Tradisi Manginang atau menyirih masih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat suku Dayak Tomun, di Desa Penyombaan, Kudangan, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Berikut cerita fotografer Indonesia, Acid, saat berbincang dengan seorang tokoh masyarakat Dayak Tomun, Daud Dundai (63).
HABIBULLAH-Lamandau
BAGI masyarakat Dayak Tomun, Manginang bukan sekadar kebiasaan mengunyah, melainkan sebuah ritual yang sarat akan makna dan nilai-nilai luhur. Hampir setiap hari, sejak usia muda, mereka menginang. Tak heran jika gigi dan bibir mereka berwarna merah akibat warna alami dari buah pinang yang tercampur saat dikunyah.
Daud Dundai. Seorang tokoh masyarakat Dayak Tomun yang bergelar Patih Damar Molayap, atau yang lebih akrab disapa Pak Damar. Menjelaskan bahwa Manginang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Dayak Tomun.

“Manginang atau bersirih dalam budaya Dayak jauh melampaui kebiasaan mengunyah,” ungkap Acid, Selasa (26/11).
“Ini adalah simbol sosial yang kuat untuk keharmonisan, penghormatan, dan identitas kultural yang dipegang teguh,” lanjutnya.
Manginang seringkali dilakukan sendiri saat menikmati keheningan, namun tak jarang pula menjadi pembuka obrolan dalam pertemuan biasa maupun acara adat. Hal ini mencerminkan keramahtamahan dan sikap terbuka masyarakat Dayak Tomun terhadap siapa pun.
Aktivitas Manginang ini, biasanya melibatkan mengunyah daun sirih yang dilengkapi dengan bahan-bahan lain seperti kapur, tembakau, gambir, dan buah pinang. Setiap bahan memiliki makna tersendiri dan memberikan sensasi rasa yang unik.
“Manginang adalah cara masyarakat Dayak menjaga nilai-nilai leluhur dan mempererat hubungan antaranggota masyarakat,” tambahnya.
Tradisi Manginang ini menjadi bukti bahwa masyarakat Dayak Tomun sangat menghargai dan melestarikan warisan budaya dari para leluhur. Di tengah gempuran budaya asing, mereka tetap teguh mempertahankan identitas dan jati diri sebagai suku Dayak.
Upaya pelestarian tradisi Manginang ini patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Dayak Tomun tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas dan mempererat hubungan sosial antaranggota masyarakat. (*)


