26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Rangkaian Pilpres 2024, Apeksi Telah Memulai

RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Tahun 2023 kali ini berbeda dengan rakernas-rakernas sebelumnya. Bila rakernas sebelumnya peserta bisa jadi hanya membahas masalah pemerintah kota dan hubungannya dengan pemerintah pusat dan kabupaten, di rakernas di Makassar, Sulawesi Selatan, kali ini mereka mendengar visi dan misi dari bakal calon presiden (bacapres).

Meski mereka belum secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden (capres) oleh KPU, Apeksi percaya diri mengundang mereka seolah-olah sudah capres. Tiga calon tersebut adalah Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Saat mempresentasikan visi dan misi, seolah-olah mereka juga sudah menjadi capres.

Terbukti, ada salah satu dari mereka yang mengatakan siap melanjutkan pembangunan. Padahal, dinamika dan lobi-lobi politik belum berhenti dan apa pun masih bisa terjadi pada tiga orang tersebut.

Terlepas dari masalah di atas, yang dilakukan Apeksi merupakan langkah yang cerdas. Bima Arya Sugiarto sebagai ketua Apeksi bukan hanya sebagai ketua dan wali kota Bogor, namun juga sebagai sosok yang mempunyai banyak pengalaman. Sebelum menjadi wali kota, dia adalah seorang akademisi dan pengamat politik serta memiliki lembaga penelitian di bidang politik dan kemasyarakatan.

Latar belakang itulah yang membuat dinamika pemilu presiden (pilpres) harus dibawa ke mana dirinya aktif, termasuk ke dalam Apeksi. Meski masih tercatat sebagai politikus PAN, Bima Arya mampu menempatkan diri bagi semua kelompok dan golongan yang ada di organisasi tersebut. Sehingga sikap yang adil dan fair itu membuat tiga orang tersebut diundang dan mau hadir.

Rakernas XVI Apeksi itu membawa tiga hal dalam dinamika politik di tahun ini. Pertama, mengerucutkan dalam Pilpres 2024 ada tiga capres. Dengan menghadirkan Anies, Prabowo, dan Ganjar, seluruh wali kota dan masyarakat yang mengikuti acara itu tahu ada tiga sosok capres. Padahal, lobi-lobi dan dinamika politik belum berhenti. Status bakal calon pun bisa berubah.

Baca Juga :  Ekspektasi Tinggi pada KTT ASEAN

Masih ada beberapa partai yang belum menyatakan dukungannya kepada salah satu pihak. Di tataran bacawapres juga belum ada kepastian. Masing-masing masih menawarkan dan menjajakan diri. Dampak dari semua itu, semua bisa berubah bila ada peristiwa pertemuan besar.

Dengan hadirnya tiga orang tadi dalam acara Apeksi, partai politik digiring agar dalam Pilpres 2024 ada tiga calon. Bima Arya mengatakan, tiga calon tersebut memiliki survei elektabilitas tiga besar sehingga hanya tiga orang yang mereka undang.

Kalau berdasar survei, mengapa yang diundang tidak dua bacapres saja? Juga kalau berdasar survei, mengapa yang diundang tidak empat atau bahkan lima orang? Kan di luar tiga orang itu masih ada sosok yang juga punya potensi menjadi bacapres.

 

Nah, di sinilah bisa ada perhitungan bahwa bila dalam pilpres hanya dua calon, hal demikian sangat mengkhawatirkan masa depan bangsa. Berdasar pengalaman pada pilpres sebelumnya yang hanya diikuti dua pasangan calon, di masyarakat terjadi pembelahan politik yang sangat tajam, bahkan dampaknya masih terasa hingga saat ini.

Bila mengundang banyak bacapres, pilpres akan menghadirkan banyak pasangan, lebih dari tiga. Hal demikian dirasa tidak efektif dan boros. Untuk itu, tiga pasangan dianggap ideal dalam pilpres.

