktu penggunaannya.

Orang tua harus mau ”rewel” dengan rutin mengecek apa saja yang telah diakses oleh anak di HP-nya. Jika mendapati anak mengakses situs judol, tegur dan beri pengertian. Sebagai langkah preventif, orang tua dapat memasang aplikasi antijudol.

Kedua, lembaga pendidikan dalam sosialisasi dan internalisasi antijudol. Di antaranya melalui muatan kurikulum seperti pada mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti serta bimbingan konseling (BK).

Baca Juga :  Janji Manis Capres dan Minuman Berpemanis

Guru pendidikan agama dan guru BK berperan penting dalam menyosialisasikan dan menginternalisasikan antijudol ini. Sekolah dapat mengagendakan secara rutin sosialisasi antijudol dari kepolisian atau lembaga penegak hukum lainnya. Selain itu, sosialisasi dan internalisasi dapat melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) atau budaya sekolah berupa perilaku warga sekolah yang religius antijudol.

Ketiga, aturan pembatasan atau durasi penggunaan HP pada anak. Aturan ini telah dilakukan di beberapa negara seperti Singapura, Tiongkok, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang membatasi penggunaan HP pada anak. Keempat, penegakan hukum yang tegas kepada pelaku judol.

Publik menunggu aksi nyata Satgas Pemberantasan Perjudian Online. Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2024 menandatangani Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring. Satgas tersebut dipimpin menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan.

Sanksi bagi pelaku judol jelas hukumannya berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Pemerintah 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Tindakan pemblokiran situs dan rekening judol harus terus dilakukan. Meski mudahnya membuat situs judol yang tinggal menyewa domain dan hosting dari provider server tertentu. Itu menjadikan begitu situs diblokir Kominfo, mereka bisa dengan mudah membuat situ baru.

Sosialisasi dan internalisasi dampak negatif judol harus terus dilakukan. Jika dilakukan sesaat dan temporer, tidak akan banyak manfaatnya. Sekarang tahu, besok sudah lupa. Oleh karena itu, diperlukan upaya terencana, sistematis, dan berkesinambungan untuk menjadikan perilaku antijudol. (*)

*) UDI UTOMO, Guru SMPN 5 Pati, Jawa Tengah

Terpopuler

Artikel Terbaru