Meski masih ada pro-kontra dari sejumlah penelitian, plasma konvalesen menjadi salah satu cara untuk terapi penyembuhan dari Covid-19. Tapi, bagi Nurman Shaleh, penyintas Covid-19, donor tersebut seperti panggilan jiwa yang harus ditunaikan.
AZAMI RAMADHAN, Surabaya
PESAN berantai permintaan donor plasma konvalesen (PK) masuk silih berganti di grup aplikasi percakapan. Permintaan datang dengan berbagai macam golongan darah. Ada yang bisa melanjutkan pemeriksaan. Ada juga yang tidak. Bahkan, tak sedikit tambahan pesan masuk yang mengabarkan calon penerima plasma telah meninggal dunia.
Situasi itu juga dirasakan Nurman Shaleh. Pesan permintaan plasma masuk ke handphone-nya. Tapi, dia hanya bisa menginformasikan dan meneruskan kebutuhan tersebut kepada orang lain. Sebab, dia belum bisa mendonorkan plasma miliknya lagi untuk sementara waktu.
”Sudah tujuh kali saya. Pas mau donor kedelapan, saya dapat info plasma belum memenuhi syarat,” kata Nurman saat ditemui di kawasan Tegalsari Rabu (28/7).
Pria 46 tahun itu cukup terkejut saat mendengar kabar dirinya belum dapat berdonor lagi. Menurut dia, donor kedelapan tersebut berlangsung saat pertengahan Desember 2020. Norman mengungkapkan, informasi bisa donor plasma konvalesen untuk terapi pasien Covid didapat saat menjalani perawatan. Ditambah lagi informasi dari YouTube, jurnal penelitian, dan sebagainya. Bahkan, sebelumnya terapi plasma konvalesen tersebut pernah digunakan untuk menangkal flu babi, ebola, SARS, dan MERS.
Selama dibekap rasa sakit, Nurman terus mendalami pengetahuannya tentang plasma konavelesen dan Covid-19. Setelah dinyatakan negatif pada 9 Juni 2020, tekadnya semakin bulat untuk ikut membantu sesama, yakni mendonorkan plasma konvalesen.
Informasi dari para dokter yang memeriksanya juga dia dapatkan. Salah satunya, orang yang menerima plasma konvalesen tidak bisa mendonorkan plasmanya kepada orang lain lagi.
Tiga bulan pascanegatif, dia memutuskan melakukan skrining ke kantor PMI Surabaya. Hingga akhirnya 8 Agustus 2020, untuk kali pertama dia mendonorkan plasma setelah melalui beberapa pemeriksaan berkala. ”Lega,” katanya.
Pada 25 Agustus, dia berdonor untuk kali kedua. Lalu, ketiga pada 3 Oktober, keempat 12 September, kelima 24 Oktober, keenam 10 November, dan ketujuh 28 November 2020. ”Kata petugas saat itu, donor sampai lima kali itu sudah luar biasa,” katanya.
Bagi pria kelahiran Magetan itu, mendonorkan plasma konvalesen tersebut didasari keinginan berbuat sesuatu yang bisa bermanfaat bagi sesama. ”Sembuh dari Covid itu seperti dikasih nyawa lagi. Karena ada nyawa itu, saya ingin berbagi,” ungkapnya.
Disinggung apakah ingin melakukan donor plasma konvalesen lagi, Nurman sudah tak sabar untuk mendonorkan plasmanya. Dia mendapatkan informasi dapat kembali mendonorkan plasma setelah sembilan bulan pasca dinyatakan belum layak. ”Agustus ini nanti ke PMI lagi untuk skrining. Jika bisa, ya alhamdulillah,” terangnya.