Kedua, pemanasan debat capres. Dalam acara tersebut setiap bacapres mempresentasikan visi dan misi. Pastinya masing-masing menyampaikan arah, pandangan, dan gagasan membawa Indonesia ke depan. Ada gagasan baru, ada pula gagasan yang siap melanjutkan program Presiden Joko Widodo.

Baca Juga :  Selepas Buhaji Pergi

Dari apa yang dihadirkan di hadapan para wali kota tadi, pastinya akan timbul sanggahan dan dukungan yang bertemu menjadi perdebatan. Perdebatan yang terjadi tidak hanya berputar di ruang rakernas, tapi sampai ke seluruh penjuru negeri sehingga ramailah dan gaduhlah kita. Misalnya soal ketimpangan pembangunan yang disampaikan Anies, membawa gemuruh di antara partai politik di tingkat pusat.

Ketiga, hadirnya ketiga bacapres di acara Apeksi dan mereka diberi kesempatan yang luas untuk menyampaikan visi dan misi, hal demikian bisa mengubah survei elektabilitas. Gagasan yang cerdas dan mengena serta disampaikan secara terstruktur dan sistematis ditambah tutur kata yang pas bisa menggoyahkan pilihan orang.

Masyarakat yang belum punya pilihan juga bisa langsung menentukan pilihan setelah melihat paparan visi dan misi. Dari sinilah survei bisa naik dan turun setelah acara-acara seperti itu.

Acara debat capres sangat penting bagi calon-calon yang ada. Tak heran bila sebelum acara debat, masing-masing tim sukses mempersiapkan calonnya dengan serius. Tidak hanya mempersiapkan data, tapi juga mengemas penampilan, bahkan punya strategi pertanyaan jebakan. Semua itu dilakukan untuk menjaga atau bahkan untuk menaikkan elektabilitas.

Dari semua paparan di atas, Apeksi telah memulai rangkaian panjang pilpres. Langkah seperti itu sepertinya akan diikuti organisasi-organisasi yang masih menjaga independensinya. (*)

 

*) ARDI WINANGUN, Direktur Indonesia Political Review (IPR)

RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Tahun 2023 kali ini berbeda dengan rakernas-rakernas sebelumnya. Bila rakernas sebelumnya peserta bisa jadi hanya membahas masalah pemerintah kota dan hubungannya dengan pemerintah pusat dan kabupaten, di rakernas di Makassar, Sulawesi Selatan, kali ini mereka mendengar visi dan misi dari bakal calon presiden (bacapres).

Meski mereka belum secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden (capres) oleh KPU, Apeksi percaya diri mengundang mereka seolah-olah sudah capres. Tiga calon tersebut adalah Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Saat mempresentasikan visi dan misi, seolah-olah mereka juga sudah menjadi capres.

Terbukti, ada salah satu dari mereka yang mengatakan siap melanjutkan pembangunan. Padahal, dinamika dan lobi-lobi politik belum berhenti dan apa pun masih bisa terjadi pada tiga orang tersebut.

Terlepas dari masalah di atas, yang dilakukan Apeksi merupakan langkah yang cerdas. Bima Arya Sugiarto sebagai ketua Apeksi bukan hanya sebagai ketua dan wali kota Bogor, namun juga sebagai sosok yang mempunyai banyak pengalaman. Sebelum menjadi wali kota, dia adalah seorang akademisi dan pengamat politik serta memiliki lembaga penelitian di bidang politik dan kemasyarakatan.

Latar belakang itulah yang membuat dinamika pemilu presiden (pilpres) harus dibawa ke mana dirinya aktif, termasuk ke dalam Apeksi. Meski masih tercatat sebagai politikus PAN, Bima Arya mampu menempatkan diri bagi semua kelompok dan golongan yang ada di organisasi tersebut. Sehingga sikap yang adil dan fair itu membuat tiga orang tersebut diundang dan mau hadir.

Rakernas XVI Apeksi itu membawa tiga hal dalam dinamika politik di tahun ini. Pertama, mengerucutkan dalam Pilpres 2024 ada tiga capres. Dengan menghadirkan Anies, Prabowo, dan Ganjar, seluruh wali kota dan masyarakat yang mengikuti acara itu tahu ada tiga sosok capres. Padahal, lobi-lobi dan dinamika politik belum berhenti. Status bakal calon pun bisa berubah.

Baca Juga :  Ekspektasi Tinggi pada KTT ASEAN

Masih ada beberapa partai yang belum menyatakan dukungannya kepada salah satu pihak. Di tataran bacawapres juga belum ada kepastian. Masing-masing masih menawarkan dan menjajakan diri. Dampak dari semua itu, semua bisa berubah bila ada peristiwa pertemuan besar.

Dengan hadirnya tiga orang tadi dalam acara Apeksi, partai politik digiring agar dalam Pilpres 2024 ada tiga calon. Bima Arya mengatakan, tiga calon tersebut memiliki survei elektabilitas tiga besar sehingga hanya tiga orang yang mereka undang.

Kalau berdasar survei, mengapa yang diundang tidak dua bacapres saja? Juga kalau berdasar survei, mengapa yang diundang tidak empat atau bahkan lima orang? Kan di luar tiga orang itu masih ada sosok yang juga punya potensi menjadi bacapres.

 

Nah, di sinilah bisa ada perhitungan bahwa bila dalam pilpres hanya dua calon, hal demikian sangat mengkhawatirkan masa depan bangsa. Berdasar pengalaman pada pilpres sebelumnya yang hanya diikuti dua pasangan calon, di masyarakat terjadi pembelahan politik yang sangat tajam, bahkan dampaknya masih terasa hingga saat ini.

Bila mengundang banyak bacapres, pilpres akan menghadirkan banyak pasangan, lebih dari tiga. Hal demikian dirasa tidak efektif dan boros. Untuk itu, tiga pasangan dianggap ideal dalam pilpres.

Kedua, pemanasan debat capres. Dalam acara tersebut setiap bacapres mempresentasikan visi dan misi. Pastinya masing-masing menyampaikan arah, pandangan, dan gagasan membawa Indonesia ke depan. Ada gagasan baru, ada pula gagasan yang siap melanjutkan program Presiden Joko Widodo.

Baca Juga :  Selepas Buhaji Pergi

Dari apa yang dihadirkan di hadapan para wali kota tadi, pastinya akan timbul sanggahan dan dukungan yang bertemu menjadi perdebatan. Perdebatan yang terjadi tidak hanya berputar di ruang rakernas, tapi sampai ke seluruh penjuru negeri sehingga ramailah dan gaduhlah kita. Misalnya soal ketimpangan pembangunan yang disampaikan Anies, membawa gemuruh di antara partai politik di tingkat pusat.

Ketiga, hadirnya ketiga bacapres di acara Apeksi dan mereka diberi kesempatan yang luas untuk menyampaikan visi dan misi, hal demikian bisa mengubah survei elektabilitas. Gagasan yang cerdas dan mengena serta disampaikan secara terstruktur dan sistematis ditambah tutur kata yang pas bisa menggoyahkan pilihan orang.

Masyarakat yang belum punya pilihan juga bisa langsung menentukan pilihan setelah melihat paparan visi dan misi. Dari sinilah survei bisa naik dan turun setelah acara-acara seperti itu.

Acara debat capres sangat penting bagi calon-calon yang ada. Tak heran bila sebelum acara debat, masing-masing tim sukses mempersiapkan calonnya dengan serius. Tidak hanya mempersiapkan data, tapi juga mengemas penampilan, bahkan punya strategi pertanyaan jebakan. Semua itu dilakukan untuk menjaga atau bahkan untuk menaikkan elektabilitas.

Dari semua paparan di atas, Apeksi telah memulai rangkaian panjang pilpres. Langkah seperti itu sepertinya akan diikuti organisasi-organisasi yang masih menjaga independensinya. (*)

 

*) ARDI WINANGUN, Direktur Indonesia Political Review (IPR)

Terpopuler

Artikel Terbaru