32.5 C
Jakarta
Tuesday, April 22, 2025

Alunan Melodi Sape Hibur Pengujung Taman Pasuk Kameluh

Niat Agus Siagarang hanya
jalan-jalan ke Palangka Raya. Mau bermalam mingguan, menghabiskan libur akhir
pekan. Tidak ada agenda pertunjukan atau pentas seni di Kota Cantik, namun ide untuk
mengenalkan musik musik tradisional Dayak muncul saat dirinya mengunjungi Taman
Pasuk Kameluh. Pertunjukan dadakannya itu sukses besar, sorotan mata pengunjung
malam itu tertuju padanya.

 

APRIANDO,
Palangka Raya

 

BUKAN sebuah
panggung hiburan. Agus berdiri dekat Patung Burung Tingangdi Taman Pasuk
Kameluh,  memainkan alunan alat musik
Sape dengan memakai baju khas Dayak. Agus Siagarang  mampu menghibur masyarakat yang berkunjung ke
Taman Pasuk Kameluh. Melodi bersenandung nada khas yang jarang terdengar di
telinga begitu menarik perhatian.

Memainkan alat musik sape
berbeda jauh dengan alat musik lainnya. Agus memainkannya hanya dengan feeling
dan perasaan. Warga Asli Kelahiran Gunung Mas 23 Agustus ini sudah dua kali
Tampil menghibur masyarakat Kalteng.

Dengan modal alat musik
Sape, Baju khas Dayak dan sebuah soudsystem atau pengeras suara, seni musik  ini mampu menarik perhatian masyarakat,
ratusan pasang mata tertuju padanya. Ia tampil bukan untuk mengamen melainkan
untuk menghibur masyarakat dan mengenalkan alat musik sape dan melestarikannya.

Usai tampil Agus
mengisahkan  bahwa alat musik Sape
sebenarnya tidak terlalu popular di Kalteng. Namun, di belahan bumi Borneo
lainnya yakni di Kalimantan Barat, Kaltim, dan Kalimantan Utara, alat musik
sape sangat terkenal. Malam itu, dirinya memberanikan, menampilkan diri, kedua
kalinya di Taman Pasuk Kameluh dalam rangka jalan-jalan ke kota Palangka Raya.

Baca Juga :  Jadi Langganan Mantan Wali Kota, Pernah Mencukur Rambut Mantan Kapolda

Ia menekuni alat musik
sape tersebut hampir 23 tahun sejak kuliah di Yogyakarta. Ketertarikannya
tersebut berawal ketika mendengar salah satu teman kuliahnya memainkan alat
musik sape.

“Kebetulan masuk kuliah
dan bertemu dengan teman-teman dari kalbar dan belajar tahun 1996. Melihat
secara langsung barangnya dan belajar sedikit demi sedikit,” ucapnya saat
dibincangi Kalteng Pos.  

Menurutnya di Kalteng sendiri
sape ini tidak terlalu diterima karena masih mendapatkan pro dan kontra dari
seniman-seniman kecapi karena yang paling dikenal di Kalteng adalah kecapi.

Menurutnya perbedaan
dari seni kecapi sendiri. Alat musik sape berbeda dari bentuknya, sape ini
memiliki senar tiga dan bisa ditambah sesuai dengan kebutuhan. “Bahkan punya
saya sendiri sampai 16 senar,” ujar pria yang bekerja di salah satu perusahaan
di Barito Timur (Bartim) tersebut.

Memainkan alat musik
sape ini kata dia, tidak mudah hal yang paling mendasar adalah terdengar dari
nada dimana hanya memainkan melodi. Salah satu ciri khas yang berbeda dalam
setiap perfom adalah baju khas dayak.

Baca Juga :  Perjuangan Ojol di Masa Pandemi, Bersyukur dengan Beragam Suka Duka

“Beberapa perfom di
beberapa daerah terutama sejak kuliah alat musik sate ini ditampilkan dengan baju
ciri khas dayak,” ucapnya sembari melepas topi bulu dayaknya.

Baju yang dipakai agus
sendiri berasal dari kalbar dan alat musik sape  berasal dari kaltim. Ia menuturkan bahwa
dirinya pernah mengikuti audisi ikut audisi di Cibubur, Jakarta Timur dalam
ajang pencarian bakat pada tahun 2015 dan masuk ke dalam lima besar membawakan
alat musik  sape, yang dikombinasikan
dengan lagu-lagu zaman sekarang.

Untuk penampilan
sendiri tidak terhitung beberapa diantaranya Kalbar, Kalteng, dan daerah Jawa, Jakarta,
Bogor, Sumatera dan daerah-daerah lainnya.

“Untuk di Palangka Raya
dalam rangka menghibur masyarakat, kebetulan baru tampil dua kali di Pasuk
Kameluh dan sudah izin dengan pihak security yang menjaga daerah tersebut,”
jelasnya.

Ia berharap alat
musik sape ini dapat diterima di Kalteng. khususnya Palangka Raya karena sape
ini wajib dilestarikan, agar tidak hilang dan 
tenggelam ditelan zaman. “Kebetulan di Kalteng ini sendiri belum ada
pemain sape,” pungkasnya. (*/ala)

Niat Agus Siagarang hanya
jalan-jalan ke Palangka Raya. Mau bermalam mingguan, menghabiskan libur akhir
pekan. Tidak ada agenda pertunjukan atau pentas seni di Kota Cantik, namun ide untuk
mengenalkan musik musik tradisional Dayak muncul saat dirinya mengunjungi Taman
Pasuk Kameluh. Pertunjukan dadakannya itu sukses besar, sorotan mata pengunjung
malam itu tertuju padanya.

 

APRIANDO,
Palangka Raya

 

BUKAN sebuah
panggung hiburan. Agus berdiri dekat Patung Burung Tingangdi Taman Pasuk
Kameluh,  memainkan alunan alat musik
Sape dengan memakai baju khas Dayak. Agus Siagarang  mampu menghibur masyarakat yang berkunjung ke
Taman Pasuk Kameluh. Melodi bersenandung nada khas yang jarang terdengar di
telinga begitu menarik perhatian.

Memainkan alat musik sape
berbeda jauh dengan alat musik lainnya. Agus memainkannya hanya dengan feeling
dan perasaan. Warga Asli Kelahiran Gunung Mas 23 Agustus ini sudah dua kali
Tampil menghibur masyarakat Kalteng.

Dengan modal alat musik
Sape, Baju khas Dayak dan sebuah soudsystem atau pengeras suara, seni musik  ini mampu menarik perhatian masyarakat,
ratusan pasang mata tertuju padanya. Ia tampil bukan untuk mengamen melainkan
untuk menghibur masyarakat dan mengenalkan alat musik sape dan melestarikannya.

Usai tampil Agus
mengisahkan  bahwa alat musik Sape
sebenarnya tidak terlalu popular di Kalteng. Namun, di belahan bumi Borneo
lainnya yakni di Kalimantan Barat, Kaltim, dan Kalimantan Utara, alat musik
sape sangat terkenal. Malam itu, dirinya memberanikan, menampilkan diri, kedua
kalinya di Taman Pasuk Kameluh dalam rangka jalan-jalan ke kota Palangka Raya.

Baca Juga :  Jadi Langganan Mantan Wali Kota, Pernah Mencukur Rambut Mantan Kapolda

Ia menekuni alat musik
sape tersebut hampir 23 tahun sejak kuliah di Yogyakarta. Ketertarikannya
tersebut berawal ketika mendengar salah satu teman kuliahnya memainkan alat
musik sape.

“Kebetulan masuk kuliah
dan bertemu dengan teman-teman dari kalbar dan belajar tahun 1996. Melihat
secara langsung barangnya dan belajar sedikit demi sedikit,” ucapnya saat
dibincangi Kalteng Pos.  

Menurutnya di Kalteng sendiri
sape ini tidak terlalu diterima karena masih mendapatkan pro dan kontra dari
seniman-seniman kecapi karena yang paling dikenal di Kalteng adalah kecapi.

Menurutnya perbedaan
dari seni kecapi sendiri. Alat musik sape berbeda dari bentuknya, sape ini
memiliki senar tiga dan bisa ditambah sesuai dengan kebutuhan. “Bahkan punya
saya sendiri sampai 16 senar,” ujar pria yang bekerja di salah satu perusahaan
di Barito Timur (Bartim) tersebut.

Memainkan alat musik
sape ini kata dia, tidak mudah hal yang paling mendasar adalah terdengar dari
nada dimana hanya memainkan melodi. Salah satu ciri khas yang berbeda dalam
setiap perfom adalah baju khas dayak.

Baca Juga :  Perjuangan Ojol di Masa Pandemi, Bersyukur dengan Beragam Suka Duka

“Beberapa perfom di
beberapa daerah terutama sejak kuliah alat musik sate ini ditampilkan dengan baju
ciri khas dayak,” ucapnya sembari melepas topi bulu dayaknya.

Baju yang dipakai agus
sendiri berasal dari kalbar dan alat musik sape  berasal dari kaltim. Ia menuturkan bahwa
dirinya pernah mengikuti audisi ikut audisi di Cibubur, Jakarta Timur dalam
ajang pencarian bakat pada tahun 2015 dan masuk ke dalam lima besar membawakan
alat musik  sape, yang dikombinasikan
dengan lagu-lagu zaman sekarang.

Untuk penampilan
sendiri tidak terhitung beberapa diantaranya Kalbar, Kalteng, dan daerah Jawa, Jakarta,
Bogor, Sumatera dan daerah-daerah lainnya.

“Untuk di Palangka Raya
dalam rangka menghibur masyarakat, kebetulan baru tampil dua kali di Pasuk
Kameluh dan sudah izin dengan pihak security yang menjaga daerah tersebut,”
jelasnya.

Ia berharap alat
musik sape ini dapat diterima di Kalteng. khususnya Palangka Raya karena sape
ini wajib dilestarikan, agar tidak hilang dan 
tenggelam ditelan zaman. “Kebetulan di Kalteng ini sendiri belum ada
pemain sape,” pungkasnya. (*/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru