Pasca pelantikan Kabinet Merah Putih, insan pendidikan menanti keputusan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) perihal kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Apakah dilanjutkan, dimodifikasi, atau justru dihentikan.
Jika mengacu pada pidato Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro saat serah terima jabatan beberapa waktu lalu, ditegaskan bahwa program MBKM tetap dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan yang diperlukan.
Menurut penulis, langkah perbaikan perlu dilakukan. Sebab, kebijakan yang diluncurkan pada 24 Januari 2020 itu bukan ”produk” final, melainkan ”produk” yang terus berkembang sehingga membutuhkan sejumlah penyempurnaan.
Tidak bisa dimungkiri, di balik angin perubahan perguruan tinggi dan manfaatnya bagi mahasiswa, kebijakan MBKM juga menimbulkan tantangan. Terutama terkait dengan kompetensi inti program studi.
Kompetensi inti program studi merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki setiap lulusan sesuai dengan bidang keilmuan yang ditempuh. Pada beberapa prodi, kompetensi inti mencakup keahlian teknis serta pengetahuan mendalam yang berkaitan langsung dengan profesi yang akan ditekuni lulusan.
Program MBKM yang memungkinkan mahasiswa belajar di luar kurikulum tradisional menuntut perguruan tinggi mengurangi SKS atau waktu kuliah bagi mata kuliah inti. Tantangannya adalah bagaimana memastikan mahasiswa menguasai kompetensi inti plus mengikuti MBKM.
Integrasi Program-SKS
Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan agar MBKM bisa membekali mahasiswa dengan pengalaman nyata yang dibutuhkan dunia usaha dan industri serta kompetensi inti program studi yang mumpuni.
Melalui MBKM, perguruan tinggi didorong mengintegrasikan program-program eksternal seperti magang dan proyek independen ke dalam kurikulum. Beberapa program studi menyesuaikan jumlah SKS untuk memungkinkan mahasiswa mengikuti MBKM tanpa memperpanjang masa studi.
Namun, pengurangan SKS untuk mata kuliah inti menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi program studi yang sangat bergantung pada keterampilan teknis atau teoretis khusus. Misalnya, program studi teknik menghadapi dilema ketika waktu pembelajaran untuk laboratorium atau praktik dikurangi.
Kendati demikian, terdapat cara untuk mempertahankan kompetensi inti dengan memadukan metode pembelajaran blended. Hal itu memungkinkan mahasiswa tetap bisa mengakses materi kunci secara intensif meski durasi pertemuan berkurang.
Salah satu upaya untuk mempertahankan kompetensi inti ialah memastikan kegiatan MBKM yang diambil mahasiswa relevan dengan bidang studi mereka. Pada program studi pendidikan, misalnya, mahasiswa diarahkan untuk memilih kegiatan mengajar di sekolah atau mengikuti proyek di bidang pendidikan agar keterampilan pedagogis mereka tetap terasah.
Peran Pembimbing
Evaluasi dampak MBKM terhadap kompetensi inti memerlukan peran aktif dosen pembimbing. Di beberapa perguruan tinggi, dosen pembimbing berperan dalam memberikan arahan, menetapkan target kompetensi, serta melakukan evaluasi rutin terhadap mahasiswa. Melalui bimbingan itu, mahasiswa tetap memperoleh panduan untuk mencapai learning outcomes yang mendukung kompetensi inti.
Dosen juga memastikan mahasiswa yang mengikuti program MBKM menjalani kegiatan yang selaras dengan tujuan akademik dan profesional dari program studi mereka. Dengan begitu, meski belajar di luar kampus, mahasiswa tetap berada dalam koridor pengembangan kompetensi utama.
Agar kompetensi inti tetap terjaga, perguruan tinggi perlu melakukan asesmen terstruktur untuk kegiatan MBKM. Bisa melalui evaluasi ketercapaian kompetensi yang relevan yang dinilai melalui rubrik kompetensi yang disesuaikan dengan bidang studi.
Misalnya, mahasiswa yang menjalani magang di bidang teknik atau vokasi dievaluasi berdasar kemampuan problem-solving, project based learning, analisis teknis, serta penerapan teori ke dalam praktik.
Rekomendasi
Setidaknya, ada beberapa rekomendasi untuk memastikan kegiatan MBKM juga memperkuat kompetensi inti. Pertama, penyesuaian kurikulum yang lebih adaptif. Kurikulum program studi perlu dirancang agar MBKM tidak mengorbankan kompetensi inti. Misalnya, menambahkan modul pembelajaran blended atau proyek singkat yang memperdalam keterampilan spesifik.
Kedua, pengembangan kemitraan strategis dengan industri dan organisasi terkait. Melalui kemitraan, perguruan tinggi bisa memastikan mahasiswa memperoleh pengalaman yang memperkuat kompetensi inti sesuai dengan kebutuhan industri dan bidang ilmu.
Ketiga, peningkatan peran dosen pembimbing dan supervisi lapangan. Dosen pembimbing perlu dibekali panduan yang lebih komprehensif agar dapat mengarahkan mahasiswa secara efektif. Perguruan tinggi bisa menyediakan pelatihan tambahan bagi dosen pembimbing.
Keempat, pengumpulan feedback secara berkesinambungan dari mahasiswa dan mitra MBKM. Untuk terus memperbaiki pelaksanaan MBKM, feedback dari mahasiswa dan mitra sangatlah penting. (*)
*) MADLAZIM, Guru besar Fakultas Matematika dan IPA; wakil rektor I bidang akademik Universitas Negeri Surabaya (Unesa)