Ia
pernah gagal melamar bekerja di perbankan. Tapi Tuhan punya rencana indah yang
hendak disematkan. Memulai karier dari pemegang gudang barang jaminan, kini ia
menjadi Pemimpin Cabang PT Pegadaian (Persero) Palangka Raya.
AZUBA, Palangka Raya
KEINGINAN Dwi Santosa
Juniarto tak muluk-muluk. Setelah lulus dari kuliah, hanya ingin bekerja di
bank. Baginya simpel saja, bekerja di bank itu terlihat lebih elegan dan
perlente.
Sayangnya, Tuhan justru
memberi jejak yang lain bagi karier dan penghidupannya. Berkali-kali, jebolan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret ini mendaftar di lembaga perbankan,
sebanyak itu pula ia tak diterima.
Lulus kuliah 1996,
selama satu tahun Dwi Santosa Juniarto mencari pekerjaan. Akhirnya pada Mei
1997, ia mendapat informasi ada penerimaan pegawai di Pegadaian Kantor Wilayah
Semarang yang saat itu perekrutannya melewati perguruan tinggi di Universitas
Diponegoro Semarang. Meski dulu ia tidak mengerti apa saja yang menjadi tugas
di Pegadaian, setelah mengikuti beberapa tes seleksi, Agustus 1997 ia berjodoh
di Pegadaian.
Pertama kali ia bertugas
di Pegadaian Salatiga Selatan. Meski saat itu ia sudah sarjana, tap kariernya
tetap dimulai dari bawah. Menjadi pemegang gudang barang jaminan.
“Karier saya dimulai
dari bawah. Menjadi petugas pemegang gudang penyimpanan barang-barang agunan.
Saya juga pernah menjadi kasir hingga penaksir harga. Jadi saya bersyukur bisa
mengalami itu semua, sehingga dalam mengelola dan mengarahkan tim menjadi lebih
nyaman. Karena saya pernah mengalami, sehingga tahu apa yang harus dilakukan
bila ada permasalahan yang dihadapi,†ucap Dwi mengenangkan masa sekitar dua
puluh tahun silam.
Dikatakan Dwi, menjadi
pemegang gudang barang jaminan pada saat itu, tak seperti sekarang yang hanya
diisi oleh emas dan perhiasan semata. Ada berbagai barang agunan tersimpan di
gudang itu. Mulai dari alat persawahan, alat rumah tangga seperti panci, dan
kain batik. Ia mengangkut barang-barang itu menggunakan troli kemudian menyusun
dan menempatkannya dengan rapi.
“Benar-benar sangat
melelahkan. Kadang saya harus bercelemotan dengan jelaga dari barang-barang
rumah tangga. Padahal saya sudah sarjana. Tapi bagi saya itu tidak masalah,
karena setiap pekerjaan harus ditekuni. Tidak ada yang instan,†tutur Dwi
Santosa Juniarto ditemui Kalteng Pos di Kantor Pegadaian Cabang Palangka Raya,
Jalan Ahmad Yani, belum lama ini.
Mengantongi gaji Rp300
ribu per bulan, membuatnya cukup bahagia. Minimal ia tidak lagi bergantung
kepada orangtuanya. Terlebih masa itu ia belum menikah, sehingga gaji itu ia
rasa cukup. Setelah melewati beberapa kursus diklat, tepatnya pada tahun 1998,
Dwi dinyatakan lulus diklat penaksir dan akhirnya ditempatkan di Pegadaian
Boyolali. Di Kota itu ia berkarya hingga tahun 2002.
Berjalannya waktu ada
panggilan diklat pimpinan cabang, ia berhasil lolos. Tapi karena saat itu masih
menggunakan sistem eselon atau golongan, meski sudah mampu, tapi senioritas
harus naik duluan.
“Ini jadi hambatan. Sehingga
saya belum bisa naik menjadi pimpinan. Tapi ini tidak masalah. Saya tetap
bekerja dengan maksimal,†ucap lelaki ynag terlihat awet muda ini.
Setelah dari Boyolali
ia beberapa kali dimutasikan di beberapa kantor cabang pegadaian terutama di
Jawa Tengah. Ia pernah lima bulan di Pegadaian Kantor Cabang Gading, Surakarta.
Setelah itu menjadi PGS di Kantor Cabang Gemolong, Sragen.
Tahun 2014, menjadi
tahun berharga bagi dirinya. Ia harus mulai menelusuri jejak-jejak baru.
Menyelesaikan pengalaman baru dan mengisinya dengan pengalaman baru. Ia harus
berpindah ke pulau Kalimantan.
“Ya, saya
didefinitifkan di luar jawa, tepatnya di Kanwil Balikpapan Area Banjarmasin.
Saat itu saya memegang Kantor Cabang Kertak Hanyar dan berlanjut di Kantor
Cabang Teluk Dalam,†ucapnya.
Dinilai sukses
mengelola dua kantor cabang sebelumnya, tahun 2016 ia kembali dikirim ke
Kalteng tepatnya di Pegadaian Kantor Cabang Palangka Raya yang masih wilayah
Area Banjarmasin. Kantor Cabang Palangka Raya memiliki kesan tersendiri bagi Dwi
Santosa. Ada tantangan besar yang harus ia taklukkan. Terlebih saat itu dirinya
telah berkeluarga. (*/bersambung)