27.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Quo Vadis Vaksin Nusantara

"That which does not kill us, makes us stronger." — Friedrich Nietzsche

VAKSIN mengurangi risiko terkena penyakit dengan bekerja bersama pertahanan alami tubuh membangun perlindungan.  Dunia sekarang memiliki vaksin untuk mencegah lebih dari 20 penyakit yang mengancam jiwa, membantu orang-orang dari segala usia hidup lebih lama dan hidup lebih sehat.

Menurut WHO, imunisasi saat ini telah mencegah 2-3 juta kematian setiap tahun akibat penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis, influenza, dan campak. Saat ini ada 200 lebih penelitian vaksin covid di seluruh dunia , sebagian besar masih dalam tahap uji klinis  1-2.

Menurut The Lancet, vaksin saja, tidak akan mengakhiri pandemi. Hingga tingkat perlindungan global oleh vaksin tercapai di seluruh dunia, akan menjadi bencana besar jika langkah-langkah seperti pemakaian masker, menjaga jarak fisik, dan kebersihan tangan dilonggarkan sebelum waktunya.

Pandemi COVID-19 telah memicu penelitian dan pengembangan luar biasa yang didukung oleh investasi publik dan swasta serta rekor peningkatan publikasi ilmiah terkait COVID-19. Industri biofarmasi, bermitra dengan akademisi, meluncurkan ratusan uji klinis COVID-19. Yang paling luar biasa adalah kecepatan pembuatan beberapa vaksin yang aman dan sangat efektif serta disetujui dengan cepat. Dari sini kita bisa melihat suatu lesson learned yaitu dukungan pemerintah untuk penelitian, inovasi dan sumber daya publik sangat diperlukan.

Kebutuhan Vaksin Nasional

Pada bulan Oktober 2020, penulis ikut serta dalam kunjungan Menlu RI dan Menteri BUMN RI ke Inggris dan Swiss untuk kerjasama dan pengadaan vaksin bagi Indonesia. Bertempat di Kedutaan RI di London, dilaksanakan penandatanganan MoU antara Kementerian Kesehatan dan AstraZeneca, untuk komitmen pembelian 100 juta vaksin oleh Indonesia pada tahun 2021.

Selain itu dilaksanakan juga pertemuan dengan Coalition for Epidemic Preparedness (CEPI), Imperial College London (ICL) dan Vac Equity Global Health ltd (VGH). Di Jenewa, dilaksanakan pertemuan dengan Dirjen WHO, Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) dan CEPI dalam kerangka fasilitas Covax.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, dengan asumsi target vaksinasi sebanyak 70% dari jumlah penduduk agar tercapai kekebalan masyarakat atau herd immunity, maka paling sedikit harus melakukan vaksinasi vaksin Covid-19 sebanyak 182 juta orang, dengan total kebutuhan vaksin 426.800.000 dosis.

Selain kerja sama multilateral dengan Covax/Gavi, pemerintah membeli vaksin Covid-19 produksi Sinovac, Novavax, AstraZeneca dan Pfizer. Pemerintah menargetkan untuk mendapatkan tambahan pasokan vaksin lagi sebanyak 430 juta dosis.

Sedangkan menurut perhitungan Kementerian Keuangan RI, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 membutuhkan anggaran sekitar Rp 74 triliun. Anggaran tersebut melonjak 26,48% dari estimasi sebelumnya yakni Rp 54,4 triliun.

Pertanyaannya; sampai kapan ini akan berlangsung dan bagaimana kemampuan keuangan negara?

Penelitian Vaksin Dendritik

Sel dendritik merupakan sel imun yang menjadi bagian dari sistem imun. Teknologi dendritic cells selama ini digunakan untuk melakukan pengobatan kanker. Melalui teknik rekombinan dengan mengambil sel, lalu dikembangkan di luar tubuh, sehingga bisa dapatkan vaksin.

Dari pengembangbiakan sel dendritik akan terbentuk antigen khusus, setelah diinkubasi sekitar 7 hari, kemudian dendritic cells-nya disuntikkan ke dalam tubuh, dengan tujuan memproduksi antibodi dalam tubuh. Jadi, metode ini berbentuk pembibitan sel dari pasien sendiri untuk membentuk antibodi ditubuh pasien tersebut (personalized)

Kelebihan vaksin dendritik adalah bersifat autolog (dari darah  pasien sendiri) dan tidak  mengandung ajuvan yang berbahaya/meragukan/dari komponen binatang, maka aman dan halal diberikan ke subyek. Karena prinsipnya adalah autolog dan tidak ada komponen virus yang di suntikkan ke dalam tubuh pasien, maka diharapkan; aman untuk orang yang imunitasnya rendah, para penderita kanker, penyakit autoimun, dan alergi komponen vaksin. Hal ini perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan.

Baca Juga :  Ketika Pebisnis Mendikte Kebijakan

Penelitian Vaksin Nusantara sudah dimuat dalam publikasi internasional oleh peneliti Brasil, melalui laporan Borges, Hohmann and Borghi, berjudul Dendritic cells in COVID-19 immunopathogenesis: insights for a possible role in determining disease outcome, pada International Reviews of Immunology, Volume 40, 2021 – Issue 1-2: Biology of Coronavirus Disiase. Borges dkk menyatakan “These studies will provide improved understanding of dendritic cells dynamics in COVID-19 and the development of immunity against SARS-CoV-2”.

Demikian pula dilaporkan oleh peneliti Italia dan Mesir, Mona Kamal Saadeldin, Amal Kamal Abdel-Aziz, Ahmed Abdellatif, berjudul; Dendritic cell vaccine immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19. A hypothesis, dalam Pubmed Hypotheses, 2021 Jan. Mereka menyatakan “We hypothesize that DC vaccine therapy may provide a potential treatment strategy to help combat COVID-19. Cancer patients are at the top of the vulnerable population owing to their immune-compromised status”.

Vaknus juga telah masuk dalam daftar Vaccine Candidates sebagai AV Covid dengan nomor registrasi NCT04386252, NCT04690387, NCT04685603, dengan trial participans Phase I; 54 dan phase I/II: 180. (last update January 15, 2021).

Perjalanan Vaksin Nusantara

Diawali dengan kerjasama antara PT. Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) dengan Balitbangkes untuk proses pengembangan dan uji klinik vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik melalui Kepmenkes RI, pada tanggal 12 Oktober 2020 yang ditanda tangani oleh Dr Terawan Agus Putranto. Ditindaklanjuti dengan Kepmenkes RI tanggal 18 Desember 2020, ditetapkanlah Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik Sars-CoV-2, untuk melaksanakan uji klinis.  

Saat itu, vaksin sel dendritik dengan nama Vaknus (Vaksin Nusantara) melaksanakan uji fase I di RSUP dr Kariadi Semarang. Penelitian dilakukan dibawah pengawasan BPOM dan MUI. Penelitian tersebut berjudul Uji Klinis Adaptif Fase I Vaksin yang berasal dari Sel Dendritik Autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus-2 (Sars-Cov-2) pada subyek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat Antibodi Anti Sars-Cov-2.

Uji klinis dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis No.: RG.01.06.1.3.12.20.27 Tanggal 2 Desember 2020 yang ditandatangani oleh Kepala BPOM.

Pengembangan dan uji klinik vaksin Covid-19 ini menggunakan Total Kandungan Dalam Negeri (TKDN) diatas 95 persen. Produksi Indonesia tersebut bisa menciptakan lapangan kerja, menggerakan ekonomi, membayar pajak dan tidak menghamburkan devisa serta menimbulkan kepercayaan nasional menghadapi pandemi. Lima persen kandungan dari Amerika Serikat dalam waktu dekat akan bisa di produksi juga di indonesia.

Pendanaan penelitian pada tahun 2020 berasal dari Anggaran Balitbangkes. Untuk tahun 2021 sedang diajukan rencana anggarannya, yang hingga saat ini belum ada realisasinya. Namun sejak awal PT Rama Pharma sudah mendukung dana penelitiannya.

Baca Juga :  Mendiamkan Kezaliman

Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Nota Kesepahaman antara Kemenkes RI, TNI AD, dan BPOM tanggal 19 April 2021 tentang penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus sars-CoV-2 maka pelaksanaan penelitian dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Pada fase fase 2, dilaksanakan uji klinis pada 157 subyek yang memenuhi kriteria inklusi untuk safety dan dosis optimal. Adapun yang terkena kriteria ekslusi sebanyak 265 subyek. Selanjutnya sedang direncanakan penelitian fase 3 terhadap 1.600 orang subyek, bekerja sama dengan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, Jakarta.

Karena bersifat individual dan onsite, maka akan dapat memotong biaya penyimpanan dan  pengiriman. Dan yang terpenting adalah tidak ada devisa keluar. Negara memiliki kedaulatan vaksin bahkan bisa diekspor dan mendatangkan devisa. Seperti yang disampaikan Mantan Menkes RI, Dr Siti Fadilah Supari, Vaksin Nusantara bisa diproduksi massal. Pada tahap awal hingga 500.000 dosis/kit per bulan, pada tahap berikutnya bisa sampai 3 juta dosis/kit per bulan, dan bisa ditingkatkan lagi. Perusahaan farmasi besar dari beberapa negara sudah mulai menunjukkan ketertarikan pada Vaksin Nusantara, namun mereka menginginkan uji fase 3 dilaksanakan di negara mereka. Suatu hal yang belum disetujui oleh tim Vaksin Nusantara.

Saat ini, dukungan terhadap Vaksin Nusantara sangat luas. Tidak hanya di medsos, bahkan para pejabat tinggi negara, mantan pejabat dan organisasi massa besar beramai-ramai mendukung dan bahkan ikut serta sebagai subyek penelitian. Salah satu rekomendasi Mukernas MUI tanggal 26 Agustus 2021 yaitu mendorong pemerintah untuk mendukung segala upaya riset yang dilakukan oleh anak-anak bangsa untuk menemukan vaksin yang tepat dan cocok untuk semua kategori umur serta terjangkau, seperti yang dilakukan oleh peneliti Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara, tanpa ada perlakuan yang diskriminatif.

Dukungan dari Wapres RI, Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma'ruf Amin, juga terlihat saat beliau memberikan sambutan pada acara acara Studium Generale Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surabaya, tanggal 28 Agustus 2021.

Wapres menyatakan pemerintah terus mendorong pengembangan vaksin nasional, agar tidak hanya mengandalkan vaksin impor. Saat ini sudah terdapat Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih karya anak bangsa yang sedang dikembangkan. Pemerintah mentargetkan dimasa mendatang kita mampu memproduksi vaksin covid-19 maupun obat-obatan lainnya untuk kemandirian bangsa dibidang kesehatan masyarakat.

Menteri Kesehatan, dalam pertemuan tertutup di DPR-RI pada tanggal 31 Agustus 2021 dengan Komisi IX DPR-RI, yang selalu gigih memperjuangkan vaksin karya anak bangsa, sepakat untuk mendukung penuh pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara, sebagai salah satu bentuk kemandirian bangsa sesuai dengan amanat Inpres No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industi Farmasi dan Alat Kesehatan.

Pandemi belum akan berakhir dalam waktu dekat, pandemi berikutnya dapat terjadi setiap saat untuk itu perlu kesiapan menghadapi pandemi berikut. Mengatasi pandemi membutuhkan biaya dan usaha luar biasa, diperlukan kemandirian dalam berbagai hal termasuk pengadaan vaksin.(*)

(dr. IWAN TRIHAPSORO, Sp.KK., Sp.KP., FINSDV., FAADV. RSAU dr Esnawan Antariksa, Diskesau. Jakarta)

"That which does not kill us, makes us stronger." — Friedrich Nietzsche

VAKSIN mengurangi risiko terkena penyakit dengan bekerja bersama pertahanan alami tubuh membangun perlindungan.  Dunia sekarang memiliki vaksin untuk mencegah lebih dari 20 penyakit yang mengancam jiwa, membantu orang-orang dari segala usia hidup lebih lama dan hidup lebih sehat.

Menurut WHO, imunisasi saat ini telah mencegah 2-3 juta kematian setiap tahun akibat penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis, influenza, dan campak. Saat ini ada 200 lebih penelitian vaksin covid di seluruh dunia , sebagian besar masih dalam tahap uji klinis  1-2.

Menurut The Lancet, vaksin saja, tidak akan mengakhiri pandemi. Hingga tingkat perlindungan global oleh vaksin tercapai di seluruh dunia, akan menjadi bencana besar jika langkah-langkah seperti pemakaian masker, menjaga jarak fisik, dan kebersihan tangan dilonggarkan sebelum waktunya.

Pandemi COVID-19 telah memicu penelitian dan pengembangan luar biasa yang didukung oleh investasi publik dan swasta serta rekor peningkatan publikasi ilmiah terkait COVID-19. Industri biofarmasi, bermitra dengan akademisi, meluncurkan ratusan uji klinis COVID-19. Yang paling luar biasa adalah kecepatan pembuatan beberapa vaksin yang aman dan sangat efektif serta disetujui dengan cepat. Dari sini kita bisa melihat suatu lesson learned yaitu dukungan pemerintah untuk penelitian, inovasi dan sumber daya publik sangat diperlukan.

Kebutuhan Vaksin Nasional

Pada bulan Oktober 2020, penulis ikut serta dalam kunjungan Menlu RI dan Menteri BUMN RI ke Inggris dan Swiss untuk kerjasama dan pengadaan vaksin bagi Indonesia. Bertempat di Kedutaan RI di London, dilaksanakan penandatanganan MoU antara Kementerian Kesehatan dan AstraZeneca, untuk komitmen pembelian 100 juta vaksin oleh Indonesia pada tahun 2021.

Selain itu dilaksanakan juga pertemuan dengan Coalition for Epidemic Preparedness (CEPI), Imperial College London (ICL) dan Vac Equity Global Health ltd (VGH). Di Jenewa, dilaksanakan pertemuan dengan Dirjen WHO, Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) dan CEPI dalam kerangka fasilitas Covax.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, dengan asumsi target vaksinasi sebanyak 70% dari jumlah penduduk agar tercapai kekebalan masyarakat atau herd immunity, maka paling sedikit harus melakukan vaksinasi vaksin Covid-19 sebanyak 182 juta orang, dengan total kebutuhan vaksin 426.800.000 dosis.

Selain kerja sama multilateral dengan Covax/Gavi, pemerintah membeli vaksin Covid-19 produksi Sinovac, Novavax, AstraZeneca dan Pfizer. Pemerintah menargetkan untuk mendapatkan tambahan pasokan vaksin lagi sebanyak 430 juta dosis.

Sedangkan menurut perhitungan Kementerian Keuangan RI, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 membutuhkan anggaran sekitar Rp 74 triliun. Anggaran tersebut melonjak 26,48% dari estimasi sebelumnya yakni Rp 54,4 triliun.

Pertanyaannya; sampai kapan ini akan berlangsung dan bagaimana kemampuan keuangan negara?

Penelitian Vaksin Dendritik

Sel dendritik merupakan sel imun yang menjadi bagian dari sistem imun. Teknologi dendritic cells selama ini digunakan untuk melakukan pengobatan kanker. Melalui teknik rekombinan dengan mengambil sel, lalu dikembangkan di luar tubuh, sehingga bisa dapatkan vaksin.

