Pemilu 2024 menunjukkan sebuah fakta menarik mengenai kebutuhan rakyat Indonesia. Selain dari branding ”gemoy” dan karakter kepemimpinan paslon 02, program makan siang gratis dan keberlanjutan program bantuan sosial (bansos) era Presiden Jokowi merupakan salah satu alasan masyarakat memilih paslon tersebut. Hal itu menunjukkan masih tingginya tingkat kebutuhan dasar di level masyarakat menengah ke bawah yang harus segera diatasi.
Program makan siang gratis dan bansos dapat dikategorikan sebagai bantuan charity atau karitas. Bantuan yang bersifat charity ini biasanya berfokus pada penyelesaian gejala dan dampak dari permasalahan sosial secara langsung dan bersifat jangka pendek. Jika dianalogikan, program charity seperti obat pereda nyeri yang dapat efektif menyembuhkan rasa sakit dan nyeri di tubuh manusia.
Namun, obat ini hanya menyelesaikan gejala tanpa menghilangkan sumber penyakit. Oleh karena itu, untuk dapat menyelesaikan permasalahan sosial masyarakat Indonesia, program yang bersifat charity perlu dibarengi program-program lain yang dapat menyelesaikan akar masalah.
Mentalitas miskin merupakan salah satu faktor yang mengurangi efektivitas program charity bagi masyarakat Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM Dr Hempri Suyatna SSos MSi, mentalitas masyarakat miskin sering kali menyebabkan program bantuan salah sasaran. Hal itu disebabkan orang yang mampu, bahkan ASN sekalipun, masih berharap mendapatkan bansos tersebut.
Andragogi dalam Mengatasi Masalah
Terdapat istilah andragogi yang dapat diterapkan dalam membantu menyelesaikan permasalahan sosial di Indonesia dari akarnya. Secara bahasa, andragogi berasal dari kata andros yang berarti dewasa dan agagos yang berarti membimbing. Andragogi dapat diartikan sebagai seni membimbing orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya.
Pendekatan ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk dapat lebih memahami akar masalahnya serta bagaimana upaya untuk mengatasinya. Dalam pendekatan andragogi ini, setiap permasalahan akan memiliki solusi yang berbeda dan tidak dapat digeneralisasi sebagaimana bantuan sosial charity yang umumnya telah dilakukan.
Melalui pendekatan andragogi, masyarakat telah dianggap dewasa sehingga posisi masyarakat bukan sebagai objek pemberian bantuan, melainkan subjek pemberdayaan. Dalam istilah Jawa, melalui andragogi ini masyarakat lebih ”diuwongke” atau dihargai sebagai pribadi yang telah dapat berpikir sendiri. Oleh karena itu, posisi pemberi bantuan adalah sebagai pendorong atau pemantik agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Penyusunan program melalui pendekatan andragogi ini masyarakat secara aktif dilibatkan dalam setiap prosesnya. Dengan demikian, program yang disusun dapat lebih matang dengan memperhatikan kondisi lingkungan, masyarakat, serta kearifan lokal dari sasaran program.
Hal ini tentu berbeda dengan kebijakan pemerintah yang sering kali bersifat top down tanpa melibatkan masyarakat, yang kemudian menghasilkan kebijakan setengah matang. Misalnya kegiatan penanaman tanpa memperhatikan kesesuaian lahan yang menjadi sasaran.
Contoh lain adalah program intensifikasi produk pertanian dengan pupuk kimia yang menyebabkan hilangnya kearifan lokal dalam pembuatan pupuk tradisional dan menyebabkan ketergantungan petani.
Dukungan Pemerintah
Di luar dari kebijakan bantuan pemerintah yang cenderung mengarah pada charity, terdapat sebuah kebijakan yang menarik jika dilihat dari sudut pandang pembangunan sosial. Sejak tahun 2010 pemerintah Indonesia telah menerapkan penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) Beyond Compliance. Melalui kebijakan ini, perusahaan dituntut untuk menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam penerapan CSR-nya.
Dengan kata lain, untuk dapat mencapai predikat PROPER Beyond Compliance ini, program CSR perusahaan harus dapat berdampak signifikan kepada masyarakat. Hal itu hanya dapat dicapai jika perusahaan telah menerapkan pendekatan andragogi dalam proses pemberdayaan masyarakat tersebut.
Berdasar hasil penilaian PROPER pada 2023, terdapat 303 perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang telah mendapat predikat Beyond Compliance. Artinya, telah terdapat 303 perusahaan yang secara aktif melakukan kegiatan pemberdayaan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan telah menciptakan dampak positif yang signifikan serta berkelanjutan di masyarakat.
Kondisi ini menunjukkan suatu kesadaran yang tinggi dari sisi perusahaan dalam mendukung pembangunan dan penyelesaian masalah sosial di masyarakat Indonesia. Kondisi ini menunjukkan pentingnya sinergi antara perusahaan, masyarakat sipil, dan pemerintah dalam pembangunan, sebagaimana yang disampaikan World Bank pada 2009.
Terdapat sebuah analogi lain yang dapat digunakan untuk dapat memahami bantuan charity dan pendekatan andragogi secara lebih mendalam. Program charity bisa dianalogikan seperti menyuapi anak kecil. Jika anak tersebut tidak diajari cara makan sendiri, selamanya akan tergantung kepada orang yang menyuapi.
Sedangkan program pemberdayaan dengan pendekatan andragogi diibaratkan seorang anak kecil yang tidak hanya disuapi, tapi juga diajari cara makan serta diberi kesempatan untuk bertukar pikiran dalam pengembangan dirinya.
Dengan cara-cara demikian, diharapkan pemerintah dapat lebih menyadari kondisi bangsa ini. Jika bangsa ini terus mengutamakan bantuan sosial charity dibanding persiapan mental masyarakat melalui pendekatan andragogi, keberlanjutan bangsa ini diragukan. Terlebih dengan adanya persiapan menuju generasi emas 2045. (*)
*) Muhson Arifin, Praktisi CSR, Community Development Officer PT Pertamina Patra Niaga FT Maos