31.3 C
Jakarta
Thursday, April 17, 2025

Bantu Orangtua Buat Roti untuk Dijual, Inspirasi Penyemangat dari Memb

Hidup di perantauan
bersama keluarga, membuat Haris Chandra terbiasa untuk bekerja membantu orang tuanya.
Semenjak SD ia sudah dibentuk untuk menjadi sosok pekerja keras, membuat kue
dan es lilin untuk dititipkan ke warung-warung. Seiring berjalannya waktu, ia
pun memetik hasilnya. Pada usianya yang ke-29, ia dipercaya menduduki posisi branch
Manager di Wira Toyota. 

AZUBA, Palangka Raya

=========

TAK pernah terlintas di
benak Haris Chandra, bahwa pada usianya yang masih terbilang muda bisa diberi
amanah untuk menduduki kursi branch manager di Wira Toyota. Keberhasilan yang
diraihnya saat ini, tak lepas dari kebiasaan yang telah ia tanamkan sejak duduk
di bangku kelas V sekolah dasar (SD).

Di kala anak-anak
seusianya bisa menikmati masa kecil dengan bermain sesuka hati, berbeda dengan
Haris kecil. Keluarganya yang berstatus perantau, menuntut lelaki kelahiran
Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) ini, harus merelakan sebagian masa kecilnya.
Sepulang dari sekolah tak ada kesempatan untuk bermain bersama teman-temannya. Ia
mesti membantu orang tuanya membuat roti untuk dijual, demi menyokong
perekonomian keluarga. 

Kala itu, ia bersama
tiga saudara dan kedua orang tuanya merantau ke Bali. Sebelumnya orang tuanya
bekerja di bidang kayu di Kalsel. Ia pun tak taju alasan kepindahan orang
tuanya ke Bali. Ketika menempuh pendidikan SMP, bisnis kue orang tuanya semakin
banyak pesaing. Orang tuanya pun memutuskan untuk beralih ke bisnis membuat es
lilin.

“Saya ingat sekali. Waktu
itu saya ikut membuat es lilin. Sampai-sampai hafal takaran susu yang harus
dimasukkan. Kerjaan ini saya lakukan setelah pulang sekolah. Pagi hari diantar
ke penjual, lalu sorenya saya keliling hampir dua jam untuk mengambil kembali termos
es lilin itu. Kadang bergantian dengan kakak saya. Setelah itu saya harus menghitung
berapa yang terjual dan tidak,” tutur anak bungsu dari empat bersaudara ini.

Baca Juga :  Kagumi Danau Sentarum, Perdie M Yoseph Nantikan Kunjungan Balasan

Saat ia duduk di bangku
kelasa 1 SMA, tragedi bom Bali 1 terjadi. Perekonomian di Bali yang awalnya
baik menjadi sulit. Orang tuanya mengambil keputusan untuk kembali ke Kalsel. Akan
tetapi salah satu saudaranya mengambil keputusan berbeda. Memutuskan untuk merantau
ke Surabaya. Haris bersama saudara yang lainnya serta orang tua kembali ke
Banjarmasin. Perpisahan itu membawa duka mendalam baginya.

Setelah kembali ke
Banjarmasin, ia bersama keluarga harus memulai kembali usaha dan bisnis. Kondisi
tersebut tak membuatnya menyerah untuk berjuang demi kehidupan yang lebih baik.
Ia bersyukur karena mendapat dukungan dari relasi orang tuanya yang menetap di
Banjarmasin.

“Kejadian ini juga
membuat saya berpikir bahwa tantangan apa pun, selama dihadapi dengan rasa
syukur, pasti Tuhan akan membantu,” kata lelaki berkulit putih ini.

Dikatakan Haris,
inspirasi penyemangat justru didapatkannya dari membaca komik di sela-sela waktu
membantu orang tua. Dalam komik yang dibacanya, ia menemukan ucapan dari tokoh-tokoh
yang membakar semangatnya.

“Vini, vidi, vici;
artinya saya datang, saya lihat, saya menang. Entah kenapa ungkapan ini melekat
di benak saya. Ini yang membakar semangat saya untuk terus maju. Jadi ini
prinsip saya,” ucap lelaki yang menikah pada 2014 lalu.