Dari pengembangbiakan sel dendritik akan terbentuk antigen khusus, setelah diinkubasi sekitar 7 hari, kemudian dendritic cells-nya disuntikkan ke dalam tubuh, dengan tujuan memproduksi antibodi dalam tubuh. Jadi, metode ini berbentuk pembibitan sel dari pasien sendiri untuk membentuk antibodi ditubuh pasien tersebut (personalized)

Kelebihan vaksin dendritik adalah bersifat autolog (dari darah  pasien sendiri) dan tidak  mengandung ajuvan yang berbahaya/meragukan/dari komponen binatang, maka aman dan halal diberikan ke subyek. Karena prinsipnya adalah autolog dan tidak ada komponen virus yang di suntikkan ke dalam tubuh pasien, maka diharapkan; aman untuk orang yang imunitasnya rendah, para penderita kanker, penyakit autoimun, dan alergi komponen vaksin. Hal ini perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan.

Baca Juga :  Ketika Pebisnis Mendikte Kebijakan

Penelitian Vaksin Nusantara sudah dimuat dalam publikasi internasional oleh peneliti Brasil, melalui laporan Borges, Hohmann and Borghi, berjudul Dendritic cells in COVID-19 immunopathogenesis: insights for a possible role in determining disease outcome, pada International Reviews of Immunology, Volume 40, 2021 – Issue 1-2: Biology of Coronavirus Disiase. Borges dkk menyatakan “These studies will provide improved understanding of dendritic cells dynamics in COVID-19 and the development of immunity against SARS-CoV-2”.

Demikian pula dilaporkan oleh peneliti Italia dan Mesir, Mona Kamal Saadeldin, Amal Kamal Abdel-Aziz, Ahmed Abdellatif, berjudul; Dendritic cell vaccine immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19. A hypothesis, dalam Pubmed Hypotheses, 2021 Jan. Mereka menyatakan “We hypothesize that DC vaccine therapy may provide a potential treatment strategy to help combat COVID-19. Cancer patients are at the top of the vulnerable population owing to their immune-compromised status”.

Vaknus juga telah masuk dalam daftar Vaccine Candidates sebagai AV Covid dengan nomor registrasi NCT04386252, NCT04690387, NCT04685603, dengan trial participans Phase I; 54 dan phase I/II: 180. (last update January 15, 2021).

Perjalanan Vaksin Nusantara

Diawali dengan kerjasama antara PT. Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) dengan Balitbangkes untuk proses pengembangan dan uji klinik vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik melalui Kepmenkes RI, pada tanggal 12 Oktober 2020 yang ditanda tangani oleh Dr Terawan Agus Putranto. Ditindaklanjuti dengan Kepmenkes RI tanggal 18 Desember 2020, ditetapkanlah Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik Sars-CoV-2, untuk melaksanakan uji klinis.  

Saat itu, vaksin sel dendritik dengan nama Vaknus (Vaksin Nusantara) melaksanakan uji fase I di RSUP dr Kariadi Semarang. Penelitian dilakukan dibawah pengawasan BPOM dan MUI. Penelitian tersebut berjudul Uji Klinis Adaptif Fase I Vaksin yang berasal dari Sel Dendritik Autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus-2 (Sars-Cov-2) pada subyek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat Antibodi Anti Sars-Cov-2.

Uji klinis dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis No.: RG.01.06.1.3.12.20.27 Tanggal 2 Desember 2020 yang ditandatangani oleh Kepala BPOM.

Pengembangan dan uji klinik vaksin Covid-19 ini menggunakan Total Kandungan Dalam Negeri (TKDN) diatas 95 persen. Produksi Indonesia tersebut bisa menciptakan lapangan kerja, menggerakan ekonomi, membayar pajak dan tidak menghamburkan devisa serta menimbulkan kepercayaan nasional menghadapi pandemi. Lima persen kandungan dari Amerika Serikat dalam waktu dekat akan bisa di produksi juga di indonesia.

Pendanaan penelitian pada tahun 2020 berasal dari Anggaran Balitbangkes. Untuk tahun 2021 sedang diajukan rencana anggarannya, yang hingga saat ini belum ada realisasinya. Namun sejak awal PT Rama Pharma sudah mendukung dana penelitiannya.

Baca Juga :  Mendiamkan Kezaliman

Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Nota Kesepahaman antara Kemenkes RI, TNI AD, dan BPOM tanggal 19 April 2021 tentang penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus sars-CoV-2 maka pelaksanaan penelitian dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Pada fase fase 2, dilaksanakan uji klinis pada 157 subyek yang memenuhi kriteria inklusi untuk safety dan dosis optimal. Adapun yang terkena kriteria ekslusi sebanyak 265 subyek. Selanjutnya sedang direncanakan penelitian fase 3 terhadap 1.600 orang subyek, bekerja sama dengan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, Jakarta.

Karena bersifat individual dan onsite, maka akan dapat memotong biaya penyimpanan dan  pengiriman. Dan yang terpenting adalah tidak ada devisa keluar. Negara memiliki kedaulatan vaksin bahkan bisa diekspor dan mendatangkan devisa. Seperti yang disampaikan Mantan Menkes RI, Dr Siti Fadilah Supari, Vaksin Nusantara bisa diproduksi massal. Pada tahap awal hingga 500.000 dosis/kit per bulan, pada tahap berikutnya bisa sampai 3 juta dosis/kit per bulan, dan bisa ditingkatkan lagi. Perusahaan farmasi besar dari beberapa negara sudah mulai menunjukkan ketertarikan pada Vaksin Nusantara, namun mereka menginginkan uji fase 3 dilaksanakan di negara mereka. Suatu hal yang belum disetujui oleh tim Vaksin Nusantara.

Saat ini, dukungan terhadap Vaksin Nusantara sangat luas. Tidak hanya di medsos, bahkan para pejabat tinggi negara, mantan pejabat dan organisasi massa besar beramai-ramai mendukung dan bahkan ikut serta sebagai subyek penelitian. Salah satu rekomendasi Mukernas MUI tanggal 26 Agustus 2021 yaitu mendorong pemerintah untuk mendukung segala upaya riset yang dilakukan oleh anak-anak bangsa untuk menemukan vaksin yang tepat dan cocok untuk semua kategori umur serta terjangkau, seperti yang dilakukan oleh peneliti Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara, tanpa ada perlakuan yang diskriminatif.

Dukungan dari Wapres RI, Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma'ruf Amin, juga terlihat saat beliau memberikan sambutan pada acara acara Studium Generale Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surabaya, tanggal 28 Agustus 2021.

Wapres menyatakan pemerintah terus mendorong pengembangan vaksin nasional, agar tidak hanya mengandalkan vaksin impor. Saat ini sudah terdapat Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih karya anak bangsa yang sedang dikembangkan. Pemerintah mentargetkan dimasa mendatang kita mampu memproduksi vaksin covid-19 maupun obat-obatan lainnya untuk kemandirian bangsa dibidang kesehatan masyarakat.

Menteri Kesehatan, dalam pertemuan tertutup di DPR-RI pada tanggal 31 Agustus 2021 dengan Komisi IX DPR-RI, yang selalu gigih memperjuangkan vaksin karya anak bangsa, sepakat untuk mendukung penuh pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara, sebagai salah satu bentuk kemandirian bangsa sesuai dengan amanat Inpres No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industi Farmasi dan Alat Kesehatan.

Pandemi belum akan berakhir dalam waktu dekat, pandemi berikutnya dapat terjadi setiap saat untuk itu perlu kesiapan menghadapi pandemi berikut. Mengatasi pandemi membutuhkan biaya dan usaha luar biasa, diperlukan kemandirian dalam berbagai hal termasuk pengadaan vaksin.(*)

(dr. IWAN TRIHAPSORO, Sp.KK., Sp.KP., FINSDV., FAADV. RSAU dr Esnawan Antariksa, Diskesau. Jakarta)

Terpopuler

Artikel Terbaru