32 C
Jakarta
Monday, July 1, 2024
spot_img

Cerita di Balik Kemenangan Sayembara Logo HUT ke-79 RI

Agar tak etnosentris, keempat anggota tim Design & Branding Studio Ideologie memilih melihat Indonesia dari mata dunia. Mendekati pengumuman, hanya tidur 3 jam per hari untuk menyelesaikan revisi desain serta dokumen.

DIAN WAHYU P. -RETNO DYAH A., Surabayasayembara

HARI-hari ini ponsel para anggota tim Design & Branding Studio Ideologie,  Surabaya, rajin sekali berbunyi. Isi percakapan atau pesannya macam-macam: mulai ucapan selamat, pertanyaan penasaran, hingga permintaan wawancara.

Maklum, Senin (24/6) lalu, tim studio desain yang bermarkas di Surabaya Barat itu diumumkan sebagai pemenang sayembara logo HUT Ke-79 Republik Indonesia. Pada hari yang sama, di Istana Kepresidenan, Jakarta, logo karya Annisa Shabrina, Gafi Prajanti, Abraham Zoesa Naya Budjana Wangee, dan Inggrid Wenas tersebut resmi diluncurkan.

Keberhasilan itu buah kerja sama tim sejak Februari. Mereka berempat saling berbagi ide menerjemahkan tema ’’Nusantara Baru Indonesia Maju” dalam sebuah logo. ’’Kami ulik dari tema besarnya,’’ ungkap Creative Director Ideologie Inggrid Wenas kepada Jawa Pos di  Surabaya Kamis (27/6).

Pilihan mengerucut pada elaborasi unsur alam dengan tipe desain lebih dinamis dan tidak kaku. Inspirasinya dari Nusantara yang terdiri atas pulau-pulau nan elok. ’’Di desain terlihat seperti aliran sungai, memiliki makna negara yang terus maju,” tuturnya.

Dalam prosesnya, banyak revisi dan masukan yang diterima dari Asosiasi Desainer Grafis Indonesia. Bahkan tidak terhitung sampai berapa kali.

Selama tiga bulan proses pembuatan logo, Inggrid mengungkapkan bahwa para anggota tim rela lembur hingga larut malam. ’’Biasanya bertemu dua kali sepekan, saat mengerjakan project bisa sampai lima kali dalam sepekan,” ujarnya.

Baca Juga :  Mengenal Permainan Logo dan Cara Mainnya

Alumnus Petra Christian University,  Surabaya, itu menuturkan, ketika menyelesaikan desain logo tersebut, dirinya dan para anggota juga membagi waktu menyelesaikan proyek lain. Momen jenuh tak dimungkiri beberapa kali melanda.

Solusinya, antaranggota saling memberikan motivasi dan menyemangati. Pilihan lain, refreshing sejenak.

Logo mereka yang memadukan unsur alam itu mencakup tujuh konsep. Masing-masing negara kepulauan, lambang negara, pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan, ekonomi hijau, persatuan dan harapan, serta kesetaraan.

Dan, buah kerja keras mereka berempat selama tiga bulan itu akhirnya terbayar lunas. Karya mereka ditetapkan sebagai pemenang sayembara setelah mengalahkan lima finalis lain.

Sejak diluncurkan, logo tersebut menuai banyak komentar positif. Inggrid menyebut sejak awal desain sudah dipatok tak boleh etnosentris. ”Jadi, nggak boleh Jawa atau Kalimantan-sentris, meski ibu kota baru ada di sana,” tutur Annisa.

Sebab, logo tersebut bakal dipajang di segenap penjuru Indonesia. Jadi, semua orang harus sama-sama merasa memiliki. Karena itu, tim desainer lebih memilih melihat Indonesia dari luar. ”Kami bikin mindmap, gimana sih Indonesia di mata dunia?” kenang Annisa.

Pemaknaan alam Indonesia pun dominan tampak di logo. Contohnya, Indonesia sebagai negara kepulauan direpresentasikan dari potongan-potongan bagian yang membentuk angka 7 dan 9.

Baca Juga :  Kartini, dari Nakhoda Jadi Pendidik Pelaut

Selain itu, mereka juga menyisipkan kekayaan alam Indonesia lewat elemen grafis tambahan berupa tumpukan empat garis sejajar yang meliuk. Sekilas, garis-garis itu seperti lambaian kain panjang.

Padahal, tiap lekukannya mengisyaratkan kekayaan alam. Masing-masing aliran sungai, pegunungan, bunga mawar, dan lingkar di batang pohon.

Annisa menyebut tantangan pengerjaan logo itu tidak sedikit. Misalnya, bagaimana caranya agar logo tersebut mudah diterima masyarakat. Sebab, logo itu bakal direproduksi besar-besaran. Dari desain banner, bus, hingga mural di dinding perkampungan. ”Jadi, logo harus generik, tapi juga unik. Ada kebaruan di situ,” kata alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu.

Tiap pekan, sesi video conference dihelat untuk memantau progres dan revisi desain. Revisi yang dibuat bisa jadi besar atau kecil. Salah satu yang paling diingat Annisa adalah revisi jarak antarangka.

”Kami harus perhitungkan, ini kalau dari jauh sekian meter, misal untuk baliho di kantor kementerian, masih kelihatan nempel nggak angka 7 dan 9?” imbuhnya.

Mendekati pengumuman, mereka hanya tidur 3 jam per hari untuk menyelesaikan revisi desain dan dokumen. ”Aslinya ya nggak kuat sih, tapi dipikir-pikir ini karya buat negara. Langsung semangat lagi,” jawab Annisa kemudian tergelak.

Setelah menang, mereka juga masih tak kurang capeknya: menjawab pesan atau menerima telepon. Tapi, tentu dengan diliputi semangat kebanggaan karena telah turut berkontribusi kepada negara. (*/c17/ttg/jpc)

 

Agar tak etnosentris, keempat anggota tim Design & Branding Studio Ideologie memilih melihat Indonesia dari mata dunia. Mendekati pengumuman, hanya tidur 3 jam per hari untuk menyelesaikan revisi desain serta dokumen.

DIAN WAHYU P. -RETNO DYAH A., Surabayasayembara

HARI-hari ini ponsel para anggota tim Design & Branding Studio Ideologie,  Surabaya, rajin sekali berbunyi. Isi percakapan atau pesannya macam-macam: mulai ucapan selamat, pertanyaan penasaran, hingga permintaan wawancara.

Maklum, Senin (24/6) lalu, tim studio desain yang bermarkas di Surabaya Barat itu diumumkan sebagai pemenang sayembara logo HUT Ke-79 Republik Indonesia. Pada hari yang sama, di Istana Kepresidenan, Jakarta, logo karya Annisa Shabrina, Gafi Prajanti, Abraham Zoesa Naya Budjana Wangee, dan Inggrid Wenas tersebut resmi diluncurkan.

Keberhasilan itu buah kerja sama tim sejak Februari. Mereka berempat saling berbagi ide menerjemahkan tema ’’Nusantara Baru Indonesia Maju” dalam sebuah logo. ’’Kami ulik dari tema besarnya,’’ ungkap Creative Director Ideologie Inggrid Wenas kepada Jawa Pos di  Surabaya Kamis (27/6).

Pilihan mengerucut pada elaborasi unsur alam dengan tipe desain lebih dinamis dan tidak kaku. Inspirasinya dari Nusantara yang terdiri atas pulau-pulau nan elok. ’’Di desain terlihat seperti aliran sungai, memiliki makna negara yang terus maju,” tuturnya.

Dalam prosesnya, banyak revisi dan masukan yang diterima dari Asosiasi Desainer Grafis Indonesia. Bahkan tidak terhitung sampai berapa kali.

Selama tiga bulan proses pembuatan logo, Inggrid mengungkapkan bahwa para anggota tim rela lembur hingga larut malam. ’’Biasanya bertemu dua kali sepekan, saat mengerjakan project bisa sampai lima kali dalam sepekan,” ujarnya.

Baca Juga :  Mengenal Permainan Logo dan Cara Mainnya

Alumnus Petra Christian University,  Surabaya, itu menuturkan, ketika menyelesaikan desain logo tersebut, dirinya dan para anggota juga membagi waktu menyelesaikan proyek lain. Momen jenuh tak dimungkiri beberapa kali melanda.

Solusinya, antaranggota saling memberikan motivasi dan menyemangati. Pilihan lain, refreshing sejenak.

Logo mereka yang memadukan unsur alam itu mencakup tujuh konsep. Masing-masing negara kepulauan, lambang negara, pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan, ekonomi hijau, persatuan dan harapan, serta kesetaraan.

Dan, buah kerja keras mereka berempat selama tiga bulan itu akhirnya terbayar lunas. Karya mereka ditetapkan sebagai pemenang sayembara setelah mengalahkan lima finalis lain.

Sejak diluncurkan, logo tersebut menuai banyak komentar positif. Inggrid menyebut sejak awal desain sudah dipatok tak boleh etnosentris. ”Jadi, nggak boleh Jawa atau Kalimantan-sentris, meski ibu kota baru ada di sana,” tutur Annisa.

Sebab, logo tersebut bakal dipajang di segenap penjuru Indonesia. Jadi, semua orang harus sama-sama merasa memiliki. Karena itu, tim desainer lebih memilih melihat Indonesia dari luar. ”Kami bikin mindmap, gimana sih Indonesia di mata dunia?” kenang Annisa.

Pemaknaan alam Indonesia pun dominan tampak di logo. Contohnya, Indonesia sebagai negara kepulauan direpresentasikan dari potongan-potongan bagian yang membentuk angka 7 dan 9.

Baca Juga :  Kartini, dari Nakhoda Jadi Pendidik Pelaut

Selain itu, mereka juga menyisipkan kekayaan alam Indonesia lewat elemen grafis tambahan berupa tumpukan empat garis sejajar yang meliuk. Sekilas, garis-garis itu seperti lambaian kain panjang.

Padahal, tiap lekukannya mengisyaratkan kekayaan alam. Masing-masing aliran sungai, pegunungan, bunga mawar, dan lingkar di batang pohon.

Annisa menyebut tantangan pengerjaan logo itu tidak sedikit. Misalnya, bagaimana caranya agar logo tersebut mudah diterima masyarakat. Sebab, logo itu bakal direproduksi besar-besaran. Dari desain banner, bus, hingga mural di dinding perkampungan. ”Jadi, logo harus generik, tapi juga unik. Ada kebaruan di situ,” kata alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu.

Tiap pekan, sesi video conference dihelat untuk memantau progres dan revisi desain. Revisi yang dibuat bisa jadi besar atau kecil. Salah satu yang paling diingat Annisa adalah revisi jarak antarangka.

”Kami harus perhitungkan, ini kalau dari jauh sekian meter, misal untuk baliho di kantor kementerian, masih kelihatan nempel nggak angka 7 dan 9?” imbuhnya.

Mendekati pengumuman, mereka hanya tidur 3 jam per hari untuk menyelesaikan revisi desain dan dokumen. ”Aslinya ya nggak kuat sih, tapi dipikir-pikir ini karya buat negara. Langsung semangat lagi,” jawab Annisa kemudian tergelak.

Setelah menang, mereka juga masih tak kurang capeknya: menjawab pesan atau menerima telepon. Tapi, tentu dengan diliputi semangat kebanggaan karena telah turut berkontribusi kepada negara. (*/c17/ttg/jpc)

 

spot_img
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru