Site icon Prokalteng

Tarif Listrik

tarif-listrik

AWALNYA ia senang sekali. Tetangganya mati lampu. Ia sendiri yang hidup. Tetangganya kedinginan. Ia bisa menyalakan pemanas.

Beberapa tetangga ia bantu: menghangatkan badan di apartemennya.

Tiga hari kemudian ia sedih sekali: tagihan listriknya naik 70 kali lipat. Dari biasanya USD 180 menjadi USD 17.000. Atau sekitar Rp 200 juta.

Ia tahu melonjaknya tagihan itu dari kartu kreditnya. Tiba-tiba isi kartunya tinggal USD 200. Sekitar Rp 3 juta. Tabungannya praktis ludes. Padahal ia seorang pensiunan.

Itu terjadi di Texas, Amerika Serikat, pekan lalu. Ketika listrik mati selama 4 hari. Musim salju yang hampir tidak pernah sampai di Texas hari itu mencekam. Sampai minus 19 derajat Celsius. Aneh sekali. Total yang meninggal 22 orang. Termasuk dua orang yang pilih tidur di mobil dengan penghangat –keracunan asap.

Di Amerika banyak perusahaan listrik. Pengguna bisa memilih sendiri dapat listrik dari perusahaan yang mana. Semuanya swasta.

Itulah sebabnya di tengah listrik mati ada saja yang tetap hidup –karena listriknya dari perusahaan yang berbeda.

Sabtu lalu listrik hampir kembali normal di Texas. Tapi tagihannya yang jauh dari normal. Seperti yang dialami pensiunan tadi. Yang jadi berita besar di media Texas. Lonjakan tagihan itu juga dialami jutaan orang lainnya.

Maka setelah heboh pemadaman terpanjang dalam sejarah Amerika kini pindah heboh ke tagihan listrik.

Di samping heboh listrik Texas juga heboh air minum. Gara-gara listrik padam instalasi penjernihan air juga terganggu. Maka Texas mengeluarkan seruan agar masyarakat memasak air dari kran. Di Amerika air dari kran sebenarnya layak langsung diminum. Kali ini dianjurkan untuk sementara agar dimasak sampai mendidih.

Gubernur Texas babak belur. Anggota DPR dari Texas juga diserukan untuk segera bersidang. Darurat tagihan listrik tidak kalah dengan darurat mati lampu.

Sedang anggota DPR yang satu ini sial. Ia dari Partai Republik. Namanya terkenal sekali: Ted Cruz. Ia jadi bulan-bulanan di sosmed. Di tengah krisis itu ia pergi rekreasi. Dengan istri dan anak-anaknya. Ia terlihat terbang ke Cancun –pantai indah di Mexico–satu jam terbang dari Texas. Besok sorenya ia tampak tergopoh-gopoh terbang kembali ke Texas. Tapi namanya sudah telanjur bengab.

Justru anggota DPR dari Demokrat dari New York yang terlihat aktif bakti sosial: Alexandria Ocasio-Cortez itu. Wanita. Muda. Lajang.

Dalam tiga hari ia bisa menggalang dana Rp 60 miliar untuk bencana Texas. Ia belikan air galon dan botol. Untuk ikut mengatasi krisis air minum di sana.

Mengapa tagihan listrik itu melonjak?

Di Texas hampir tidak punya cadangan listrik. Antara produksi dan konsumsi nyaris sama. Perusahaan pembangkit di Texas hanya mau memproduksi listrik sebatas yang sudah dipesan.

Nyaris tidak punya cadangan.

Itu untuk mengejar efisiensi agar bisa tinggi.

Menyediakan cadangan yang listriknya belum tentu dipakai dianggap terlalu mahal. Tidak efisien. Boros.

Pembangkitnya pun dibuat efisien. Jaringan pipa gas juga dibuat efisien. Jaringan transmisi juga dibuat efisien. Tidak perlu diberi pelindung dari cuaca dingin. Texas jarang sekali bersalju. Selalu saja lebih panas dari wilayah Amerika sebelah utara.

Pekan lalu tiba-tiba saja Texas bersalju. Utamanya sekitar Dallas dan Antonio. Suhu turun drastis. Sampai minus 19 derajat Celsius. Banyak pembangkit mati. Setidaknya 30 persen pembangkit di Texas berhenti produksi.

Texas tidak bisa ”impor” listrik dari negara bagian lain. Texas pilih merdeka listrik. Tidak mau ada transmisi yang terhubung dengan negara bagian lain. Dalam keadaan krisis pekan lalu egoisme Texas kena batunya.

Beberapa pembangkit listrik memang punya cadangan. Sedikit. Sebatas untuk jaga-jaga sendiri. Cadangan itu diminta dihidupkan. Untuk ikut mengatasi krisis. Mereka mau. Mereka menetapkan syarat: listriknya harus dibeli dengan harga khusus. Mahalnya bukan main: kalau harga normal 9 dolar/kWh, harga krisis itu 70 kali lipat. Mau dijalankan, tidak mau tidak apa-apa.

Harga listrik darurat itulah yang ditagihkan ke pelanggan. Seperti ke pensiunan tadi. Yang sampai membuat tabungannya ludes.

Setelah ini tentu akan ada kajian: boros mana memiliki cadangan yang cukup dibanding terjadi krisis listrik seperti itu.

Tentu akan ada kajian juga: apakah sistem isolated seperti Texas lebih baik dari terhubung dengan jaringan antar negara bagian.

Di Indonesia, sistem yang dipilih adalah ini: PLN harus punya cadangan 20 persen. Bahwa cadangan itu membuat kurang efisien, itulah harga yang harus dibayar agar tidak terjadi krisis.

Dalam hal jaringan transmisi, Indonesia tidak punya pilihan: harus isolated per pulau. Satu pulau satu jaringan terhubung.

Krisis listrik di Texas mengingatkan negara itu akan rapuh ya sistem kelistrikan di sana. Yang ternyata tidak maju-maju amat. Saya juga masih sering melihat –di pedalaman Amerika– tiang listriknya terbuat dari kayu.

Sedang di Tiongkok saya melihat –sejak 10 tahun lalu-sudah ada transmisi DC –bukan AC– dengan kapasitas 1.000 kV. Untuk mengirim listrik sejauh 3.000 km dari Mongolia di utara ke Guangzhou di selatan.

Memang hanya sistem DC yang bisa mengirim listrik dalam jumlah besar untuk jarak jauh. Kalau itu menggunakan cara AC –seperti di tempat lain di dunia– listriknya akan habis ”menguap” di perjalanan.(Dahlan Iskan)

Exit mobile version