Ketika
perusahaan pertambangan mengeruk perut bumi, triliunan debu terhempas ke permukiman
penduduk sekitar. Ketika mereka meninggalkan lubang dan persoalan, memandang
sebelah mata masyarakat lokal.
ANISA B WARDAH-AGUS
PRAMONO-Tamiang Layang
TANPA mengurangi laju
sepeda motor, penulis langsung menutup hidung dan mulut dengan tangan kiri. Debu
memaksa kami memicingkan mata dan memalingkan muka saat berpapasan dengan dump
truk bermuatan batu bara.
Lambung perbukitan di
Desa Sumber Garunggung, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur (Bartim),
dan sekitarnya itu terus dikeruk. Diangkut melalui jalan hauling (jalan pengangkutan
hasil tambang) yang anjangnya ratusan kilometer. Tembus sampai ke muara DAS
Barito. Jalan itu melintasi empat kecamatan di Bartim. Kecamatan Dusun Tengah,
Kecamatan Paku, Kecamatan Awang Lapai, dan Kecamatan Dusun Timur.
Beberapa waktu lalu,
wartawan Kalteng Pos menyusuri puluhan kilometer jalan hauling selebar sekitar
delapan meter tersebut. Berkontur tanah. Bercampur kerikil. Padat. Sangat licin
jika musim hujan.
Mencoba menelusuri titik
pertambangan batu bara ilegal. Masyarakat di sana menyebutnya tambang lipat. Yakni,
warga yang memiliki sebidang tanah ditawarkan ke investor. Perusahaan tak
menolak jika ada kandungan batu bara di dalamnya.
รขโฌลSudah pasti ada
keuntungan bagi pemilik tanah dan perusahaan,รขโฌย kata sumber Kalteng Pos yang
menemani perjalanan kami, pekan lalu.
Kami menyusuri jalan
perbukitan. Membekali diri dengan peralatan memancing, selain tas berisi
pakaian cadangan.
Setengah jam
perjalanan, sebuah ekskavator parkir di sisi kanan jalan. Tertutup pepohonan di
setiap sisi. Tak jauh dari lokasi, tampak jelas ada sebidang tanah yang sudah
dikeruk. Luasnya sekitar lapangan bulu tangkis. Persegi panjang. Dalamnya
sekitar tiga meter. Di tengah-tengahnya ada gunungan batu bara siap angkut.
รขโฌลIni salah satunya,รขโฌย
celetuk sumber yang merupakan aktivis pecinta lingkungan asli putra daerah
Bartim.
Kami meneruskan
perjalanan. Sampailah kami di Desa Sumber Garunggung, sekitar 20 kilometer dari
bibir jalan provinsi penghubung Tamiang LayangรขโฌโAmpah.
Di lokasi itu, ada
tempat penampungan batu bara yang ditambang dari tanah masyarakat. Jarang
ditemukan pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Ada tambang lipat. Kali
ini luasnya berlipat-lipat. Dari yang kami temui pertama kali. Kedalamannya
juga berlipat.
Menempuh perjalanan
sekitar dua jam, kami menemukan sembilan lokasi tambang lipat yang masih aktif.
Dua penampungan batu bara. Lebih dari 15 bekas tambang yang tak direklamasi.
Dua bekas tambang yang
tak diuruk dibiarkan dipenuhi air. Airnya kehijau-hijauan.
รขโฌลKayak danau,รขโฌย kelakar
kami.
Kami pun mencoba
menanyakan ke warga yang tinggal di bahu jalan hauling batu bara. Namanya
Injut. Ibu dua anak itu sudah lebih 30 tahun hidup menghirup debu truk batu
bara yang melintas di Dusun Pimping, Desa Gandrung, Kecamatan Paku.
Dia dan keluarga tak pernah
merasakan uluran tangan pihak perusahaan. Baik sembako maupun kesehatan. Begitu
juga tetangganya.
รขโฌลEnggak pernah (bantuan
dari perusahaan, red). Raskin dari pemerintah juga enggak pernah,รขโฌย bebernya.
Padahal, dalam aturan
main di dunia pertambangan sangat jelas. Ada tanggungjawab sosial bagi
masyarakat di ring 1, 2, 3, dan seterusnya. Jika dilihat dari Pasal 74 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate
Social Responsibility (CSR).
Menanggapi fenomena
perusahaan yang ogah menyalurkan CSR, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas N
Hartono angkat bicara. Menurutnya masih banyak perusahaan yang tidak menyalurkan
CSR.
รขโฌลDusun atau desa yang
dilintasi jalan hauling, masyarakatnya wajib menerima CSR. Baik kesehatan,
pendidikan, dan lainnya,รขโฌย kata Dimas ditemui di kantornya.
Selang beberapa hari,
kami berbincang dengan Mardiana. Perempuan adat yang sering menyuarakan konflik
lingkungan, hutan, dan HAM ini tak menampik jika masih ada tambang lipat yang
beroperasi. Terutama di Kecamatan Paku dan Dusun Tengah.
Praktik itu menguntungkan
perusahaan. Tak perlu lagi mengurus segala bentuk izin. Tidak ada tanggungan
CSR dan kewajiban untuk mereklamasi.
รขโฌลYang diuntungkan ya
perusahaan dan pihak-pihak terkait,รขโฌย katanya.
Memang, kata dia, konflik
perusahaan dan masyarakat sering terjadi di Bartim. Baru-baru ini, pihaknya mendapat
laporan hutan adat di Paku Beto, Kecamatan Paku terancam dibabat oleh perusahaan.
Ada dua gunung di Paku Beto yang akan dikonsesi oleh perusahaan.
Kasus lainnya yang
sampai saat ini belum terselesaikan adalah masyarakat Dusun Gunung Karasik, Desa
Janah Manaiwui, Bartim. Sungai satu-satunya yang melintasi dusun tersebut sudah
tercemar.
รขโฌลBayangkan saja, lokasi
pertambangan tak sampai 300 meter dari permukiman. Wajar warga berontak meminta
permukimannya dikeluarkan dari wilayah konsesi,รขโฌย ungkapnya.
Salah satu warga Dusun
Karasik, Yoseph mengutarakan di dusunnya hanya merasakan kebisingan, debu,
keruhnya air sungai hingga galian bekas tambang yang masih belum direklamasi.
Saat ini, masyarakat mandi dengan air sungai yang terkontaminasi limbah. Di
musim kemarau, sungai dangkal dan kering.
โSaat ini sungai
kami menjadi kering, hanya sedikit tetesan air. Padahal dulu itu sangat jernih
dan menjadi sumber kebutuhan kami,โ ungkap Yoseph, Kamis (27/6) ketika
hadir dalam acara dialog publik yang digagas Walhi Kalteng di salah satu hotel
di Palangka Raya.
Selama 2018 lalu, Walhi
Kalteng mencatat ada 344 konflik lingkungan terjadi di Bumi Tambun Bungai.
Perusahaan besar swasta (PBS) yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit
dan batu bara paling banyak terdokumentasi menjadi aktor utama melakukan
perusakan lingkungan.
Beberapa dokumen terkait
pelanggaran itu diserahkan langsung kepada Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran
ketika menyambangi Sekretariat Walhi di Jalan RTA Milono, Jumat (28/6).
Sementara itu, di
tempat terpisah, Bupati Bartim Ampera AY Mebas tidak menampik masih ada
beberapa perusahaan yang tidak memperhatikan kewajiban mereklamasi. Pemerintah daerah
tidak dapat berbuat banyak, karena muali 2014 sesuai kewenangan tambang sudah
diambil alih provinsi. Termasuk jaminan reklamasi.
รขโฌลSaya sebagai kepala
daerah di Bartim hanya bisa mengajak mereka yang belum menaati supaya memenuhi
kewajibannya,โ kata Ampera kepada Kalteng Pos, kemarin (23/7).
Menurut Ampera,
kabupaten akan berkoordinasi dengan provinsi. โKita sampaikan kepada
provinsi supaya diambil langkah-langkah karena juga ada operasional
pertambangan di sana (Kecamatan Paku, red) yang dekat dengan sungai,โ bebernya.
Berkaitan CSR, lanjut Ampera,
perusahaan selama ini tidak pernah melaporkan. Hal tersebut yang juga sudah
menjadi pemikiran pemerintah daerah dengan membentuk tim menindaklanjuti.
โKami (pemerintah
daerah, red) juga tidak mengetahui besaran CSR yang dikeluarkan,โ pungkasnya.
(log/ce/bersambung)