25.6 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Kongkow Lebih Dua Orang, Pilih Denda Rp13 Juta atau Dipenjara

Masih
banyak warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri di tengah pandemi Covid-19
saat ini. Mereka pun merasakan ketatnya aturan. Taat menjadi pilihan yang tepat
daripada didenda atau dipenjara.

 

 

ANISA
B WAHDAH,
Palangka Raya

 

WABAH corona atau Covid-19 sudah menyerang banyak negara di belahan dunia. Di
tengah situasi ini, banyak keluarga yang terpisah dengan kerabatnya karena
berbagai alasan. Ada yang bekerja, sekolah, dan lainnya.

Salah
satunya adalah mahasiswa asal Palangka Raya, Rusdiansyah. Saat ini ia berada di
Sydney, Australia. Menempuh pendidikan di Laneway International College,
jurusan Diploma of Business.

BIa sudah berada di negeri kanguru sejak 2017 lalu.
Selain kuliah, ia nyambi bekerja sebagai pengantar makanan. Sudah berjalan tiga
tahun.

Kepada
Kalteng Pos, pemuda 27 tahun ini membagikan kisah penanganan Covid-19 di tempat
ia menjalani studinya. Ia juga ingin mengabarkan kepada Indonesia, khususnya
kepada keluarga yang saat ini berdomisili di Jalan dr Murdjani, Palangka Raya
bahwa kondisinya di Sydney baik-baik saja. Di Australia, per Jumat (17/4), kasus
positif Covid-19 telah menjangkit 6.507 orang, dengan jumlah meninggal sebanyak
63 orang, dan 3.747 orang dinyatakan sembuh.

Pemerintah
Australia sudah memberlakukan aturan yang ketat untuk memutus rantai penyebaran
virus ini. Aturan yang dilanggar akan berujung denda minimal 1.312 dollar
Australia (jika dirupiahkan sekitar Rp13 juta). Denda pun bisa sampai ratusan
juta, bahkan dijebloskan ke penjara.

“Ada
kasus warga yang dipenjara hanya gara-gara mengunjungi seorang kerabatnya yang
dikarantina,” kisah Rusdi, panggilan akrab Rusdiansyah.

Dalam
hal kebijakan penggunaan masker, Australia adalah salah satu negara yang belum
menganjurkan warganya menggunakan masker. Kecuali dalam kondisi sakit. Berbeda
dengan pemerintah Indonesia yang mewajibkan warga negaranya mengenakan masker
bila beraktivitas di luar rumah.

Imbauan
dari pemerintah Australia yang didukung oleh pakar kesehatan hingga saat ini
adalah sering mencuci tangan dan menjaga jarak dengan orang lain.

“Pemakaian
masker lebih diutamakan bagi tenaga medis yang berhadapan langsung dengan
pasien Covid-19 atau mereka yang mungkin tertular virus,” ucapnya.

Baca Juga :  Sempat Tak Yakin Modal Rp120 Ribu, Kini Miliki 3 Outlet di Palangka Ra

Secara
umum, warga Australia selama ini dikenal dengan sifatnya yang laid back atau berperilaku hidup santai
dan tidak mudah diatur. Beberapa negara bagian menerapkan aturan denda bagi
mereka yang melanggar ketentuan untuk tidak keluar rumah.

Jika
disandingkan dengan penanganan di Indonesia, pada dasarnya pencegahan hampir
sama seperti social distancing dan karantina mandiri. Yang membedakan adalah kesadaran
warga dan peraturan yang sangat ketat dengan denda yang tidak sedikit bagi yang
melanggar.

“Terkait
kesadaran ini pun, pada minggu pertama kebijakan pembatasan ruang gerak, banyak
orang yang masih berkumpul di pantai. Setelahnya ada beberapa orang yang
dinyatakan positif Covid-19,” ucapnya.

Saat
ini pemerintah Australia hanya membolehkan warganya keluar rumah untuk empat
kegiatan, yakni berbelanja kebutuhan pokok, berobat ke dokter atau beli obat ke
apotek, pergi ke kantor (jika tidak bisa bekerja dari rumah), dan berolahraga. Hanya
dilakukan dua orang. Tidak lebih. Begitu juga orang yang kongkow (nongkrong),
tidak boleh lebih dua orang.

“Misalnya
ada yang bermain bola atau beraktivitas di luar rumah melebihi dua orang, maka
akan terancam denda di tempat. Pilih denda minimal Rp13 juta atau dipenjara,”
bebernya.

Imbas
dari pembatasan sosial, beberapa pekerja terpaksa diliburkan. Jam kerja dipotong.
Tentu sangat berpengaruh bagi para pekerja. Apalagi mahasiswa dengan tabungan
yang pas-pasan. Oleh pemerintah sendiri, restoran dan kafe boleh buka, tapi
tidak diperbolehkan makan di tempat. Kebijakan itu diimbangi dengan subsidi
dari pemerintah untuk meringankan uang sewa tempat tinggal dan sewa gedung bagi
pemilik restoran dan kafe.

Berkenaan
dengan statusnya sebagai pendatang, Rusdi mengakui bahwa pemerintah Australia lebih
memprioritaskan warga lokal. Setiap warga negara berhak mendapatkan subsidi
sebesar 1.500 dollar Australia atau sekitar Rp14 juta per dua minggu.
Pemerintah Australia meluncurkan dua skema program subsidi. Pertama job seeker
untuk mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan job keeper untuk mereka yang
berstatus karyawan tetap.

“Karena
status saya sebagai mahasiswa internasional dan bekerja sebagai pengantar
makanan, maka saya tidak termasuk penerima subsidi,” kata pemuda yang hobi
membaca buku ini.

Baca Juga :  Tembus Eropa, Dapat Ide dari Permintaan Klien

Dalam
hal pendataan, ia tidak pernah didata secara perorangan, karena semua data
sudah masuk ke database pemerintah Australia. Beberapa mahasiswa internasional
ada yang memutuskan untuk pulang, karena tak memiliki biaya lagi untuk membayar
uang sewa tempat tinggal. Akan tetapi, sebagian malah memilih bertahan.

“Pemerintah
Indonesia mengimbau bagi para visitor yang tidak bisa menghidupi diri selama
enam bulan ke depan, disarankan agar secepatnya kembali ke Indonesia,” ujarnya.

Ia
pun mengisahkan pengalaman-pengalamannya selama menjadi food delivery di tengah
pandemi ini. Setiap mengantarkan pesanan customer, sering ia melihat beberapa
hotel dan apartemen yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat karantina,
dijaga oleh beberapa polisi bahkan tentara.

“Pesanan
apa pun harus dititipkan kepada para penjaga, tidak boleh langsung diantar sampai
ke depan pintu kamar hotel. Bagi warga negara Australia yang baru datang dari
luar negeri, diharuskan untuk tinggal di hotel selama dua minggu dengan biaya ditanggung
pemerintah,” kisahnya.

Kondisi
perekonomian dan stok kebutuhan juga mengalami kelangkaan. Pada minggu pertama
diberitahukan pembatasan ruang gerak, beberapa supermarket besar kehabisan stok
tisu toilet, daging, pasta, beras, telur, dan minyak goreng karena diborong
oleh konsumen.

Berkenaan
dengan transparansi informasi pemerintah, selama tiga pekan terakhir pemerintah
Australia dan pemerintah negara bagian menggelar jumpa pers untuk menjelaskan
data terbaru mengenai korban virus ini. “Transparansi data ini dimaksudkan agar
warga lebih mengetahui apa yang terjadi, sehingga mengerti jalan pemikiran
pemerintah,”
 sebutnya.

Jika
di Indonesia ada bantuan materiel berupa bahan kebutuhan pokok, lanjut Rusdi, sesama
warga negara Indonesia yang tinggal di Australia pun saling bantu-membantu. Misalnya
memberikan makanan gratis bagi para mahasiswa yang kehilangan pekerjaan.

Kondisi
ini juga memaksa ia untuk tidak kembali ke kampung halaman, Palangka Raya.
Bahkan, saat Lebaran pun ia harus terpisah dari keluarga. “Saya sudah terbiasa
di sini dan baik-baik saja. Malahan saya khawatir dengan keadaan keluarga di
sana (Kalteng, red),” pungkasnya.

