Dillah
bersaudara yang sudah lama kehilangan orangtua. Untung saja, pemerintah
secepatnya hadir memberikan kedamaian. Begini kehidupan Dillah dan ketiga
adiknya usai disambangi Gubernur Kalteng, beberapa waktu lalu.
ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya
NAMANYA sempat membuat
hati beberapa orang terenyuh, mereka adalah Dillah, Nur Aida dan Muhammad
Ramadhani. Berawal dari Kalteng Pos mengisahkan kehidupan mereka yang sudah
lama ditinggal kedua orang tuanya. Ibunya, meninggal 2016 lalu dan di susul
ayahnya yang belum genap satu tahun itu.
Di hari yang sama, saat
Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran membaca tulisan di koran Kalteng Pos beberapa
waktu lalu, ia beserta jajaran Perangkat Daerah (PD) di lingkup Pemerintah
Provinsi (pemprov) Kalteng turun tangan. Hadir bagi ketiganya. Gubernur akui
terenyuh melihatnya, dan memberikan perlindungan dengan bantuan dan jaminan
rumah hingga sekolah untuk Dillah, yang sempat terhenti beberapa tahun lalu.
Kalteng Pos mencoba
mengintip kembali kehidupan Dillah dan adik-adiknya di permukiman padat
penduduk kompleks flamboyan, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Rabu (12/6).
Rumah yang sempat kami datangi sebelumnya sepi bahkan tertutup rapat. Seperti
tak berpenghuni.
Ternyata benar, setelah
beberapa kali mengetuk pintu kayu tak berwarna itu tak seorang pun menyahut
suara. Sempat berfikir mereka sudah pindah. Tetapi, tidak lama kemudian
laki-laki dengan wajah yang tak asing bagi saya (penulis,red) menyapa, senyumnya
mengingatkan pertemuan kali pertama dengan Dillah, yang sempat membuat penulis
prihatin.
“Mbak, kami pindah ke
sebelah. Silahkan masuk,†katanya menyapa saya.
Barak (kos,red) kayu
yang menjadi tempat ia berteduh sebelumnya sudah tidak layak dipakai hingga
membuat ketiga anak ini takut jika sewaktu-waktu roboh. Mereka pindah ke barak
sebelahnya. Kondisi rumah pun berbeda dengan sebelumnya. Kini, rumah kayu tak
berwarna itu sudah terlihat beberapa perabotan rumah, baju yang dikenakan
Dillah juga tampak baru.
“Perabotan itu dibeli
dengan uang dari pak gubernur beberapa waktu lalu, kami waktu itu juga
dibawakan makanan dan bahan pokok lainnya,†kata Dillah.
Meski tak ada perubahan
yang signifikan, tetapi mendengar Dillah bercerita tentang kehidupannya
pascakedatangan orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai ke baraknya membuat saya
senang mendengarnya. Lebaran ini ia membeli baju baru sekaligus kedua adiknya.
“Alhamdulillah, lebaran
kemarin saya bisa beli baju untuk Aida dan Adhan di pasar, menggunakan uang
yang diberikan pak gubernur juga,†ucapnya.
Beberapa orang yang
Dillah tak mengerti siapa mereka juga menyambangi ketiganya. Ia juga sudah
melakukan penandatangan rekening tabungan yang diberikan gubernur. Proses ia
untuk menempuh pendidikan jalur paket juga akan diikutinya.
Selain itu, Dillah
cukup lega lantaran barak yang ditempatinya sudah dibayar hingga tiga bulan ke
depan, juga menggunakan uang dari gubernur. Selanjutnya, adiknya, Nur Aida yang
dulunya kerap tak membawa uang saku saat berangkat sekolah kini sudah bisa
membawa saku seperti teman-teman lainnya.
“Dulu jarang membawa
uang saku, terkadang hanya menerima pemberian orang. Alhamdulillah kak, setelah
pak gubernur ke sini saya bisa memberikan Aida uang saku,†kisahnya dengan
senyum malu-malu.
Pandangan mengharukan juga saat saya melihat
ayunan menggantung dan berbunyi musik di dalamnya. Yang tergantung di kain
berwarna hijau botol itu tak lain adalah Adhan, si bungsu dari tiga bersaudara
ini. Sendirian, tanpa belaian ataupun pelukan. Hanya tergantung sendirian oleh
tali yang diikat ke kayu di rumah. (*/ala)