Lulus dari bangku SMA,
Haris melanjutkan kuliah di STIE, mengambil jurusan manajemen keuangan. Sembari
kuliah, ia bekerja di Distibutor Pulau Baru Jaya. Bukan bagian sales, tapi
bagian audit barang. Sekali dalam seminggu ia harus mengaudit barang-barang
yang didistribusikan. Tuntutan kerja itu membentuknya untuk menjadi sosok yang teliti.

Baca Juga :  Upaya Pelaku Usaha Bertahan Saat Objek Wisata di Palangka Raya Tutup

Saat ia mulai menyusun
skripsi, ia diminta kakaknya untuk menjaga minimarket. Di tempat itu ia belajar
tentang dunia perdagangan. Mulai dari menjadi kasir hingga mencari barang
jualan ke pasar.

Setelah lulus kuliah,
ia sempat tertarik bekerja di dunia otomotif, karena ia memiliki ketertarikan
dengan mobil. Setelah yudisium pada 2009, ia mengambil keputusan untuk melamar bekerja
di Wira Toyota. Kebetulan Diler Wira Toyota    
berhadapan dengan toko milik kakak iparnya.

“Saat itu saya jadi sales
di Toyota. Padahal IPK saya 3,2, gak malu-maluin ya. Saat interview, sempat
diragukan oleh salah satu owner Toyota. Saya ditanya, kok mau jadi sales. Jadi
saya ceritakan latar belakang keluarga saya, dan bahwa ada anggota keluarga
saya yang bekerja di pemasaran mobil,” kata lelaki murah senyum itu.

Akhirnya ia pun diterima
menjadi sales. Tiga tahun menjalani dan menikmati pekerjaan sebagai seorang
sales. Ia percaya Tuhan selalu menuntun jalan hidupnya. Bahkan keberuntungan
selama menjadi sales sangat ia rasakan. Padahal ia merasa tak terlalu pandai dalam
hal berbicara bila dibandingkan dengan teman-teman sales seangkatannya.

“Entah kenapa saya bisa terjerumus ke dunia sales,
padahal saya tidak suka ngomong juga. Dari kecil itu, kalau orang ajak ngomong
barulah saya ngomong,” ungkapnya sambil tertawa lepas. (*/ce/bersambung)

Hidup di perantauan
bersama keluarga, membuat Haris Chandra terbiasa untuk bekerja membantu orang tuanya.
Semenjak SD ia sudah dibentuk untuk menjadi sosok pekerja keras, membuat kue
dan es lilin untuk dititipkan ke warung-warung. Seiring berjalannya waktu, ia
pun memetik hasilnya. Pada usianya yang ke-29, ia dipercaya menduduki posisi branch
Manager di Wira Toyota. 

AZUBA, Palangka Raya

=========

TAK pernah terlintas di
benak Haris Chandra, bahwa pada usianya yang masih terbilang muda bisa diberi
amanah untuk menduduki kursi branch manager di Wira Toyota. Keberhasilan yang
diraihnya saat ini, tak lepas dari kebiasaan yang telah ia tanamkan sejak duduk
di bangku kelas V sekolah dasar (SD).

Di kala anak-anak
seusianya bisa menikmati masa kecil dengan bermain sesuka hati, berbeda dengan
Haris kecil. Keluarganya yang berstatus perantau, menuntut lelaki kelahiran
Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) ini, harus merelakan sebagian masa kecilnya.
Sepulang dari sekolah tak ada kesempatan untuk bermain bersama teman-temannya. Ia
mesti membantu orang tuanya membuat roti untuk dijual, demi menyokong
perekonomian keluarga. 

Kala itu, ia bersama
tiga saudara dan kedua orang tuanya merantau ke Bali. Sebelumnya orang tuanya
bekerja di bidang kayu di Kalsel. Ia pun tak taju alasan kepindahan orang
tuanya ke Bali. Ketika menempuh pendidikan SMP, bisnis kue orang tuanya semakin
banyak pesaing. Orang tuanya pun memutuskan untuk beralih ke bisnis membuat es
lilin.

“Saya ingat sekali. Waktu
itu saya ikut membuat es lilin. Sampai-sampai hafal takaran susu yang harus
dimasukkan. Kerjaan ini saya lakukan setelah pulang sekolah. Pagi hari diantar
ke penjual, lalu sorenya saya keliling hampir dua jam untuk mengambil kembali termos
es lilin itu. Kadang bergantian dengan kakak saya. Setelah itu saya harus menghitung
berapa yang terjual dan tidak,” tutur anak bungsu dari empat bersaudara ini.