Masih
banyak warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri di tengah pandemi Covid-19
saat ini. Mereka pun merasakan ketatnya aturan. Taat menjadi pilihan yang tepat
daripada didenda atau dipenjara.

 

 

ANISA
B WAHDAH,
Palangka Raya

 

WABAH corona atau Covid-19 sudah menyerang banyak negara di belahan dunia. Di
tengah situasi ini, banyak keluarga yang terpisah dengan kerabatnya karena
berbagai alasan. Ada yang bekerja, sekolah, dan lainnya.

Salah
satunya adalah mahasiswa asal Palangka Raya, Rusdiansyah. Saat ini ia berada di
Sydney, Australia. Menempuh pendidikan di Laneway International College,
jurusan Diploma of Business.

BIa sudah berada di negeri kanguru sejak 2017 lalu.
Selain kuliah, ia nyambi bekerja sebagai pengantar makanan. Sudah berjalan tiga
tahun.

Kepada
Kalteng Pos, pemuda 27 tahun ini membagikan kisah penanganan Covid-19 di tempat
ia menjalani studinya. Ia juga ingin mengabarkan kepada Indonesia, khususnya
kepada keluarga yang saat ini berdomisili di Jalan dr Murdjani, Palangka Raya
bahwa kondisinya di Sydney baik-baik saja. Di Australia, per Jumat (17/4), kasus
positif Covid-19 telah menjangkit 6.507 orang, dengan jumlah meninggal sebanyak
63 orang, dan 3.747 orang dinyatakan sembuh.

Pemerintah
Australia sudah memberlakukan aturan yang ketat untuk memutus rantai penyebaran
virus ini. Aturan yang dilanggar akan berujung denda minimal 1.312 dollar
Australia (jika dirupiahkan sekitar Rp13 juta). Denda pun bisa sampai ratusan
juta, bahkan dijebloskan ke penjara.

“Ada
kasus warga yang dipenjara hanya gara-gara mengunjungi seorang kerabatnya yang
dikarantina,” kisah Rusdi, panggilan akrab Rusdiansyah.

Dalam
hal kebijakan penggunaan masker, Australia adalah salah satu negara yang belum
menganjurkan warganya menggunakan masker. Kecuali dalam kondisi sakit. Berbeda
dengan pemerintah Indonesia yang mewajibkan warga negaranya mengenakan masker
bila beraktivitas di luar rumah.

Imbauan
dari pemerintah Australia yang didukung oleh pakar kesehatan hingga saat ini
adalah sering mencuci tangan dan menjaga jarak dengan orang lain.

“Pemakaian
masker lebih diutamakan bagi tenaga medis yang berhadapan langsung dengan
pasien Covid-19 atau mereka yang mungkin tertular virus,” ucapnya.

Baca Juga :  Sempat Tak Yakin Modal Rp120 Ribu, Kini Miliki 3 Outlet di Palangka Ra

Secara
umum, warga Australia selama ini dikenal dengan sifatnya yang laid back atau berperilaku hidup santai
dan tidak mudah diatur. Beberapa negara bagian menerapkan aturan denda bagi
mereka yang melanggar ketentuan untuk tidak keluar rumah.

Jika
disandingkan dengan penanganan di Indonesia, pada dasarnya pencegahan hampir
sama seperti social distancing dan karantina mandiri. Yang membedakan adalah kesadaran
warga dan peraturan yang sangat ketat dengan denda yang tidak sedikit bagi yang
melanggar.

“Terkait
kesadaran ini pun, pada minggu pertama kebijakan pembatasan ruang gerak, banyak
orang yang masih berkumpul di pantai. Setelahnya ada beberapa orang yang
dinyatakan positif Covid-19,” ucapnya.

Saat
ini pemerintah Australia hanya membolehkan warganya keluar rumah untuk empat
kegiatan, yakni berbelanja kebutuhan pokok, berobat ke dokter atau beli obat ke
apotek, pergi ke kantor (jika tidak bisa bekerja dari rumah), dan berolahraga. Hanya
dilakukan dua orang. Tidak lebih. Begitu juga orang yang kongkow (nongkrong),
tidak boleh lebih dua orang.

“Misalnya
ada yang bermain bola atau beraktivitas di luar rumah melebihi dua orang, maka
akan terancam denda di tempat. Pilih denda minimal Rp13 juta atau dipenjara,”
bebernya.

Imbas
dari pembatasan sosial, beberapa pekerja terpaksa diliburkan. Jam kerja dipotong.
Tentu sangat berpengaruh bagi para pekerja. Apalagi mahasiswa dengan tabungan
yang pas-pasan. Oleh pemerintah sendiri, restoran dan kafe boleh buka, tapi
tidak diperbolehkan makan di tempat. Kebijakan itu diimbangi dengan subsidi
dari pemerintah untuk meringankan uang sewa tempat tinggal dan sewa gedung bagi
pemilik restoran dan kafe.

Berkenaan
dengan statusnya sebagai pendatang, Rusdi mengakui bahwa pemerintah Australia lebih
memprioritaskan warga lokal. Setiap warga negara berhak mendapatkan subsidi
sebesar 1.500 dollar Australia atau sekitar Rp14 juta per dua minggu.
Pemerintah Australia meluncurkan dua skema program subsidi. Pertama job seeker
untuk mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan job keeper untuk mereka yang
berstatus karyawan tetap.

“Karena
status saya sebagai mahasiswa internasional dan bekerja sebagai pengantar
makanan, maka saya tidak termasuk penerima subsidi,” kata pemuda yang hobi
membaca buku ini.

Baca Juga :  Tembus Eropa, Dapat Ide dari Permintaan Klien

Dalam
hal pendataan, ia tidak pernah didata secara perorangan, karena semua data
sudah masuk ke database pemerintah Australia. Beberapa mahasiswa internasional
ada yang memutuskan untuk pulang, karena tak memiliki biaya lagi untuk membayar
uang sewa tempat tinggal. Akan tetapi, sebagian malah memilih bertahan.

“Pemerintah
Indonesia mengimbau bagi para visitor yang tidak bisa menghidupi diri selama
enam bulan ke depan, disarankan agar secepatnya kembali ke Indonesia,” ujarnya.

Ia
pun mengisahkan pengalaman-pengalamannya selama menjadi food delivery di tengah
pandemi ini. Setiap mengantarkan pesanan customer, sering ia melihat beberapa
hotel dan apartemen yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat karantina,
dijaga oleh beberapa polisi bahkan tentara.

“Pesanan
apa pun harus dititipkan kepada para penjaga, tidak boleh langsung diantar sampai
ke depan pintu kamar hotel. Bagi warga negara Australia yang baru datang dari
luar negeri, diharuskan untuk tinggal di hotel selama dua minggu dengan biaya ditanggung
pemerintah,” kisahnya.

Kondisi
perekonomian dan stok kebutuhan juga mengalami kelangkaan. Pada minggu pertama
diberitahukan pembatasan ruang gerak, beberapa supermarket besar kehabisan stok
tisu toilet, daging, pasta, beras, telur, dan minyak goreng karena diborong
oleh konsumen.

Berkenaan
dengan transparansi informasi pemerintah, selama tiga pekan terakhir pemerintah
Australia dan pemerintah negara bagian menggelar jumpa pers untuk menjelaskan
data terbaru mengenai korban virus ini. “Transparansi data ini dimaksudkan agar
warga lebih mengetahui apa yang terjadi, sehingga mengerti jalan pemikiran
pemerintah,”
 sebutnya.

Jika
di Indonesia ada bantuan materiel berupa bahan kebutuhan pokok, lanjut Rusdi, sesama
warga negara Indonesia yang tinggal di Australia pun saling bantu-membantu. Misalnya
memberikan makanan gratis bagi para mahasiswa yang kehilangan pekerjaan.

Kondisi
ini juga memaksa ia untuk tidak kembali ke kampung halaman, Palangka Raya.
Bahkan, saat Lebaran pun ia harus terpisah dari keluarga. “Saya sudah terbiasa
di sini dan baik-baik saja. Malahan saya khawatir dengan keadaan keluarga di
sana (Kalteng, red),” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru