26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mewujudkan Pemilu tanpa Pilu

Saat ini tahapan Pemilu 2024 memasuki masa kampanye, termasuk ajang debat calon presiden dan calon wakil presiden. Di sisi lain, penyelenggara pemilu mulai menjaring jutaan calon anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang bertugas di 823.220 TPS.

Kita berharap KPPS bisa menjalankan tugasnya dengan baik, jujur, dan bertanggung jawab. Dan, yang lebih penting mereka tetap sehat dan tidak sakit. Apalagi sampai ada yang meninggal dunia seperti Pemilu 2019.

Sejarah mencatat Pemilu 2019 sebagai pemilu paling memilukan dengan korban jiwa terbanyak. Yakni, 894 petugas KPPS meninggal dan 5.175 anggota KPPS menderita sakit serius saat bertugas. Mereka seolah menjadi ’’tumbal” pemilu tersebut. Kita berharap hal itu tidak terulang pada Pemilu 2024.

Penyebab Kematian

Menurut ilmu kedokteran, penyebab kematian (cause of death) itu adalah hilangnya fungsi kesadaran dan diikuti berhentinya fungsi organ penting manusia. Terutama organ jantung (untuk memompa darah) dan organ paru (untuk pernapasan). Atas dasar itulah, menurut ilmu kedokteran untuk memastikan kematian, dokter harus memeriksa fungsi organ tersebut secara teliti dan adekuat.

Fungsi kesadaran manusia dikendalikan otak manusia. Terutama di bagian otak yang bernama batang otak dan korteks serebri. Batang otak berfungsi mencetuskan listrik dan neurotransmiter otak (zat kimia otak) untuk disebarkan ke bagian otak lain sehingga disebut penggalak kesadaran.

Sedangkan korteks serebri berfungsi menangkap aktivitas listrik dan neurotransmiter yang dipancarkan batang otak untuk dikelola agar seseorang bisa mengenali dan waspada terhadap lingkungan sekelilingnya sehingga dalam kondisi sadar.

Dengan begitu, korteks serebri itu disebut pengembang kesadaran. Berkurangnya atau hilangnya salah satu dan atau dua bagian otak tersebut akan menyebabkan pasien tidak sadar (koma dan bisa berlanjut dengan kematian bila tidak ditangani secara cepat dan adekuat).

Sementara itu, jantung berfungsi memompa dan mengalirkan darah dan komponen isinya ke seluruh organ tubuh, termasuk otak. Bila jantung berhenti bekerja secara mendadak, otak bagian kesadaran tidak mendapatkan asupan oksigen dan glukosa sehingga fungsi bekerjanya juga hilang dan akhirnya jatuh ke koma dan kematian.

Baca Juga :  Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Yakin Tidak Ada Intervensi Dalam Putusan MK

Penyakit yang sering mengakibatkan kematian mendadak sering berhubungan dengan kelainan pembuluh dan peredaran darah. Baik pembuluh darah di jantung (kardiovaskular) maupun pembuluh darah otak (serebrovaskular).

Menurut WHO, kematian akibat penyakit jantung dan stroke menempati peringkat tertinggi pertama dan kedua di seluruh dunia. Sedangkan berdasar data Kementerian Kesehatan pada 2023, penyebab kematian penyakit tertinggi di Indonesia adalah stroke (19,4 persen) dan penyakit jantung (14,3 persen).

Mengacu data Kementerian Kesehatan tersebut, bila didapati banyak petugas KPPS 2019 yang meninggal mendadak saat mereka bertugas di hari pencoblosan dan penghitungan suara, sangat mungkin penyebabnya adalah dua penyakit tersebut.

Walaupun, seharusnya dilakukan audit forensik untuk memastikan penyebab kematian (cause of death) petugas KPPS tersebut. Sayang, otopsi forensik tidak pernah dilakukan sehingga penyebab pasti kematian petugas KPPS 2019 tidak diketahui secara pasti.

Antisipatif

Belajar dari pengalaman yang memilukan di Pemilu 2019, penyelenggara Pemilu 2024 harus berusaha mengantisipasi terjadinya kematian mendadak petugas KPPS 2024 dengan beberapa langkah antisipatif. Antara lain, skrining kesehatan, pembatasan usia anggota KKPS, dan pengaturan jam kerja.

Skrining kesehatan calon petugas KPPS dilakukan untuk memastikan mereka tidak mempunyai faktor risiko atau riwayat kedua penyakit berbahaya yang bisa menyebabkan kematian saat bertugas. Yakni, risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Faktor risiko tersebut, antara lain, penyakit darah tinggi, kencing manis, merokok, kolesterol, dan obesitas/metabolic syndrome.

Tidak mudah mencari petugas penyelenggara pemilu di lapangan yang mempunyai kesehatan prima. Dan, relatif mahalnya skrining tersebut. Tetapi, KPU harus memberikan perhatian dan anggaran khusus untuk pemeriksaan itu agar kejadian memilukan tidak terulang.

Baca Juga :  Minggu Ini, Prabowo-Gibran Hanya Kampanye saat Akhir Pekan

Langkah lain, menentukan batas atas usia petugas KPPS. Sebab, semakin tua usia, semakin tinggi risiko terjadi kematian mendadak. Apalagi pada umumnya usia tua akan banyak faktor risiko penyakit berbahaya.

Beberapa data epidemiologi menunjukkan, kematian mendadak akibat penyakit jantung lebih berlipat ganda di usia 65 tahun ke atas. Data lain menunjukkan hal yang sama, kematian akibat stroke sangat tinggi di atas usia 67 tahun.

Mengatur beban kerja agar para petugas KPPS tidak bekerja berlebihan. Sebab, menurut beberapa penelitian, beban kerja petugas pemilu, baik KPPS maupun KPU, tergolong overload berdasar pengukuran full time equivalent (Ricky Febriansyah, 2020).

Kondisi itu menjadi ancaman serius terutama bagi mereka yang mempunyai faktor risiko penyakit vaskular sehingga berpotensi terjadi kematian mendadak. Salah satu caranya dengan membagi tugas dan jam kerja berdasar faktor risiko kesehatan yang dimiliki KPPS.

Maka, sangat penting bagi penyelenggara Pemilu 2024 melakukan segala upaya untuk mencegah terulangnya kematian petugas KPPS seperti pada 2019. Sebab, semahal apa pun pesta demokrasi, masih mahal harga nyawa anak bangsa.

Maka, upaya penyelamatan anak bangsa harus segera dipikirkan senyampang pemilu masih beberapa bulan lagi dan perekrutan petugas KPPS baru dimulai. Dengan demikian, kita berharap pesta demokrasi pada 2024 bisa dinikmati rakyat Indonesia tanpa ada pilu akibat kematian ratusan petugas KPPS.

Harapan kita juga, Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif, yang amanah dan selalu memperjuangkan aspirasi rakyat dan bukan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongan serta oligarki sebagai penyandang dananya. Bila itu terjadi lagi, dalam pemilu akan terjadi kepiluan lagi. (*)

*) BADRUL MUNIR, Dosen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/Dokter RSUD Saiful Anwar Malang

 

Saat ini tahapan Pemilu 2024 memasuki masa kampanye, termasuk ajang debat calon presiden dan calon wakil presiden. Di sisi lain, penyelenggara pemilu mulai menjaring jutaan calon anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang bertugas di 823.220 TPS.

Kita berharap KPPS bisa menjalankan tugasnya dengan baik, jujur, dan bertanggung jawab. Dan, yang lebih penting mereka tetap sehat dan tidak sakit. Apalagi sampai ada yang meninggal dunia seperti Pemilu 2019.

Sejarah mencatat Pemilu 2019 sebagai pemilu paling memilukan dengan korban jiwa terbanyak. Yakni, 894 petugas KPPS meninggal dan 5.175 anggota KPPS menderita sakit serius saat bertugas. Mereka seolah menjadi ’’tumbal” pemilu tersebut. Kita berharap hal itu tidak terulang pada Pemilu 2024.

Penyebab Kematian

Menurut ilmu kedokteran, penyebab kematian (cause of death) itu adalah hilangnya fungsi kesadaran dan diikuti berhentinya fungsi organ penting manusia. Terutama organ jantung (untuk memompa darah) dan organ paru (untuk pernapasan). Atas dasar itulah, menurut ilmu kedokteran untuk memastikan kematian, dokter harus memeriksa fungsi organ tersebut secara teliti dan adekuat.

Fungsi kesadaran manusia dikendalikan otak manusia. Terutama di bagian otak yang bernama batang otak dan korteks serebri. Batang otak berfungsi mencetuskan listrik dan neurotransmiter otak (zat kimia otak) untuk disebarkan ke bagian otak lain sehingga disebut penggalak kesadaran.

Sedangkan korteks serebri berfungsi menangkap aktivitas listrik dan neurotransmiter yang dipancarkan batang otak untuk dikelola agar seseorang bisa mengenali dan waspada terhadap lingkungan sekelilingnya sehingga dalam kondisi sadar.

Dengan begitu, korteks serebri itu disebut pengembang kesadaran. Berkurangnya atau hilangnya salah satu dan atau dua bagian otak tersebut akan menyebabkan pasien tidak sadar (koma dan bisa berlanjut dengan kematian bila tidak ditangani secara cepat dan adekuat).

Sementara itu, jantung berfungsi memompa dan mengalirkan darah dan komponen isinya ke seluruh organ tubuh, termasuk otak. Bila jantung berhenti bekerja secara mendadak, otak bagian kesadaran tidak mendapatkan asupan oksigen dan glukosa sehingga fungsi bekerjanya juga hilang dan akhirnya jatuh ke koma dan kematian.

Baca Juga :  Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Yakin Tidak Ada Intervensi Dalam Putusan MK

Penyakit yang sering mengakibatkan kematian mendadak sering berhubungan dengan kelainan pembuluh dan peredaran darah. Baik pembuluh darah di jantung (kardiovaskular) maupun pembuluh darah otak (serebrovaskular).

Menurut WHO, kematian akibat penyakit jantung dan stroke menempati peringkat tertinggi pertama dan kedua di seluruh dunia. Sedangkan berdasar data Kementerian Kesehatan pada 2023, penyebab kematian penyakit tertinggi di Indonesia adalah stroke (19,4 persen) dan penyakit jantung (14,3 persen).

Mengacu data Kementerian Kesehatan tersebut, bila didapati banyak petugas KPPS 2019 yang meninggal mendadak saat mereka bertugas di hari pencoblosan dan penghitungan suara, sangat mungkin penyebabnya adalah dua penyakit tersebut.

Walaupun, seharusnya dilakukan audit forensik untuk memastikan penyebab kematian (cause of death) petugas KPPS tersebut. Sayang, otopsi forensik tidak pernah dilakukan sehingga penyebab pasti kematian petugas KPPS 2019 tidak diketahui secara pasti.

Antisipatif

Belajar dari pengalaman yang memilukan di Pemilu 2019, penyelenggara Pemilu 2024 harus berusaha mengantisipasi terjadinya kematian mendadak petugas KPPS 2024 dengan beberapa langkah antisipatif. Antara lain, skrining kesehatan, pembatasan usia anggota KKPS, dan pengaturan jam kerja.

Skrining kesehatan calon petugas KPPS dilakukan untuk memastikan mereka tidak mempunyai faktor risiko atau riwayat kedua penyakit berbahaya yang bisa menyebabkan kematian saat bertugas. Yakni, risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Faktor risiko tersebut, antara lain, penyakit darah tinggi, kencing manis, merokok, kolesterol, dan obesitas/metabolic syndrome.

Tidak mudah mencari petugas penyelenggara pemilu di lapangan yang mempunyai kesehatan prima. Dan, relatif mahalnya skrining tersebut. Tetapi, KPU harus memberikan perhatian dan anggaran khusus untuk pemeriksaan itu agar kejadian memilukan tidak terulang.

Baca Juga :  Minggu Ini, Prabowo-Gibran Hanya Kampanye saat Akhir Pekan

Langkah lain, menentukan batas atas usia petugas KPPS. Sebab, semakin tua usia, semakin tinggi risiko terjadi kematian mendadak. Apalagi pada umumnya usia tua akan banyak faktor risiko penyakit berbahaya.

Beberapa data epidemiologi menunjukkan, kematian mendadak akibat penyakit jantung lebih berlipat ganda di usia 65 tahun ke atas. Data lain menunjukkan hal yang sama, kematian akibat stroke sangat tinggi di atas usia 67 tahun.

Mengatur beban kerja agar para petugas KPPS tidak bekerja berlebihan. Sebab, menurut beberapa penelitian, beban kerja petugas pemilu, baik KPPS maupun KPU, tergolong overload berdasar pengukuran full time equivalent (Ricky Febriansyah, 2020).

Kondisi itu menjadi ancaman serius terutama bagi mereka yang mempunyai faktor risiko penyakit vaskular sehingga berpotensi terjadi kematian mendadak. Salah satu caranya dengan membagi tugas dan jam kerja berdasar faktor risiko kesehatan yang dimiliki KPPS.

Maka, sangat penting bagi penyelenggara Pemilu 2024 melakukan segala upaya untuk mencegah terulangnya kematian petugas KPPS seperti pada 2019. Sebab, semahal apa pun pesta demokrasi, masih mahal harga nyawa anak bangsa.

Maka, upaya penyelamatan anak bangsa harus segera dipikirkan senyampang pemilu masih beberapa bulan lagi dan perekrutan petugas KPPS baru dimulai. Dengan demikian, kita berharap pesta demokrasi pada 2024 bisa dinikmati rakyat Indonesia tanpa ada pilu akibat kematian ratusan petugas KPPS.

Harapan kita juga, Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif, yang amanah dan selalu memperjuangkan aspirasi rakyat dan bukan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongan serta oligarki sebagai penyandang dananya. Bila itu terjadi lagi, dalam pemilu akan terjadi kepiluan lagi. (*)

*) BADRUL MUNIR, Dosen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/Dokter RSUD Saiful Anwar Malang

 

Terpopuler

Artikel Terbaru