Baca Juga :  Kagumi Danau Sentarum, Perdie M Yoseph Nantikan Kunjungan Balasan

Saat ia duduk di bangku
kelasa 1 SMA, tragedi bom Bali 1 terjadi. Perekonomian di Bali yang awalnya
baik menjadi sulit. Orang tuanya mengambil keputusan untuk kembali ke Kalsel. Akan
tetapi salah satu saudaranya mengambil keputusan berbeda. Memutuskan untuk merantau
ke Surabaya. Haris bersama saudara yang lainnya serta orang tua kembali ke
Banjarmasin. Perpisahan itu membawa duka mendalam baginya.

Setelah kembali ke
Banjarmasin, ia bersama keluarga harus memulai kembali usaha dan bisnis. Kondisi
tersebut tak membuatnya menyerah untuk berjuang demi kehidupan yang lebih baik.
Ia bersyukur karena mendapat dukungan dari relasi orang tuanya yang menetap di
Banjarmasin.

“Kejadian ini juga
membuat saya berpikir bahwa tantangan apa pun, selama dihadapi dengan rasa
syukur, pasti Tuhan akan membantu,” kata lelaki berkulit putih ini.

Dikatakan Haris,
inspirasi penyemangat justru didapatkannya dari membaca komik di sela-sela waktu
membantu orang tua. Dalam komik yang dibacanya, ia menemukan ucapan dari tokoh-tokoh
yang membakar semangatnya.

“Vini, vidi, vici;
artinya saya datang, saya lihat, saya menang. Entah kenapa ungkapan ini melekat
di benak saya. Ini yang membakar semangat saya untuk terus maju. Jadi ini
prinsip saya,” ucap lelaki yang menikah pada 2014 lalu.

Lulus dari bangku SMA,
Haris melanjutkan kuliah di STIE, mengambil jurusan manajemen keuangan. Sembari
kuliah, ia bekerja di Distibutor Pulau Baru Jaya. Bukan bagian sales, tapi
bagian audit barang. Sekali dalam seminggu ia harus mengaudit barang-barang
yang didistribusikan. Tuntutan kerja itu membentuknya untuk menjadi sosok yang teliti.

Baca Juga :  Upaya Pelaku Usaha Bertahan Saat Objek Wisata di Palangka Raya Tutup

Saat ia mulai menyusun
skripsi, ia diminta kakaknya untuk menjaga minimarket. Di tempat itu ia belajar
tentang dunia perdagangan. Mulai dari menjadi kasir hingga mencari barang
jualan ke pasar.

Setelah lulus kuliah,
ia sempat tertarik bekerja di dunia otomotif, karena ia memiliki ketertarikan
dengan mobil. Setelah yudisium pada 2009, ia mengambil keputusan untuk melamar bekerja
di Wira Toyota. Kebetulan Diler Wira Toyota    
berhadapan dengan toko milik kakak iparnya.

“Saat itu saya jadi sales
di Toyota. Padahal IPK saya 3,2, gak malu-maluin ya. Saat interview, sempat
diragukan oleh salah satu owner Toyota. Saya ditanya, kok mau jadi sales. Jadi
saya ceritakan latar belakang keluarga saya, dan bahwa ada anggota keluarga
saya yang bekerja di pemasaran mobil,” kata lelaki murah senyum itu.

Akhirnya ia pun diterima
menjadi sales. Tiga tahun menjalani dan menikmati pekerjaan sebagai seorang
sales. Ia percaya Tuhan selalu menuntun jalan hidupnya. Bahkan keberuntungan
selama menjadi sales sangat ia rasakan. Padahal ia merasa tak terlalu pandai dalam
hal berbicara bila dibandingkan dengan teman-teman sales seangkatannya.

“Entah kenapa saya bisa terjerumus ke dunia sales,
padahal saya tidak suka ngomong juga. Dari kecil itu, kalau orang ajak ngomong
barulah saya ngomong,” ungkapnya sambil tertawa lepas. (*/ce/bersambung)

Terpopuler

Artikel Terbaru