Bersedekah tak harus
menunggu kaya. Meski ada sedikit rezeki, tapi jika memiliki niat murni, maka tak
ada kata tidak untuk memberi. Sebab, kita tidak menjadi miskin hanya karena menyedekahkan
sebagian yang kita miliki. Itulah keyakinan yang ada dalam hati Tinie. Hingga membuatnya
mampu menjalankan yayasan sosial selama 12 tahun, meski hanya mengandalkan kocek
pribadi.
ANISA
B WAHDAH, Palangka
Raya
PENGALAMAN yang
menjadikan ia sukses seperti saat ini. Bukan sukses dengan jabatan atau gelar
tinggi. Tapi sukses membuat hatinya bahagia, lantaran keinginan membangun
yayasan sosial terwujud. Iya, keinginan membangun yayasan sosial itu telah
menjadi cita-citanya sejak kecil.
Perempuan berkulit sawo
matang ini akhirnya bisa membangun yayasan sosial dengan nama Mutiara Hati.
Melalui yayasan tersebut ia dapat menyantuni anak-anak yatim yang tergabung
dalam panti sosialnya, yakni Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan
Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKSLU).
“Meski tak seberapa,
tapi semoga niat saya menjadi nilai yang lebih besar daripada nilai nominal
yang saya berikan,†kata Tinie, pemilik yayasan yang berprofesi sebagai penjual
jamu.
Yayasan itu ia bangun
dengan uang pribadinya. Termasuk perlengkapan di dalamnya, mulai dari buku-buku
yang tersusun bak perpustakaan, perlengkapan anak-anak TK seperti baju, drum
band, dan lain sebagainya. Bahkan gaji untuk guru-guru para pendidik di TK tersebut
ditanggungnya.
“Semua ini menggunakan
uang pribadi. Tapi ada juga buku yang didapatkan
dari hibah teman. Sebagian besar peralatan saya beli dengan cara mencicil,â€
ucapnya.
Dikatakannya, yang
dibangun pertama kali adalah TK, yakni pada 2008-2009 lalu. Kemudian dibangunlah
panti sosial. Menurutnya, anak-anak yang masuk di TK tersebut tidak dipungut biaya
alias gratis. Jumlah akan-anak pun terbilang banyak, yakni mencapai 51 orang.
“Yayasan terbentuk pada
2007 lalu. Sedangkan TK dibangun pada 2008. Seiring perkembangan, akhirnya saya
mendirikan panti sosial,†kata perempuan berhijab ini.
Diakui Tinie,
yayasannya tersebut tidak memiliki donatur. Namun, yayasan dapat berjalan dengan
modal yang diambil dari sebagian hasil menjual jamu. Meski tidak setiap bulan, tapi
ia selalu berusaha meyisihkan sebagian hasil penjulananya untuk panti sosial.
Khusus panti sosial lanjut usia (LKSLU), ia memberikan bimbingan dan santunan
berupa uang dan sembako.
“Meski tidak setiap
bulan, saya menyisihkan penghasilan saya untuk menyantuni para lansia yang
jumlahnya sekitar 70 orang. Kami juga mengajak para lansia bersenang-senang pada
usia senjanya, seperti senam dan kegiatan menyenangkan lainnya,†bebernya.
Bahkan sesekali ia
bekerja sama dengan rumah sakit dalam rangka pemeriksaan dan pengobatan gratis.
Terkadang, kata dia, para lansia diajak berwisata.
“Karena kami tidak memiliki donatur, jadi
kalau ada kegiatan barulah kami buat proposal,†ujarnya.
Proposal dibuat untuk
meminta bantuan kepada dinas terkait, seperti Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palangka
Raya. Terkadang meminta bantuan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang akan
dilaksanakan.
“Proposal dibantu
dengan bantuan guru-guru di TK ini. Namun, untuk santunan menggunakan uang
pribadi,†ucarnya.
Lebih lanjut
dikatakannya, lembaga sosial anak yakni LKSA juga memiliki manfaat yang sama.
Meski dua lembaga tersebut tidak menampung setiap hari, tetapi kegiatan tetap dilaksanakan
setiap waktu.
“Lembaga ini tidak menampung orang, tetapi memberikan
bantuan dan pembinaan. Pernah saya usahakan hingga akhirnya mendapat bantuan
tabungan kesejahteraan anak (Tasa) dari pemerintah untuk 105 anak,†pungkasnya. (*/ce/ala)