31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Ekspektasi Tinggi pada KTT ASEAN

KTT ASEAN sangat penting tidak saja bagi stabilitas ASEAN, tetapi juga perkembangan wilayah ini. Saat ini ASEAN menghadapi berbagai masalah yang menuntut kerja sama strategis, apalagi masalah-masalah global, sekaligus mencari solusi. Secara internal, ada beberapa isu utama yang perlu mendapatkan perhatian. Antara lain, HAM, stabilitas politik, dan krisis ekologi.

Tantangan dan Masalah ASEAN

Pertama, masalah HAM. Meskipun telah ada upaya memajukan HAM, di beberapa negara ASEAN hal itu masih muncul. Pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, pelanggaran hak minoritas, dan ketidaksetaraan gender masih terjadi.

Beberapa negara ASEAN memiliki undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi. Contohnya di Thailand, ada undang-undang penghinaan dan komputer yang telah digunakan untuk menangkap dan menghukum aktivis dan jurnalis yang mengkritik pemerintah.

Di Myanmar, pemerintah junta militer telah menekan kebebasan berpendapat setelah pengambilalihan kekuasaan pada 2021. Konflik etnis dan keberagaman juga terjadi dan itu berdampak misalnya pada hak-hak minoritas. Konflik Rohingya-pemerintah Myanmar, misalnya, telah mengakibatkan pengungsian massal dan pelanggaran HAM serius.

Kedua, stabilitas politik. Sengketa wilayah, ketegangan bilateral, serta ancaman terorisme dan bahkan Islamofobia adalah contoh konkret yang mengharuskan negara-negara ASEAN bekerja sama mempromosikan diplomasi, dialog, dan penyelesaian damai. Meskipun kawasan ini umumnya stabil secara politik jika dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di dunia, beberapa negara mengalami ketidakstabilan politik.

Gangguan stabilitas politik itu terjadi di Myanmar, terutama sejak Februari 2021, saat militer menggulingkan pemerintahan sipil yang demokratis, menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, dan mengambil alih kekuasaan. Tindakan tersebut mengakibatkan protes massal dan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan serta meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM.

Di Thailand juga terjadi ketidakstabilan politik sejak kudeta militer 2014. Meskipun telah ada pemilu, ketidakstabilan politik terus berlanjut dengan ketegangan antara pemerintah sipil dan militer. Filipina, Indonesia, dan Malaysia juga menghadapi gangguan stabilitas politik.

Baca Juga :  Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar

Malaysia sempat menghadapi ketidakstabilan politik pada awal 2020-an dengan jatuh bangunnya dua pemerintahan. Perubahan-perubahan dalam aliansi politik dan pergantian perdana menteri telah memunculkan ketidakpastian politik. Saat ini, di bawah YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim, Malaysia mulai stabil. Dia sedang berjuang memperkuat dan memajukan Malaysia.

Ketidakstabilan politik itu dapat bervariasi dalam tingkat dan sifatnya. Setiap negara memiliki konteks dan dinamika politik sendiri. Beberapa negara ASEAN mungkin mengalami ketidakstabilan politik dalam bentuk ketegangan politik internal, ketidakpastian pemilihan, atau perubahan dalam struktur pemerintahan. Karena itu, KTT ASEAN merupakan platform penting untuk memfasilitasi dialog dan penyelesaian damai konflik-konflik politik yang mungkin muncul sekaligus mempromosikan stabilitas politik secara keseluruhan.

Ketiga, krisis ekologi. Asia Tenggara menghadapi tantangan serius terkait dengan lingkungan. Misalnya, perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan krisis air. Indonesia adalah salah satu negara yang paling terkenal dalam konteks masalah ekologi. Deforestasi dan perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu telah menyebabkan hilangnya habitat satwa liar dan memperburuk iklim dunia.

Kebakaran hutan dan kabut asap akibat pembakaran lahan juga menjadi masalah serius di beberapa wilayah Indonesia. Jakarta sudah dikenal saat ini sebagai kota terburuk karena polusi akut. Negara-negara lain juga menghadapi masalah ekologi yang sangat serius dan harus dicari jalan menghadapi situasi buruk itu dengan baik.

Masalah ekologi tersebut sering kali bersifat kompleks dan melibatkan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan perubahan iklim. Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah itu melalui konservasi, peraturan lingkungan, dan kerja sama regional. Namun, tantangan lingkungan di ASEAN tetap menjadi isu yang memerlukan perhatian serius dan tindakan bersama dari semua negara ASEAN.

Baca Juga :  Perpanjangan

Peran Indonesia dan Malaysia

Negara besar seperti Malaysia dan Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan berbagai masalah penting di atas sambil membangun ASEAN yang kuat. Malaysia, di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim, memiliki peluang memainkan peran strategis dalam KTT tersebut.

Anwar Ibrahim adalah figur yang dikenal secara internasional dan memiliki pengaruh besar di ASEAN. Malaysia dapat menjadi mediator dalam konflik regional mengingat pengalamannya dalam menyelesaikan masalah internal. Selain itu, Malaysia dapat berperan dalam mempromosikan isu-isu HAM dan demokrasi di wilayah ini.

Kemudian, Indonesia tentu juga memiliki tanggung jawab besar menjaga stabilitas dan perkembangan ASEAN. Memang banyak kendala, tapi tak bisa dimungkiri besarnya ekspektasi agar Indonesia berperan lebih besar dan berpengaruh menjadi pendorong utama memfasilitasi dialog dan kerja sama negara-negara anggota.

Sebagai tuan rumah, Indonesia berkesempatan menunjukkan kepemimpinannya yang efektif dalam mengatasi isu-isu regional, memperkuat kerja sama, diplomasi, mempromosikan stabilitas politik, perlindungan HAM, penanganan krisis ekologi, dan ekonomi yang berkelanjutan.

Pertanyaannya adalah sudah benar efektifkah kepemimpinan di Indonesia memberikan jaminan bahwa semua hal itu terwujud? Karena itu, Pemilu 2024 yang akan diselenggarakan di Indonesia haruslah pemilu yang bermartabat supaya berdampak konstruktif bagi pembangunan wilayah. Indonesia harus mampu menjadi contoh yang menginspirasi negara-negara ASEAN lainnya. Jika tidak, Indonesia laksana buih raksasa. (*)

 

*) SUDARNOTO ABDUL HAKIM, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional dan Dosen FAH UIN Jakarta

KTT ASEAN sangat penting tidak saja bagi stabilitas ASEAN, tetapi juga perkembangan wilayah ini. Saat ini ASEAN menghadapi berbagai masalah yang menuntut kerja sama strategis, apalagi masalah-masalah global, sekaligus mencari solusi. Secara internal, ada beberapa isu utama yang perlu mendapatkan perhatian. Antara lain, HAM, stabilitas politik, dan krisis ekologi.

Tantangan dan Masalah ASEAN

Pertama, masalah HAM. Meskipun telah ada upaya memajukan HAM, di beberapa negara ASEAN hal itu masih muncul. Pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, pelanggaran hak minoritas, dan ketidaksetaraan gender masih terjadi.

Beberapa negara ASEAN memiliki undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi. Contohnya di Thailand, ada undang-undang penghinaan dan komputer yang telah digunakan untuk menangkap dan menghukum aktivis dan jurnalis yang mengkritik pemerintah.

Di Myanmar, pemerintah junta militer telah menekan kebebasan berpendapat setelah pengambilalihan kekuasaan pada 2021. Konflik etnis dan keberagaman juga terjadi dan itu berdampak misalnya pada hak-hak minoritas. Konflik Rohingya-pemerintah Myanmar, misalnya, telah mengakibatkan pengungsian massal dan pelanggaran HAM serius.

Kedua, stabilitas politik. Sengketa wilayah, ketegangan bilateral, serta ancaman terorisme dan bahkan Islamofobia adalah contoh konkret yang mengharuskan negara-negara ASEAN bekerja sama mempromosikan diplomasi, dialog, dan penyelesaian damai. Meskipun kawasan ini umumnya stabil secara politik jika dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di dunia, beberapa negara mengalami ketidakstabilan politik.

Gangguan stabilitas politik itu terjadi di Myanmar, terutama sejak Februari 2021, saat militer menggulingkan pemerintahan sipil yang demokratis, menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, dan mengambil alih kekuasaan. Tindakan tersebut mengakibatkan protes massal dan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan serta meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM.

Di Thailand juga terjadi ketidakstabilan politik sejak kudeta militer 2014. Meskipun telah ada pemilu, ketidakstabilan politik terus berlanjut dengan ketegangan antara pemerintah sipil dan militer. Filipina, Indonesia, dan Malaysia juga menghadapi gangguan stabilitas politik.

Baca Juga :  Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar

Malaysia sempat menghadapi ketidakstabilan politik pada awal 2020-an dengan jatuh bangunnya dua pemerintahan. Perubahan-perubahan dalam aliansi politik dan pergantian perdana menteri telah memunculkan ketidakpastian politik. Saat ini, di bawah YAB Dato’ Seri Anwar Ibrahim, Malaysia mulai stabil. Dia sedang berjuang memperkuat dan memajukan Malaysia.

Ketidakstabilan politik itu dapat bervariasi dalam tingkat dan sifatnya. Setiap negara memiliki konteks dan dinamika politik sendiri. Beberapa negara ASEAN mungkin mengalami ketidakstabilan politik dalam bentuk ketegangan politik internal, ketidakpastian pemilihan, atau perubahan dalam struktur pemerintahan. Karena itu, KTT ASEAN merupakan platform penting untuk memfasilitasi dialog dan penyelesaian damai konflik-konflik politik yang mungkin muncul sekaligus mempromosikan stabilitas politik secara keseluruhan.

Ketiga, krisis ekologi. Asia Tenggara menghadapi tantangan serius terkait dengan lingkungan. Misalnya, perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan krisis air. Indonesia adalah salah satu negara yang paling terkenal dalam konteks masalah ekologi. Deforestasi dan perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu telah menyebabkan hilangnya habitat satwa liar dan memperburuk iklim dunia.

Kebakaran hutan dan kabut asap akibat pembakaran lahan juga menjadi masalah serius di beberapa wilayah Indonesia. Jakarta sudah dikenal saat ini sebagai kota terburuk karena polusi akut. Negara-negara lain juga menghadapi masalah ekologi yang sangat serius dan harus dicari jalan menghadapi situasi buruk itu dengan baik.

Masalah ekologi tersebut sering kali bersifat kompleks dan melibatkan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan perubahan iklim. Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah itu melalui konservasi, peraturan lingkungan, dan kerja sama regional. Namun, tantangan lingkungan di ASEAN tetap menjadi isu yang memerlukan perhatian serius dan tindakan bersama dari semua negara ASEAN.

Baca Juga :  Perpanjangan

Peran Indonesia dan Malaysia

Negara besar seperti Malaysia dan Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan berbagai masalah penting di atas sambil membangun ASEAN yang kuat. Malaysia, di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim, memiliki peluang memainkan peran strategis dalam KTT tersebut.

Anwar Ibrahim adalah figur yang dikenal secara internasional dan memiliki pengaruh besar di ASEAN. Malaysia dapat menjadi mediator dalam konflik regional mengingat pengalamannya dalam menyelesaikan masalah internal. Selain itu, Malaysia dapat berperan dalam mempromosikan isu-isu HAM dan demokrasi di wilayah ini.

Kemudian, Indonesia tentu juga memiliki tanggung jawab besar menjaga stabilitas dan perkembangan ASEAN. Memang banyak kendala, tapi tak bisa dimungkiri besarnya ekspektasi agar Indonesia berperan lebih besar dan berpengaruh menjadi pendorong utama memfasilitasi dialog dan kerja sama negara-negara anggota.

Sebagai tuan rumah, Indonesia berkesempatan menunjukkan kepemimpinannya yang efektif dalam mengatasi isu-isu regional, memperkuat kerja sama, diplomasi, mempromosikan stabilitas politik, perlindungan HAM, penanganan krisis ekologi, dan ekonomi yang berkelanjutan.

Pertanyaannya adalah sudah benar efektifkah kepemimpinan di Indonesia memberikan jaminan bahwa semua hal itu terwujud? Karena itu, Pemilu 2024 yang akan diselenggarakan di Indonesia haruslah pemilu yang bermartabat supaya berdampak konstruktif bagi pembangunan wilayah. Indonesia harus mampu menjadi contoh yang menginspirasi negara-negara ASEAN lainnya. Jika tidak, Indonesia laksana buih raksasa. (*)

 

*) SUDARNOTO ABDUL HAKIM, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional dan Dosen FAH UIN Jakarta

Terpopuler

Artikel Terbaru